Saturday, February 29, 2020

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL


. HAKIKAT HUKUM INTERNASIONAL
A.  ISTILAH, PENGERTIAN DAN ASAL USUL HUKUM INTERNASIONAL
Hukum internasional adalah suatu hukum yang tidak hanya mengatur hubungan antarbangsa atau antarnegara saja melainkan keseluruhan yang meliputi kaidah dan asas hukum tentang mengatur suatu hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara secara universal bukan yang bersifat perdata.[1] Secara umum juga dapat diartika sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional.[2]
Asal mula hukum internasional yang sudah ada sejak kurang lebih empat ratus terakhir ini mulai berkembang dari adat-istiadat dan praktek-praktek negara eropa modern. Walaupun hukum internasional dalam  pengertian modern baru berumur sekitar empat abad, tetapi akar-akarnya telah terdapat semenjak Yunani kuno dan zaman Romawi. Dizaman kekaisaran Romawi, berbeda dengan dengan Yunani kuno dimana hubungan internasional sudah ditandai dengan adanya negara-negara yang membuat berbagai macam perjanjian seperti perjanjian-perjanjian persahabatan, persekutuan, dan perdamaian. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi. Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis. Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel. Sedangkan hukum internasional dalam arti sekarang, baru berkembang pada asbad ke 16 dan 17 setelah lahirnya negara-negara dengan sistem modern di Eropa.



