DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ............................................................................. 4
B. Rumusan
Masalah ........................................................................ 4
C. Tujuan
Masalah............................................................................. 4
BAB
II : PEMBAHASAN
A.
Tentang jual beli Tashriyah............................................................ 5
B.
Tentang jual beli Najsy dan Hadir lil Baad................................... 6
C.
Tentang jual beli Talaqi Rukban dan Hadir Lil Baad.................... 8
BAB
III : PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Islam mengatur setiap segi
kehidupan umatnya. Mengatur hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa
disebut dengan muamalah ma’allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya
yang biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan dengan sesama inilah
yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan Fiqih
muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau
hubungan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual
menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu
dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman
dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya kedua belah
pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada satu ruang
saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kedua belah
pihak dapat bertransaksi dengan lancar.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa
yang dimaksud dengan jual beli Tashriyah?
b.
Apa
yang dimaksud dengan jual beli Najsy dan Hadir lil Baad?
c.
Apa
yang dimaksud dengan jual belli Talaqi Rukban dan Hadir Lil Baad?
C.
Tujuan Masalah
A. Untuk memahami apa itu jual beli Tashriyah, jua beli Najsy dan
Hadir lil Baad dan jual beli Talaqi Rukban dan Hadir Lil Baad.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist jual beli tashriyah
Tashriyah artinya mengikat kantong susu unta
betina atau kambing agar terlihat banyak. Sehingga orang mengira binatang
tersebut bersusu banyak. Pada tashriyah ini hampir sama dengan tanajush, yaitu
melakukan kebohongan hanya saja pada tashriyah ini dibuat barang tersebut
semenarik mungkin sehingga harganya melonjak.
عن ابى هر رئرة ان رسولا الله صلئ الله علئه قا
ل لا تصر ؤاالغنم ومن ابتا عها فهو بخئر النظرئن بعد ان ئحتلبها ان رضئها امسكها
وان سخطها ردها وصا عا من تمر(متفق علئه)
“Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, janganlah kalian mencegat barang-barang dagangan yang akan datang,
dan janganlah sebagian di antara kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli
sebagian yang lain, janganlah kalian saling memainkan harga lewat calo pembeli,
janganlah orang kota menjual barang bagi orang dusun, janganlah mengikat puting
susu kambing (agar kelihatan penuh air susunya). Siapa yang ingin membelinya,
maka dia mempunyai hak pilih untuk meliihat saat paling baik setelah kambing
itu di perahnya. Jika dia suka, maka dia dapat menahannya, dan jika tidak suka,
dia dapat mengembalikannya beserta satu sha’ gandum” (HR Bukhari-Muslim)
Kesimpulan hadis :
1. Larangan mencegat para penjual barang untuk melakukan jual beli sebelum
mereka tiba di pasar. Larangan ini berarti pengharaman.
2. Hikmah larangan ini, agar mereka tidak tertipu, sehingga barang mereka
dibeli dengan harga yang lebih murah ketimbang harga pasaran.
3. Pengharaman membeli barang yang sudah orang
muslim. Gambarannya seorang pembeli berkata kepada orang yang menjual
barangnya (kepada pembeli lain) dengan harga sembilan, “Aku akan membeli barang
yang sama dengan harga sepuluh”. Maksudnya agar transaksi yang pertama
dibatalkan lalu beralih mengadakan transaksi dengannya. Letak pengharamannya
ialah pada saat ditetapkan hak pilih di tempat atau pilihan dengan syarat,
begitu pula setelah ada ketetapan hak pilih, karena di dalamnya terkandung
kerugian dan usaha pembatalan transaksi.
4. Larangan kita memborong barang milik orang dusun. Gambarannya seseorang
dari luar daerah datang untuk memborong barang dagangan di suatu daerah, lewat
seseorang yang ada di sana dan dia menguasainya.
5. Larangan menahan air susu di kantong kelenjar hewan ternak ketika
menjualnya.
