Saturday, February 29, 2020

MAKALAH HUKUM TATA NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada masa lalu, istilah “teori hukum tata negara” sangat jarang sekali terdengar, apalagi dibahas dalam perkuliahan maupun forum-forum ilmiah. Hukum tata negara yang dipelajari oleh mahasiswa adalah hukum tata negara dalam arti sempit. Hal ini dipengaruhi oleh watak rezim orde baru yang berupaya mempertahankan tatanan ketatanegaraan pada saat itu yang memang menguntungkan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Pemikiran hukum tata negara secara langsung maupun tidak langsung akhirnya menjadi terhegemoni atau terbelenggu. Tatanan ketatanegaraan berdasarkan hukum tatanegara pada saat itu adalah pelaksanaan dari Pancasila dan UUD 1945 secara murni dengan memberlakukan asas tunggal Pancasila dan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila). Akibatnya, pembahasan sisi teoritis dari hukum tata negara menjadi ditinggalkan, bahwa dikekang karena dianggap sebagai pikiran yang “anti kemapanan” dan dapat mengganggu.
Hukum tata negara juga dapat dibedakan antara hukum tata negara umum dan hukum tata negara positif. Hukum tata negara umum membahas asas-asas, prinsip-prinsip yang berlaku umum, sednagkan Hukum Tata Negara Positif hanya membahas hukum tata negara yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu. Misalnya, Hukum Tata Negara Indonesia, Hukum Tata Negara Inggris, ataupun Hukum Tata Negara Amerika Serikat yang dewasa ini berlaku dimasing-masing negara yang bersangkutan, merupakan hukum tata negara positif.
   Barulah setelah reformasi 1998 terjadi perkembangan yang dominan dalam studi hukum tata negara. Lahirnya para ahli Hukum Tata Negara juga turut membantu perkembangan tersebut. Melalui amandemen pancasila akhirnya menghasilkan perubahan dan perombakan pada struktur atau unsur kenegaraan. Terlahirnya lembaga-lembaga negara baru itu ak lain bermaksud mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan demokratis.

 
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi Hukum Tata Negara?
2.      Apa objek dan lingkup kajian Hukum Tata Negara?
3.      Apa asas-asas Hukum Tata Negara?
4.      Apa hubungan Hukum Tata Negara?
5.      Apa saja sumber-sumber Hukum Tata Negara

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui maksud definisi Hukum Tata Negara
2.      Untuk mengetahui objek dan lingkup kajian Hukum Tata Negara
3.      Untuk mengetahui asas-asas Hukum Tata Negara
4.      Untuk mengetahui hubungan Hukum Tata Negara
5.      Untuk mengetahui sumber-sumber Hukum Tata Negara

                                                                         BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Hukum Tata Negara
Istilah “hukum tata negara” merupakan hasil terjemahan dari perkataan bahasa Belanda staatscrecht.[1] Sudah menjadi kesatuan pendapat di antara para sarjana hukum Belanda untuk membedakan antara “hukum tata negara dalam arti luas” (staatsrecht in ruime zin) dan “hukum tata negara dalam arti sempit” (staatsrecht in enge zin), dan untuk membagi hukum tata negara dalam arti luas itu atas dua golongan hukum, yaitu:[2]
1.      Hukum Tata Negara dalam arti sempit (staatsrecht in enge zin) atau untuk singkatnya dinamakan hukum tata negara (staatsrecht).
2.      Hukum Tata Usaha Negara (administratief recht).

