Saturday, February 29, 2020

MAKALAH Logika Kebenaran Yang Absolut Dan Relatif (Filsafat)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Di dalam hidup, hampir segala sesuatu bisa ditafsirkan secara beragam. Fakta yang satu bisa dilihat dengan sudut pandang yang berbeda, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula. Tidak jarang, kesimpulan yang tumbuh dari sudut pandang yang berbeda tersebut saling bertentangan satu sama lain. Pada titik inilah permasalahan filsafat muncul.[1]
Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar. Paradigma kebenaran terasa sangat berbeda antara teori satu dengan teori lainnya karena sangat bergantung terhadap sasaran objek kebenaran itu sendiri. Dalam konteks fislafat ilmu, untuk mencapai kebenaran itu, serendahnya terdapat tiga teori yang berguna untuk mengukur kebenaran. Tiga teori itu adalah: koherensi, korenspondensi dan pragmatisme nasional.
Antara satu teori dengan teori lain memiliki perbedaan paradigma yang cukup kental. Misalnya, teori koherensi lebih mendasarkan diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi lebih mendasari diri pada kebenaran factual/ karena data dan fakta memiliki kebenaran objektif pada dirinya, sedangkan kebenaran fungsional lebih menitikberatkan pada fungsi dan kebenaran itu sendiri.Sekalipun perbedaan di antara ketiga teori itu terasa kental, namun ketiganya memiliki kesmaaan. Kesamaan diantara tiga teori itu adalah: pertama, seluruh teori melibatkan logika, baik logika formal maupun logika material (deduktif dan induktif); kedua, melibatkan bahasa, yaitu adanya kerangkapengujian terhadap pernyataan-pernyataan yang hendak diuji kebenaranya, dan ketiga, adalah pengalaman yang menduduki tempat penting dalam mengetahui kebenaran.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari logika ?
2.      Apa saja pembagian dalam logika ?
3.      Apa pengertian dari teori kebenaran ?
4.      Apa saja aturan cara berlogika yang benar ?


C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui maksud dan pengertian logika dalam filsafat
2.      Untuk mengetahui macam-macam pembagian dalam logika
3.      Untuk mengetahui maksud dan makna pengertian teori kebenaran
4.      Untuk mengetahui aturan cara berpikir yang benar








BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Logika
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti ‘Seni Berdebat’ Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus,tepat, dan sehat. Agar dapat berfikir lurus,tepat dan teratur, logika menyelidiki,merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Berpikir adalah objek material logika. Berpikir disini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berfikir, manusia ‘mengolah’, ‘megerjakan’ pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan ‘mengerjakannya’ ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian lainnya. 
Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Karena berfikir lurus dan tepat, merupakan objek formal logika. Di samping dua filsuf di atas (Cicero dan Alexander Aphrodisias) Aristoteles pun telah berjasa besar dalam menentukan logika. Namun, Aristoteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai istilah ‘analitika’ dan ‘dialektika’. Analitika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar sedangkan dialetika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya.[2]
B. Pembagian Logika
Logika menurut The Liang Gie (1980) dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut:
1.        Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit
Dalam arti sempit istilah tersebut dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan dalam arti luas pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri
2.        Logika Deduktif dan Logika Induktif
Logika Deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifatbetul menurut bentuknya saja.
Logika Induktifmerupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.
3.        Logika Formal dan Logika Material
Logika Formal mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum berpikir yang harus ditaati , agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran.
Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika Material juga mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika formal dinamakan juga logika minor, sedangkan logika material dinamakan logika mayor.
4.        Logika Murni dan Logika Terapan
          Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika Terapan adalah penegtahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari.
5.        Logika Filsafati dan Logika Matematik
Logika filsafati berhubungan dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Sedangkan logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. [3]


C. Pengertian Teori Kebenaran
Beberapa teori pendekatan mengenai kebenaran, berikut ini contoh tiga kriteria kebenaran:
1.              Teori Koherensi
Teori kebenaran koherensi secara etimologis berasal dari bahasa Latin, cohaerere yang berarti melekat, tetap menyatu, atau bersatu. Sedangkan secara teminologis, teori koherensi merupakan teori yang menyatakan bahwa kebenaran harus berdasarkan harmoni internal proposisi-proposisi dalam suatu sistem tertentu. Suatu proposisi dikatakan benar kalau proposisi itu konsisten dengan proposisi lain yang sudah diterima atau diketahui kebenarannya[4]
Secara keseluruhan teori koherensi ialah suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.Misalnya bila kita menganggap bahwa, "semua manusia pasti akan mati" adalah suatu pernyataan benar maka pernyataan bahwa, "si polan adalah seorang manusia dan si polan pasti akan mati" adalah benar pula karena kedua pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama
2.        Teori Korespondensi
Merupakan teori kebenaran yang paling populer dan sekaligus paling tertua. Teori korespodensi adalah teori kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang tekandung dalam pernyataan tersebut berkorespodensi (sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan tersebut[5]
Yang ditemukan oleh Bertrand Russell (1872-1970). Suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya jika seseorang mengatakan bahwa ibukota republik Indonesia adalah Jakarta maka pernyataan tersebut adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual yakni Jakarta yang memang menjadi ibukota republik Indonesia.
3.        Teori Pragmatis
Dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914). Suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.Misalnya jika orang menyatakan sebuah teori X dalam pendidikan, dan dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X itu dianggap benar sebab teori X ini fungsional dan mempunyai kegunaan.[6]