6. Pengharaman hal itu, karena di dalamnya terkandung penipuan dan penyamaran
hakikat terhadap pembeli, yang berarti merupakan kedustaan dan mengambil harta
orang lain dengan cara batil. Jika menahan air susu itu untuk keperluan sendiri
atau tidak dimaksudkan untuk menjualnya, maka hal itu diperbolehkan selagi
tidak membahayakan binatang ternak. Jika tidak, maka hukumnya juga haram.
7. Jika diketahui adanya pengelabuhan, maka pembeli dapat mengembalikan hewan
yang dibelinya kepada penjual, ditambah dengan satu sha’ kurma sebagai
pengganti dari air susu yang sudah diperah, baik hewan itu berupa kambing,
lembu atau unta, baik air susunya sedikit atau banyak.
8. Larngan percaloan, yaitu seseorang menaikkan harga barang padahal dia tidak
ingin membelinya dengan harga tersebut. Dia melakukannya untuk kepentingan
penjual atau memperdayai pembeli. Yang demikian itu diharamkan, jika calo dan
penjual bekerja sama maka keduanya juga bersekutu dalam dosanya.[1]
B. Jual Beli Najsy
Yang dimaksud dengan jual beli najsy adalah
seseorang sengaja membuat harga barang naik padahal ia tidak bermaksud
membelinya, dan dia mendorong yang lain untuk membelinya, akhirnya pun membeli
atau ia memuji barang yang dijualsehingga orang lain membeli padahal tidak
sesuai kenyataan.
Dalil terlarangnya jual beli semacam ini
disebut dalam hadis Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW. Bersabda:
لاَ يَبْتَاعُ الْمَرْءُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ ،
وَلاَ تَنَاجَشُوا ، وَلاَ يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ
“ janganlah seseorang menjual diatas jualan
saudaranya, janganlah melakukan najsy dan janganlah orang kota menjadi calo
untuk menjualkan barang orang desa” (HR. Bukhari no 2160 dan Muslim no. 1515).
Najsy berdasarkan hadis diatas dihukumi haram,
demikian pendapat jumhur. Namun jumhur (mayoritas) ulama memandang bahwa jual
beli najsy tetap sah karena najsy dilakukan oleh orang yang ingin menaikan
harga barang namun tidak bermaksud untuk membeli sehingga tidak mempengaruhi
rusaknya akad. Sedangkan ulama hambali berpendapat bahwa jika dalam jual beli
najsy terdapat ghoban ( beda harga yang amat jauh dengan harga normal ), maka
pembeli punya hak khiyar ( pilihan ) untuk membatalkan jual beli ( Al Mawsu’ah
Al Fiqhiyyah, 40:119)
Sedangkan jual beli pada sistem lelang dikenal
dengan istilah “Muzayadah”, itu dibolehkan. Jual beli lelang setiap yang
menawar ingin membeli, beda halnya gengan najsy yang cenderung merugikan pihak
lain karena tidak punya niatan untuk membeli.
C. Jual Beli Hadir Lil Baad, menjadi calo untuk orang desa (pedalaman)
Yang dimasud ba’i hadir lil baad adalah orang kota yang menjadi
calo untuk orang desa (pedalaman) atau bisa jadi bagi sesama orang kota. Calo
ini mengatakan, “ Engkau tidak perlu
menjual barng-barangmu sendiri. Biarkansaya sajayang jualkan barang-barangmu,
nanti engkau akan mendapatkan harga yang lebih tinggi”. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW. Bersabda:
« لاَ تَلَقَّوُا
الرُّكْبَانَ وَلاَ يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ » . قَالَ فَقُلْتُ لاِبْنِ عَبَّاسٍ
مَا قَوْلُهُ لاَ يَبِيعُ حَاضِرٌ
لِبَادٍ قَالَ
لاَ يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا
“ Janganlah menyambut para pedagang dari luar
(talaqqi rukban) dan janganlah pula menjadi calo untuk menjualkan barang orang
desa”. Ayah Thowus lantas berkata pada ibnu abbas boleh menjadi calo”. (HR.