B.     SIFAT DAN WUJUD HUKUM INTERNASIONAL
Perwujudan hukum internasional dapat dilakukan secara bilateral, trilateral, regional, multilateral maupun universal. Dalam hal ini hukum internasional tidak ada badan formal legislatif di tingkat nasional yang memiliki wewenang membuat aturan perundang-undangan. Namun, bukan berarti tidak ada aturan atau hukum internasional yang dihasilkan dalam penyelesaian masalah tersebut. Jadi, Mayarakat internasional sendirilah yang membuat aturan tersebut. Apa hukum internasional benar-benar hukum ? Ada suatu teori yang telah memperoleh pengakuan yang luas yaitu bahwa hukum internasional bukan hukum yang sebenarnya, melainkan suatu himpunan kaidah perilaku yang hanya mempunyai kekuatan moral semata. Dalam hal ini juga terdapat sanksi yang menjelaskan adanya hukum internasional maka tedapat juga pemberian sanksi dan paksaan untuk mematuhi tersebut dengan tujuan agar suatu negara mematuhi hukum internasional.[3]
C.    HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI HUKUM YANG SESUNGGUHNYA
Dari mana kita tahu bahwa masyarakat menerima dan mengakui hukum internasional sebagai hukum ? Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti :
a)      HI banyak diterapkan dan dipraktekkan oleh pejabat luat negeri.
b)      Negara yang melanggar hukum internasional tidak mengatakan bahwa mereka melanggar hukum karena HI mengikat mereka.
c)      Mayoritas negara memartuhi hukum internasional.
d)     Ada lembaga penyelesaian hukum.
e)      Praktik HI dapat diterima kedalam hukum nasional negara.
D.    KEKUATAN MENGIKAT HUKUM INTERNASIONAL
Ada beberapa teori tentang dasar kekuatan yang mengikat dalam hukum internasional. Teori pertama, hukum alam yang merupakan hukum yang tidak diciptakan melainkan ditemukan di alam kemudian diturunkan kepada manusia lewat rasio atau akalnya. Teori kedua, Aliran hukum positif merupakan kehendak suatu negara. Walaupun setuju dan tidak setuju terhadap aturan tersebut, negara-negara yang baru lahir tersebut akan terikat pada aturan internasional itu. Teori ketiga, melalui pendekatan sosiologis dimana masyarakat sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan interaksi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan bersama untuk ketertiban dan kepastian hukum.
E.     KELEMAHAN HUKUM INTERNASIONAL
Faktor-faktor bahwa HI diakui masyarakat sebagai hukum yang sebenarnya dan dipatuhi selayaknya suatu aturan hukum adalah sebagai berikut :
Ø  Adanya suatu kebutuhan dan kepentingan bersama dengan jaminan kepastian hukum dan ketertiban.
Ø  Adanya biaya politik dan ekonomi yang harus di bayar jika melanggar HI.
Ø  Sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh negara lain, organisasi internasional dan pengadilan.
Ø  Adanya faktor psikologis dimana mereka takut dikecam atau dikutuk oleh pihak lain.
Kelemahan hukum internasional, meliputi :
Ø  Kurangnya Institusi formal penegak hukum.
Ø  Tidak jelasnya aturan-aturan HI.
F.     PERAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan HI, pertama adalah meningkatnya suatu jumlah negara baru akibat proses dekolonisasi. Kedua, munculnya berbagai organisasi internasional. Ketiga, diakuiya individu sebagai subjek HI. Keempat, perkembangan teknologi dan komunikasi. Kelima, semakin berperannya aktor non state dalam peraturan internasional. Keenam, faktor globalisasi. Ketujuh, seirin berjalannya globalisasi yang kemudian muncul isu-isu yang mengglobal.
G.    HUKUM INTERNASIONAL, NEGARA MAJU dan BERKEMBANG
Menurut Hikmahanto ada beberapa pemanfaatan HI sebagai instrumen negara politik yang meliputi :
1.      Sebagai pengubah konsep.
2.      Sebagai sasrana intervensi urusan domestik.
3.      Sebagai alat penekan.
4.      Di sisi lain hukum internasional juga dapat digunakan untuk menolak tekanan dari pihak lain.
B. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
A.    MACAM SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Sumber merupakan asal mula dan bahan yang bersifat aktual dimana oleh seorang ahli hukum dijadikan sebagai kaidah hukum yang berlaku terhadap kdekuatan tertentu.
Terdapat 5 sumber hukum yang menjadi kaidah dalam hukum internasional, yaitu :
1.      Kebiasaan.
2.      Traktat-Traktat.
3.      Keputusan-keputusan pengadilan atau pengadilan arbitrase.
4.      Karya-karya hukum.
5.      Keputusan-keputusan atau penetapan-penetapan lembaga-lembaga internasional.[4]
Dalam pasal 38 (1) Mahkamah Internasional menetapkan bahwa sumber hukum yang dipakai Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu perkara antara lain :
a.       Perjanjian Internasional
b.      Kebiasaan Internasional
c.       Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh negara berdab.
d.      Keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya.[5]
Sumber hukum materil meliputi :
1.      Kebiasaan (Custom)
Istilah kebiasaan dan adat istiadat sering digunakan secara bergantian namun pada dasarnya berbeda. Adat istiadat merupakan tahapan yang mendahului adanya kebiasaan yang belum  sepenuhnya memperoleh  pengesahan hukum. Sedangkan kebiasaan merupakan suatu adat istiadat yang telah memperoleh kekuatan hukum.[6]
Adapun kaidah kebiasan yang berasal dari adat istiadat yaitu :
·         Hubungan diplomatik antar negara-negara.
·         Praktek organ internasional.
·         Perundang-undangan negara, keputusan dan praktek militer serta administreasi negara.
2.      Traktat
Trakat dibedakan menjadi 2:
·         Traktat-traktat yang membuat hukum
Traktat ini pada hakikatnya tidak dapat dijadikan sebagai ketentuan yang memuat kaidah hukum internasional secara universal. Sehingga terpaksa kita harus menerima pembagian traktat dengan cara memuat kaidah-kaidah hukum internasional universal dan menetapkan kaidah-kaidah umum. Namun, penggunaan istilah ini teah dikritik oleh penulis denga alasan bahwa traktat-traktat ini tidak sepenuhnya menetapkan kewajiban hukum.[7] Dalam kritikanya penulis mengabaikan sejumlah konvensi dan perundang-undangan internasional yang sekarang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional. Mungkin sebutan traktat-traktat normatif lebih tepat untuk di pakai. Karena istilah ini meliputi :
·  Traktat-traktat berlaku sebagi instrumen-instrumen aturan secara umum dan dipakai negara-negara baik atas dasar de facto ataupun sementara.
·  Konvensi-konvensi yang tidak diratifikasi.
·  Traktat-traktat yang tertutup atau hanya ditandatangani oleh sejumlah negara tertentu saja.
·  Traktat-traktat yang merumuskan kaidah-kaidah hukum regional atau komunitas.
·  Instrumen yang dipakai negara peserta sebagai kaidah umum.[8]
·         Traktat-traktat kontrak
Suatu traktat antara dua atau hanya beberapa negara. Dalam traktat-traktat ini ini antara peserta dapat menjadi hukum khusus. Suatu traktat dianggap mempunyai nilai pembukti apabila ada suatu kaidah yang dikristalisasikan menjadi hukum melalui proses perkembangan diri sendiri.[9]
3.      Keputusan Pengadilan
Pasal 59 Statuta Mahkamah Internasional menegaskan bahwa Mahkamah tidak mengakui prinsip Preseden dan keputusan sebelumnya yang tidak mengikat secara teknis. Tujuannya adalah bahwa mencegah sebuah prinsip yang sudah dipakai Mahkamah dalam putusannya digunakan untuk negara lain atas kasus yang berbeda. Keputusan Mahkamah bukan merupakan sumber formal dari sumber hukum internasional. Keputusan Peradilan hanya memiliki nilai persuasif.Sementara keputusan peradilan nasional berfungsi sebagai acuan tidak langsung adanya opinio juris terhadap suatu praktek negara tertentu.
Hal yang sama juga berlaku untuk ajaran para ahli hukum internasional. Selain dilihat sebagai sebuah doktrin yang melengkapi interpretasi sebuah perjanjian, kebiasaan maupun prinsip umum hukum, sekaligus juga merupakan buki tidak langsung dari praktek dan opini juris dari suatu negara.