Menurut Para Sarjana mengenai definisi Hukum Tata Negara itu dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut :
·         “Kusumadi Pudjosewojo, dalam bukunya Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia merumuskan definisi yang panjang tentang Hukum Tata Negara. Menurutnya, Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan, yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan yang memegang kekuasaan penguasa dari masyarakat hukum itu, beserta susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan itu. ”[3]
·         “Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam buku Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, dinyatakan bahwa:
“ Hukum Tata Negara dapat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi daripada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak asasinya.”
Dalam definisi kedua sarjana ini, bidang kajian hukum tata negara mencakup pula soal kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya. Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, warga negara merupakan salah satu yang penting bagi berdirinya suatu negara. Oleh karena itu, dalam Hukum Tata Negara perlu dibahas tentang asas-asas dan syarat-syarat kewarganegaraan serta perlindungan yang diberikan kepadanya, yang lazim disebut sebagai perlindungan terhadap hak-hak asasi.[4] Dengan demikian, Hukum Tata Negara tidak hanya mengatur wewenang dan kewajiban alat-alat perlengkapan negaranya saja, tetapi juga mengatur mengenai warga negara dan hak-hak asasi warga negara.
Setelah mempelajari rumusan-rumusan definisi tentang Hukum Tata Negara dari berbagai sumber tersebut diatas, dapat diketahui bahwa diantara para ahli tidak terdapat kessatuan pendapat mengenai hal ini. Dari pendapat yang beragam itu, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya:
a.       Hukum Tata Negara itu adalah ilmu yang termasuk salah satu cabang ilmu hukum yaitu Hukum Kenegaraan yang berada dirumah hukum publik.
b.      Definisi Hukum Tata Negara adalah dikembangkan oleh para ahli sehingga tidak hanya mencakup mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar organ negara itu, tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait dengan mekanisme hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara.
c.       Hukum Tata Negara tidak hanya merupakan Recht atau hukum dan apabila hanya sebagai Wet atau norma hukum tertulis, tetapi juga adalah lehre atau teori sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut sebagai verfassungrecht (hukum konstitusi) dan sekaligus verfassungslehre (teori konstitusi).
d.      Hukum Tata Negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari negara dalam keadaan diam (staat in rust) maupun yang mempelajari negara dalam keadaaan bergerak (staat in beweging).

B.     Objek dan Lingkup Kajian Hukum Tata Negara

     Salah satu syarat ilmiah dari suatu pengetahuan apapun jenisnya adalah harus memiliki obyek yang hendak dikaji. Kian pula halnya dengan Hukum Tata Negara bila akan diletakkan sebagai suatu pengetahuan yang ilmiah tentunya harus memiliki obyek yang menjadi pokok kajiannya. Hukum Tata Negara sebagai salah satu bidang kajian dilingkungan ilmu hukum secara singkat memiliki obyek kajian yakni negara dengan perangkat peraturan yang mengatur mengenai organisasi yang disebut negara.
     Walaupun hukum tata negara mempunyai hungan yang sangat erat dengan ilmu negara – karena obyek kajiannya sama, yakni negara dan kekuasaan-namun antara kedua ilmu tersebut dijumpai adanya perbedaan prinsip. Ilmu negara melakukan kajian mengenai negara yang masih dalam keadaan abstrak, yakni tidak terikat waktu dan tempat artinya kajian negara masih diletakkan dalam tataran ide, konsep, dn gagasan yang masih bersifat teoritis dengan pendekatan filsafati. Sedangkan hukum tata negara obyek kajiannya adalah negara dalam pengertian yang konkrit. Pengertian konkrit disini adalah menkaji Hukum Tata Negara Positif yang berlaku saat ini dan disuatu tempat, dalam hal ini adalah indonesia.
     Telah kita ketahui bersama bahwa hakikat negara tidak lain adalah organisasi kekuasaan. Dalam lingkup pengetahuan Hukum Tata Negara aspek-aspek dari pelaksana kekuasaan seperti ini sering disebut sebgai alat-alat perlengkapan negara.
     Untuk mencapai tujuan tertentu alat-alat perlengkapan negara tersebut masing-masing mempunyai wewenang, tugas, kewajiban dan tanggung jawab. Akan tetapi dalam melaksanakan hal ini, alat-alat perlengkapan negara tersebut tidak dapat melepaskan diri dari ikatan antara satu dengan yang lain sebagai satu kesatuan organisasi. Berdasarkan pemahaman ini, maka pokok kajian hukum tata negara akan berkisar pada:
1.    Bentuk dan cara pembentukan atau penyusunan alat-alat perlengkapan negara. Dalam halm inin juga menyangkut bentuk organisasi negara yang dikehendaki.
2.    Wewenang, fungsi, tugas, kewajiban dan tanggung jawab dari masing-masing alat perlengkapan negara.
3.    Hubungan anatara alat perlengkapan negara baik yang bersifat vertikal maupun horizontal.
4.    Hubungan antara warga negara termasuk hak-hak asasi dari warga negara sebagai anggota organisasi.