Bukhari nol. 2158). “Apa maksudnya dengan larangan jual beli hadir li baad?” Ia
berkata, “Yaitu ia tidak
Menurut jumhur, jual beli ini haram, namun
tetap sah (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 9: 84). Namun ada beberapa syarat yang ditetapkan oleh para ulama yang menyebabkan
jual beli ini menjadi terlarang, yaitu:
1. Barang yang ia tawarkan untuk dijual adalah barang yang umumnya dibutuhkan
oleh orang banyak, baik berupa makanan atau yang lainnya. Jika barang yang
dijual jarang dibutuhkan, maka tidak termasuk dalam larangan.
2. Jual beli yang dimaksud adalah untuk harga saat itu. Sedangkan jika
harganya dibayar secara diangsur, maka tidaklah masalah.
3. Orang desa tidak mengetahui harga barang yang dijual ketika sampai di kota.
Jika ia tahu, maka tidaklah masalah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 9: 83)
D. Pengertian Talaqqi Rukban
Disebut juga Taqqi as-Silai', suatu
peristilahan dalam fiqh muamalah yang menggambarkan proses pembelian
komoditi/barang dengan cara mencegat orang desa (kafilah), yang membawa barang
dagangannya (hasil pertanian, seperti: beras, jagung, dan gula) sebelum sampai
di pasar agar ia dapat membeli barang di bawah harga yang berlaku di pasar.
Praktik ini dapat mendatangkan kerugian bagi orang desa yang belum
mengetahui/buta dengan harga yang berlaku dan ditetapkan dipasar. Sebagaimana
telah disebutkan dalam hadiṡ yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ وَلَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ فَقُلْتُ لِابْنِ
عَبَّاسٍ مَا قَوْلُهُ لَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ لَا يَكُونُ لَهُ
سِمْسَارًا
Artinya : “Dari Abdullah bin thawus dari
ayahnya dari Ibn Abbas ra berkata, Nabi SAW pernah bersabda :Janganlah kalian
menjemput / menyambut kafilah dagang dan janganlah orang kota membeli barang
dagangan orang desa. Lalu aku bertanya pada Ibn Abbas apa yang dimaksud tidak
boleh membeli barang dari orang desa? Ia berkata dalam jual-beli tidak ada
simsar.”
Hadiṡ tersebut menerangkan bahwa, seseorang
yang membawa barang dagangan dari daerah lain, dengan alasan adanya perbedaan
harga barang dagangan di dua daerah tersebut, atau banyaknya permintaan pasar
di daerah yang akan di datangi. Kemudian penduduk asli daerah tersebut
menyambut mereka dengan tujuan untuk membeli barang dagangan tersebut dengan
harga yang lebih rendah dari harga ketika masuk ke pasar, demi memperoleh
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan tidak memberitahukan harga yang sedang
berlaku.
·
Keseimbangan
Pasar Dengan Talaqqi Rukban
Dengan adanya praktik talaqqi rukban oleh pedagang kota terhadap
penjual di luar kota, telah mengakibatkan menurunnya jumlah barang X yang
ditawarkan (Qo Æ Qtr). Dampak lebih lanjut harga akan meningkat di atas harga
keseimbangan pasar (Po Æ P1). Pada gambar II.3 kita dapat melihat bagaimana
dampak dari tindakan talaqqi rukban dan pengaruhnya terhadap pembentukan harga.
Dengan adanya pencegahan petani dari luar kota untuk melakukan transaksi di
dalam kota, maka kurva penawaran Sx akan berbelok vertical menjadi Str . Keseimbangan
baru akan terbentuk pada saat perpotongan antara Sx dengan Str , sehingga harga
di kota akan mengalami peningkatan dari Po menjadi P1 dan jumlah barang X yang
tersedia di pasar adalah Qtr. Inilah bukti bahwa tindakan talaqqi rukban tidak
hanya saja merugikan petani, tetapi telah merusak keseimbangan pasar berada
pada level yang lebih rendah. barang X yang tersedia di pasar adalah Qtr.