D.    Aturan Cara Berlogika yang Benar
Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu.[7]
a.         Mencintai kebenaran
“Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya, menggerakkan si pemikir untuk senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari yang benar.”[8]
b.        Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda kerjakan.
“Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus-menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya.”[9]
c.         Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda katakan.
“Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap ke dalam kecermatan kata-kata. Karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi. Anda senantiasa perlu menguasai ungkapan pikiran ke dalam kata tersebut, baik yang eksplisit maupun yang implisit. Harus mengetahui dengan betul dan seksama mengenai isi (komprehensif), lingkungan (ekstensi), arti fungsional (suposisi) dan istilah (term) yang digunakan, karena istilah merupakan unsur konstitutif penalaran.”[10]
d.        Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya.
“Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian dimana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah perlunya dibuat suatu distingsi, suatu pembedaan. Eksplisitkan hal-hal yang membuat yang satu bukan yang lain. Hindari setiap usaha main pukul rata. Karena realitas begitu luas, perlu diadakan pembagian (klasifikasi). Jika membuat pembagian, peganglah suatu prinsip pembagian yang sama, jangan sampai Anda menjumlahkan bagian atau aspek dari suatu realitas begitu saja tanpa berpegang pada suatu realitas begitu tanpa saja berpegang tanpa suatu prinsip pembagian (prinsip klasifikasi) yang sama. Bahaya tumpang-tindih akan selalu mengancam jika tidak dipakai prinsip pembagian yang sama risiko prinsip berikutnya adalah pikiran yang kacau-balau. Jangan mencampur adukkan sesuatu dan jangan menggelapkan sesuatu.”[11]
e.         Cintailah definisi yang tepat.
“Definisi artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu. Harus dihindari kalimat-kalimat dari uraian-uraian yang “gelap”, tidak terang strukturnya, dan tidak jelas artinya. Cintailah cara berpikir yang terang, jelas, dan tajam membeda-bedakan, hingga terang yang dimaksud. Asosiasi hal-hal lain dikesampingkan.”[12]
f.          Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan begini atau begitu.
“Haruslah bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan konsenkuensi-konsenkuensi dari suatu penuturan (assertion), pernyataan, atau kesimpulan yang telah dibuat.”[13]
g.         Hindari kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran).






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.  Logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus,tepat,         dan sehat
2.  Logika menurut The Liang Gie (1980) dapat digolongkan menjadi lima       macam, yaitu sebagai berikut:
a.              Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit
b.              Logika Deduktif dan Logika Induktif
c.              Logika Formal dan Logika Material
d.             Logika Murni dan Logika Terapan
e.              Logika Filsafati dan Logika Matematik
l  Beberapa teori pendekatan mengenai kebenaran, berikut ini contoh tiga kriteria     kebenaran:
a.         Teori Koherensi
b.        Teori Korespondensi
c.         Teori Pragmatis
4.        Aturan Cara Berlogika yang Benar
a.         Mencintai kebenaran
b.        Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda kerjakan.
c.         Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda katakan.
d.        Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya.
e.         Cintailah definisi yang tepat.
f.         Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan begini atau begitu.
g.        Hindari kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran)


[1]Reza A.A Wattimena, Filsafat dan Sains, (Jakarta: PT Gasindo, 2008), hlm 11
[2]Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), hlm 23
[3]Ibid hlm 24-25
[4] Dr. Zaprulkhan, S.Sos.I.,M.S.I, Filsafat Ilmu: Sebuah Analisis Kontemporer cetakan kedua, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 111
[5] Ibid, hlm. 107
[6] Jujun S. Suriasumantri, 2017. Telaah Buku Filasafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer), Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hlm 7
[7] W. Poespropojo, Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), hlm. 61
[8] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm 213
[9] Ibid hlm 214
[10] Ibid hlm 215
[11] Ibid hlm 216
[12]Ibid hlm 216
[13]Ibid hlm 217

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...