C.    Asas-Asas Hukum Tata Negara

1.      Asas Negara Hukum
  Pemikiran Negara hukum dimulai sejak Plato dengan konsepnya “bahwa penyelenggaraan Negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan (hokum) yang baik yang disebut dengan istilah nomoi” konsep Negara hokum tersebut selanjutnya berkembang dalam dua sistem hukum, yaitu sistem Eropa Kontinental dengan istilah Rechtstaat dan Anglo-Saxon dengan istilah Rule of Law. Konsep Negara hokum Eropa Kontinental Rechtstaat dipelopori  oleh Immanue Kant dan Frederich Julius Stahl. Sedangkan konsep Negara hokum Anglo-Saxon Rule of Law dipelopori oleh A.V. Dicey (Inggris). Indonesia secara formal sudah sejak tahun 1945 (UUD NRI 1945 pra amandemen) mendeklarasikan diri sebagai Negara hokum terbukti dalam penjelasan UUD NRI 1945 pernah dinyatakan, Indonesia adalah Negara yang berlandaskan hokum dan bukan Negara yang berdasarkan kekuasaan belaka”. Konsep Negara hokum Indonesia dipertegas UUD NRI 1945 hasil amandemen dalam pasal 1 Ayat 3 yang menetapkan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Berdasarkan uraian konsep tentang Negara hukum tersebut ada dua dua substansi dasar, yaitu :
1) adanya paham kontitusi : memiliki makna bahwa pemerintahan berdasarkan atas hukum dasar (konstitusi), tidak berdasarkan kekuasaan belaka, dan
2) sistem demokrasi atau kedaulatan rakyat : secara harfiah identik dengan makna kedaulatan rakyat yang berarti pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah (pemerintahan rakyat).
2.    Asas Pembagian Kekuasaan
              Secara umum, suatu sistem kenegaraan membagi kekuasaan  pemerintahan kedalam “trichotomy” yang terdiri dari ekskutif, legislatif, dan yudikatif dan biasa disebut dengan trias politika. Asas pembagian kekuasaan yang dianut Indonesia adalah UUD NRI 1945 pra-amandemen tidak memberikan ketentuan yang tegas tentang pembagian kekuasaan. Teori Ivor Jenning dapat dilihat bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti materiil dalam arti pembagian kekuasaan itu dipertahankan dengan prinsipil dalam fungsi-fungsi kenegaraan yang secara karakteristik memperlihatkan adanya pemisahan itu kepada tiga bagian dan tidak dianut oleh UUD NRI 1945. UUD NRI 1945 hanya mengenal pemisahan kekuasaan dalam arti formal, oleh karena itu pemisahan kekuasaan itu tidak dapat dipertahankan secara prinsipil. Dengan kata lain, UUD NRI 1945 hanya mengenal pembagian kekuasaan bukan pemisahan kekuasaan. Adapun dalam pandangan Soepomo, bahwa UUD NRI 1945 mempunyai sistem tersendiri, yaitu berdasarkan pembagian kekuasaan. Walaupun dalam pembagian kekuasaan itu setiap lembaga Negara sudah mempunyai tugas tertentu, namun dalam sistem ini dimungkinkan adanya kerjasama antar lembaga Negara. UUD NRI 1945 hasil amandemen menetapkan 4 kekuasaan dan 7 lembaga Negara sebagai berikut :
              a. Kekuasaan Eksaminatif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
   b. Kekuasaan legislatif, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang
   tersusun atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
   Daerah (DPD)
   c. Kekuasaan Pemerintahan Negara (Eksekutif), yaitu Presiden dan wakil
    presiden
   d. Kekuasaan Kehakiman, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah
    Konstitusi (MK)
   e. Lembaga Negara Bantu, yaitu Komisi Yudisial (KY).
3. Asas Negara Pancasila
                      Pancasila sering disebut dengan falsafah Negara dan ideologi. Negara. Namun, dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara. Atau dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Pancasila sebagai dasar Negara, hal ini berarti setiap tindakan rakyat dan Negara Indonesia harus sesuai dengan Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai dasar Negara. Pancasila dipandang sebagai dasar Negara Indonesia karena didalamnya mengandung beberapa asas (lima asas) yaitu :
a)      Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
Realisasi dari asas Ketuhanan Yang Maha Esa tercermin dalam tiga bidang ketatanegaraan Republik Indonesia antara lain : dalam bidang eksekutif (dengan adanya Departemen Agama dan segala bagian yang mengatur segala soal yang menyangkut dengan agama di Indonesia), dalam bidang legislatif tercermin pelaksanaannya dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang UU Perkawinan, dalam bidang yudikatif tertuang dalam UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diubah melalui UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

b)      Asas Perikemanusiaan
           Asas perikemanusiaan adalah asas yang mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan, juga mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, ras, warna kulit, kedudukan sosial, dll. Dari segi legislatif dapat dilihat dari lahirnya UU Perburuhan yang menghilangkan prinsip pengisapan manusia oleh manusia. Dalam bidang eksekutif terbentuknya Departemen Sosial yang menangani masalah-masalah kemanusiaan.