Inilah bukti bahwa tindakan talaqqi rukban tidak hanya saja merugikan petani,
tetapi telah merusak keseimbangan pasar berada pada level yang lebih rendah.
·
Dasar
Hukum Dan Pendapat Para Ulama’ Fiqih
Mengenai dasar hukum transaksi ini, dikemukakan dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Ṭawus dari Ibnu umar. Dalam hadiṡ ini dijelaskan mengenai
larangan talaqqi rukban dalam jual beli, serta larangan bagi orang kota yang
membeli barang dagangan orang desa, juga berisi tentang larangan menipu dalam
jual beli dan hendaknya mendahulukan kepentingan orang banyak daripada
kepentingan pribadi. Mengenai larangan dalam Talaqqi Rukban dari segi akadnya,
para ulama’ ahli fiqih sepakat mengenai buruknya transaksi ini, akan tetapi
mereka. menganggap fasadnya jual beli
dalam bentuk ini karena adanya ketimpangan informasi antara kedua belah pihak,
namun Syafi’iyah dan Ḥanabilah menetapkan bolehnya khiyar bagi penjual jika
telah masuk pasar. Sedangkan dari segi tempat terjadinya transaksi, ulama’
berbeda pendapat. Syafi’iyah dan Jama’ah berpendapat bahwa tidak ada talaqqi
rukban kecuali di luar daerah tersebut. Sedangkan menurut Imam Maliki dan Aḥmad
bin Ḥanbal, hukumnya makruh selama transaksinya terjadi di luar pasar. Mereka
berpendapat bahwasannya pelarangan ini, akan membawa muḍarat bagi penjual.
Hikmah yang dapat kita ambil dari pelarangan ini adalah pembelian
hasil panen, yang merupakan komoditi yang pokok dan dibutuhkan semua orang,
baik kaya maupun miskin harus dijual secara terbuka di pasar. Hal ini untuk
mencegah pembelian tunggal komoditi pokok tersebut kepada satu pihak, dengan
demikian pemerintah lebih mudah untuk mengontrol harga di pasar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tashriyah artinya mengikat kantong susu unta
betina atau kambing agar terlihat banyak. Sehingga orang mengira binatang
tersebut bersusu banyak. Pada tashriyah ini hampir sama dengan tanajush, yaitu
melakukan kebohongan hanya saja pada tashriyah ini dibuat barang tersebut
semenarik mungkin sehingga harganya melonjak.
Yang dimaksud dengan jual beli najsy adalah seseorang
sengaja membuat harga barang naik padahal ia tidak bermaksud membelinya, dan
dia mendorong yang lain untuk membelinya, akhirnya pun membeli atau ia memuji
barang yang dijualsehingga orang lain membeli padahal tidak sesuai kenyataan.
Yang dimasud ba’i
hadir lil baad adalah orang kota yang menjadi calo untuk orang desa
(pedalaman) atau bisa jadi bagi sesama orang kota. Sedangkan Talaqqi Rukban, Disebut juga Taqqi as-Silai', suatu
peristilahan dalam fiqh muamalah yang menggambarkan proses pembelian
komoditi/barang dengan cara mencegat orang desa (kafilah), yang membawa barang
dagangannya (hasil pertanian, seperti: beras, jagung, dan gula) sebelum sampai
di pasar agar ia dapat membeli barang di bawah harga yang berlaku di pasar.
Praktik ini dapat mendatangkan kerugian bagi orang desa yang belum
mengetahui/buta dengan harga yang berlaku dan ditetapkan dipasar
Daftar pustaka
Mardani.Ayat-Ayat
Dan Hadis Ekonomi Syariah.Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2011
[1] Mardani.2011.Ayat-Ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah.(Jakarta : PT
Rajagrafindo Persada), hlm 108-111.
No comments:
Post a Comment