c)      Asas Kebangsaan
       Dalam asas kebangsaan setiap warga mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Asas ini menunjukkan, bahwa Indonesia bebas untuk menunjukkan, bahwa bangsa Indonesia bebas untuk menentukan nasibnya sendiri, dan berdaulat yang berarti pula bahwa bangsa Indonesia tidak memperbolehkan adanya campur tangan (intervensi) dari bangsa lain dalam hal mengenai urusan dalam negeri. Asas kebangsaan tertuang pula dalam simbol atau lambang Negara RI, yaitu Garuda Pancasila (Pasal 36A), bendera Kebangsaan, yaitu Sang Saka Merah Putih (Pasal 35), bahasa persatuan “Bahasa Indonesia” (Pasal 36), lagu kebangsaan “Indonesia Raya” (Pasal 36B), dan lambang persatuan dan kesatuan “Bhinneka Tunggal Ika” (Pasal 36A). selain itu asas kebangsaan termuat dalam Pembukaan alenia pertama dan pasal-pasal UUD NRI 1945. Dibidang legislative asas ini terlihat dengan lahirnya UU Kewarganegaraan (UU No. 12 Tahun 2006) dan UU Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) yang berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat. Aplikasi asas kebangsaan dalam pengadilan berupa keputusan.

d)     Asas Kedaulatan Rakyat
   Asas kedaulatan rakyat dalam bidang legislatif merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat ada wewenang yang dimiliki DPR. Sedangkan dalam Yudikatif terlihat bahwa hakim-hakim baru dapat diangkat setelah ada pengusulan dari Komisi Yudisial kepada anggota DPR untuk mendapat penetapan selanjutnya diangkat oleh Presiden. Asas kedaulatan rakyat menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan kemauan rakyat, yang pada akhirnya semua tindakan pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya.

e)      Asas Keadilan Sosial
 Dalam bidang legislatif, asas keadilan sosial pelaksanaannya tertuang dalam rangka mewujudkan undang-undang tentang jaminan sosial. Dalam bidang yudikatif terlihat bahwa setiap keputusan hakim senantiasa berpedoman kepada keadilan sosial. Adapun dalam bentuk lembaga terlihat adanya lembaga Negara yang bergerak dibidang sosial yang menyelenggarakan masalah-masalah sosial dalam Negara.[5]

D.    Hubungan Hukum Tata Negara

1.      Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
   Antara hukum tata negara dengan ilmu negara merupakan dua bidang kajian ilmu yang memiliki hubungan sangat dekat. Ilmu negara mempelajari negara dalam pengertian abstrak (tidak terikat waktu maupun tempat), artinya mempelajari negara yang masih dalam tataran ide ataupun gagasan. Dalam ilmu negara yang menjadi pokok bahsan adalah prinsip-prinsip atau konsep-konsep, serta teori-teori mengenai negara dan seluk beluk yang ada didalamnya. Dengan kata lain, ilmu negara merupakan suatu cabang ilmu yang berusaha untuk megkaji mengenai hakikat negara. Sedangkan hukum tata negara pada prisipnya mempelajari negara dalam keadaan konkrit, artinya sudah terikat waktu maupun tempat. Disebut demikian karena dasar pijakan yang dipergunakan untuk mempelajari dan menkaji hukum tata negara adalah hukum positif yang berlaku didalam suatu negara.
  Untuk mempelajari hukum tata negara dan segala aspek yang terkandung didalamnya, tentu harus mempelajari terlebih dahulu ilmu negara. Artinya ilmu negara yang memepeljari dan menkji konsep-konsep, ide-ide maupu  teori kenegaraan, pada hakikatnya merupakan sumber utama bagi penyelenggaraan praktek kehidupan kenegaraan. Sedangkan penyelenggaraan praktek keidupan kenegaraan bila ditinjau dari aspek hukum jelas diatur oleh hukum tata negara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa landasan teori untuk mempelajari dan mengkaji hukum tata negara tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu negara.

2.    Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik
  Antara hukum tata negara dan ilmu politik mempunyai kedekatan hungan timbal balik yang sangat erat, bahkan kadangkala terasa sulit untuk dipisahkan. Oleh sebab itu hubungan yang semacam ini sering diibaratkan layaknya dua sisi dalam satu keping mata uang. Kedekatan seperti ini disebabkan karena antara kedua ilmu tersebut pada hakikatnya membahas aspek kekuasaan dalam negara dan segala seluk beluk yang ada didalamya.
 Hukum tata negara mempelajari peraturan-peraturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur organisasi kekuasaan, sedangkan ilmu politik juga mengkaji persoalan kekuasaan ditinjau dari aspek perilaku kekuasaan tersebut.

E.     Sumber-Sumber Hukum Tata Negara
1.  Pengertian Sumber Hukum
  Sumber hukum memilki istilah yang berbeda-beda, tergantung sudut pandang mana sumber hukum itu dilihat. Paton George Whitecross, dalam bukunya Textbook of Jurisprudence mengatakan bahwa istilah sumber hukum itu mempunyai banyak arti yang sering menimbulkan kesalahan-kesalahan kecuali kalau diteliti dengan seksama mengenai arti tertentu yang diberikan kepadanya dalam pokok pembicaraan (sudut pandang) tertentu. Utrecht sendiri mengatakan, bahwa kebanyakan para ahli memberikan istilah sumber hukum berdasarkan sudut pandang keilmuannya.
Pertama, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang ahli sejarah, sumber hukum memiliki arti;
(1)  sumber hukum dalam arti pengenalan hukum,
(2) sumber hukum dalam arti sumber dari mana pembentukan ikatan hukum memperoleh bahan dan dalam arti sistem-sistem hukum dari mana tumbuh hokum positif suatu negara. Sumber hukum ini berfungsi untuk menyelidiki perkembangan hokum dari masa ke masa sehingga akan diketahui perkembangan, pertumbuhan, dan perubahan-perubahan antara hukum yang berlaku di suatu negara.[6]
Kedua, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahli filsafat. Menurut ahli filsafat sumber hukum diartikan sebagai;
(1) Sumber hukum untuk menentukan isi hukum, apakah isi hukum itu sudah benar, adil sebagaimana mestinya ataukah masih terdapat kepincangan dan tidak ada rasa keadilan,
(2) Sumber untuk mengetahui kekuatan mengikat hukum, yaitu untuk mengetahui mengapa orang taat kepada hukum.[7]
Ketiga, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang sosiolog dan Antropolog budaya. Menurut ahli ini yang dianggap sebagai sumber hukum adalah keadaan masyarakat itu sendiri dengan segala lembaga sosial yang ada didalamnya, bagaimana kehidupan social budayanya suatu lembaga-lembaga sosial didalamnya.[8]
Keempat, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang keagamaan (religius). Menurut sudut pandang agama, yang merupakan sumber hukum adalah kitab-kitab suci atau ajaran agama itu.
Kelima, sumber hukum ditinjau dari sudut ahli ekonomi, yang menjadi sumber hokum adalah apa yang tampak di lapangan ekonomi.
Keenam, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahli hukum. Menurut ahli hukum sumber hukum memiliki arti;
(1) Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formal diketahu dan ditaati sehingga hukum berlaku. Misalnya undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, dan pendapat ahli hukum (doktrin).
(2) Sumber hukum materil, yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sumber hukum materil diperlukan ketika akan menyelidiki asal usul hukum dan menentukan isi hukum.[9]
Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.[10]
Dalam ilmu pengetahuan hukum, pengertian sumber hukum digunakan dalam beberapa pengertian oleh para ahli dan penulis.
Pertama, sumber hukum dalam pengertian sebagai asalnya hukum ialah berupa keputusan penguasa yang berwenang untuk memberikan keputusan tersebut. Artinya keputusan itu haruslah berasal dari penguasa yang berwenang untuk itu.
Kedua, sumber hukum dalam pengertian sebagai tempat ditemukannya peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Bentuknya berupa undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi atau doktrin dan terdapatnya dalam UUD 1945, ketetapan MPR, UU, Perpu, PP, Kepres dan lainnya.
Ketiga, sumber hukum dalam pengertian sebagai hal-hal yang dapat atau seyogyanya memengaruhi kepada penguasa didalam menentukan hukumnya. Misalnya keyakinan akan hukumnya, rasa keadilan, ataupun perasaan akan hukum.[11]
    2.   Sumber Hukum Tata Negara Indonesia
  Menurut pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menentukan, bahwa:
a. Sumber Hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk menyusun peraturan perundang-undangan.
b. Sumber Hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis.
c. Sumber Hukum dasar nasional,
1. Pancasila sebagaimana tertulis dalam pembukaan UUD 1945.
2. Batang tubuh UUD 1945 (Pasal-pasal dalam UUD 1945).
  Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tersebut setidaknya terdapat tiga subtansi dasar yang diatur. Pertama, mengenai pengertian sumber hokum adalah sumber yang menjadi bahan dalam penyusunan aturan-aturan hukum (peraturan perundang-undangan). Kedua, mengenai jenis sumber hukum dasar nasional Indonesia yang meliputi Pancasila dan Pasal-pasal dalam UUD 1945.[12]
 Secara umum sumber hukum tata negara Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sumber Hukum Materil dan Sumber Hukum Formal.
1. Sumber Hukum Materil
 Sumber hukum materil adalah sumber hukum hukum yang menentukan isi hukum. Sumber ini diperlukan ketika akan menyelidiki asal-usul hukum dan menentukan isi hukum. Misalnya, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang kemudian menjadi falsafah negara merupakan sumber hukum dalam arti materil yang tidak saja menjiwai bahkan dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum. Karena pancasila merupakan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang berlaku, apakah ia bertentangan atau tidak dengan pancasila, sehingga peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila tidak boleh berlaku.[13]
   Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum juga mengandung pengertian, bahwa semua sumber hukum yang berlaku di Indonesia (baik formal maupun materil) selurunhya bersumber pada Pancasila. Menurut Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum mewujudkan dirinya dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Supersemar 11 Maret 1966. Di dalam sistem norma hukum negara Indonesia Pancasila merupakan norma fundamental hukum (Staatsfundamentalnorm) yang merupakan norma hukum yang tertinggi, yang kemudian berturut-turut diikuti oleh norma hukum dibawahnya.
   Ada beberapa alasan mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hokum dalam arti materiil:
a. Pancasila merupakan isi dari sumber hukum.
b. Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah negara.
c. Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan yang dibuat, diberlakukan, segala sesuatu peraturan perundang-undangan atau hukum apa pun yang bertentangan dengan jiwa Pancasila harus dicabut dan dinyatakan.[14]

2. Sumber Hukum Formal
   Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formal diketahui dan ditaati sehingga hukum berlaku umum. Selama belum mempunyai bentuk, suatu hukum baru merupakan perasaan hokum dalam masyarakat atau baru merupakan cita-cita hukum, oleh karenanya belum mempunyai kekuatan mengikat.[15]
Sumber-sumber hukum formal meliputi:
(1) Peraturan Perundang-undangan (aturan hukum),
(2) Kebiasaan (Costum) dan adat,
(3) Perjanjian antarnegara (traktat),
(4)Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi), dan
(5) Pendapat atau pandangan ahlu hukum (doktrin).

a. Undang-undang
   Istilah undang-undang disini berbeda dengan istilah undang-undang dalam undangundang yang disebutkan dalam hukum tata negara Indonesia. Karena undang-undang dalam hukum tata negara Indonesia adalah produk legislatif presiden (pemerintah) bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti ditetapkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 20 UUD 1945 yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Undang-undang disini dalam arti luas atau dalam istilah Belanda disebut wet. Wet dalam hukum tata negara Belanda, dibedakan dalam dua pengertian, yaitu wet in formelle zin dan wet in materiele zin.
   Hal yang sama dikemukakan T. J. Buys, bahwa undang-undang mempunyai dua arti antara lain,
Pertama undang-undang dalam arti formal, ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya (terjadinya). Misalnya, pengertian undang-undang, menurut ketentuan UUD 1945 hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama DPR.
Kedua, undang-undang dalam arti materiil ialah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk. Sistem dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia telah diatur dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, yang oleh Tap MPR No. V/MPR/1973 dinyatakan tetap berlaku.
  Sumber-sumber hukum formal tersebut adalah UUD 1945, dengan tata urutan peraturan perundang-undangan meliputi:
(1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945),
(2) Ketetapan MPRS/MPR,
(3) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu),
(4) Peraturan Pemerintah (PP),
(5) Keputusan Presiden (Kepres),
(6) Peraturanperaturan pelaksana lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Peraturan Daerah (Perda), dan sebagainya.[16]
    b. Kebiasaan
  Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang perlawanan dengannya dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, dengan begitu timbullah suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.
c. Traktat
  Traktat pada dasarnya adalah perjanjian antar dua negara atau lebih. Berdasarkan Negara yang melakukan perjanjian traktat terdiri traktat bilateral dan traktat multilateral. Traktat sebagai bentuk perjanjian antar negara merupakan sumber hukum formal hokum tata negara walaupun ia termasuk dalam hukum internasional, mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu. Isi perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian atau terkait perjanjian. Perjanjian antarnegara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat. Traktat yang telah mempunyai kekuatan mengikat adalah traktat yang telah diratifikasi oleh pemerintah dari negara yang mengadakan perjanjian.[17]
d. Doktrin
   Doktrin adalah pernyataan atau pendapat para ahli hukum. Dalam kenyataanya pendapat ahli banyak diikuti orang, dan menjadi dasar atau bahkan pertimbangan dalam penetapan hukum, baik oleh para hakim ketika akan memutuskan suatu perkara maupun oleh pembentuk undang-undang. Misalnya dengan mengutip pendapatnya, sehingga putusan pengadilan terasa menjadi lebih berwibawa.[18]


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara hakiki, hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan yang disebut Negara beserta seluk-beluk yang ada didalamnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur mekanisme pembentukan, fungsi dan wewenang dari alat-alat perlengkapan Negara serta hubungan antar alat-alat perlengkapan Negara tersebut.
Asas-Asas Hukum Tata Negara Indonesia
a. Asas Negara Hukum
Pemikiran Negara hukum dimulai sejak Plato dengan konsepnya “bahwa penyelenggaraan Negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik yang disebut dengan istilah nomoi” konsep Negara hukum tersebut selanjutnya berkembang dalam dua sistem hukum, yaitu sistem Eropa Kontinental dengan istilah Rechtstaat dan Anglo-Saxon dengan istilah Rule of Law.
b. Asas Pembagian Kekuasaan
Secara umum, suatu sistem kenegaraan membagi kekuasaan pemerintahan kedalam “trichotomy” yang terdiri dari ekskutif, legislative, dan yudikatif dan biasa disebut dengan trias politika. Asas pembagian saidatul aliyah di 23.18 kekuasaan yang dianut Indonesia adalah UUD NRI 1945 pra-amandemen tidak memberikan ketentuan yang tegas tentang pembagian kekuasaan.
c. Asas Negara Pancasila
Pancasila sering disebu dengan falsafah Negara dan ideology Negara. Namun, dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara. Atau dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Pancasila dipandang sebagai dasar Negara Indonesia karena didalamnya mengandung beberapa asas (lima asas) yaitu :
a) Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
b) Asas Perikemanusiaan
c) Asas Kebangsaan
d) Asas Kedaulatan Rakyat
e) Asas Keadilan Sosial

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa pengertian dari Hukum Tata Negara, apa yang dimaksud degan sumber hukum dan apa saja sumber-sumber hukum tata negara Indonesia. Kita sebagai manusia tentu masih banyak kekurangan oleh karena itu marilah kita bersama saling mengisi kekurangan itu dengan berbagi pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki masih sangat kurang dan terbatas untuk meningkatkan kemampuan penulis maka sangat diharapkan sumbangan-sumbangan pemikiran dari mahasiswa lainnya atau pembaca. Karena penulis memahami sebagai mahasiswa yang masih dalam tahap pembelajaran.














DAFTAR PUSAKA

Kansil, C.S.T. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pudjosewojo, Kusumadi. 2004. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Ranawijaya, Usep. 1983. Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Tutik, Titik Triwulan. 2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.



[1] Dalam bahasa Inggris Hukum Tata Negara dipergunakan istilah “constitutional law”, bahasa Prancis “droit constitutionnel”, bahasa Jerman “verfassungsrecht”.
[2] Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 11.
[3] Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, cet.ke-10, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 86.
[4] Ibid., hlm. 30.
[5] Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 21.
[6] Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, hlm. 35.


No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...