4.      Karya-Karya Hukum
Karya hukum merupakan sumber hukum yang berdiri sendiri. Walaupun terkadang terdapat opini yang mengatakan bahwa karya hukum hanya hukum yang mengarah ke pembentukan politik.[10] Meskipun ada beberapa penulis yang membantah tetapi pada dasarnya tidak diragukan lagi bahwa opini dapat dijadikan bukti yang bukan hanya sebagai kaidah kebiasaan yang telah ada, tetapi juga kaidah-kaidah kebiasaan yang harus dijalani waktu keberadaanya sehingga reaksi opini hukum sangat penting untuk membantu peralihan dari adat istiadat menjadi kebiasaan.
5.       Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.
Dalam hukum internasional kontemporer, ajaran para ahli berfungsi terbatas hanya dalam analisa fakt-fakta, pembentukan pendapat-pendapat dan kesimpulan-kesimpulan yang mengarah kepada terjadinya trend atau kecenderungan dalam hukum internasional. Tentu saja pendapat dan ajaran-ajaran tersebut bersifat pribadi dan subyektif, namun dengan semakin banyaknya ajaran yang menyetujui akan suatu prinsip tertentu maka bisa dikatakan akan membentuk suatu kebiasaan baru. Pendapat dari para pejabat di bagian hukum masing-masing negara, tidak bisa dianggap sebagai ajaran para ahli hukum internasional namun justru bisa dilihat sebagai bagian dari praktek negara-negara

B.     SUBYEK-SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL
Dalam pembentukan suatu negara maka perlu suatu subyek hukum yang mengatur negara tersebut. Dalam hukum internasional ada beberapa subyek internasional dengan unsur-unsur konstitutif sebagi berikut :
a.       Penduduk yang tetap
b.      Wilayah tertentu
c.       Pemerintahan
d.      Kedaulatan.[11]
1.      Penduduk yang tetap
Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa, agama maupun kebudayaan. Dalam penduduk terdapat tiga cara penetapan kewarganegaraan sesuai hukum nasional :
a.       Jus Sanguinis : Cara penetapan melalui keturunan.
b.      Jus Soli : Cara penetapan kewarganegaraan seseorang ditentukan melalui tempat kelahirannya dan bukan berdasarkan kewarganegaraan orang.
c.       memperoleh kewarganegaraan setempat setelah memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti mendiami negara tersebut dalam waktu yang cukup lama ataupun melalui perkawinan
Walaupun penentuan kewarganegaraan biasanya merupakan wewenang dari suatu negara, namun setelah berakhirnya Perang Dunia II hukum internasional memberikan perhatian khusus kepada individu-individu terutam menyangkut perlindungan atas haknya sebagi warga suatu negara.[12]
2.      Wilayah Tertentu
Dalam hukum internasional, tidak ada syarat penentuan wialayah untuk dapat dianggap sebagai unsur konstitusi negara. Wilayah suatu negara terdiri dari daratan, lautan dan udara.[13]
3.      Pemerintahan
Pemerintahan adalah suatu badan eksekutif dalam suatu negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk menyelenggarakan kegiatan yang ditugaskan rakyat kepada pemerintahan itu.[14]
4.      Kedaulatan
Sesuai dengan konsep internasional, kedaultan memiliki tiga aspek utama yaitu
·     Aspek Ekstern Kedaulatan adalah hak bagi negara yang secara bebas menentukan hubungan dengan berbagai negara tanpa adanya paksaan, tekanan ataupun pengawasan dari negara lain.
·     Aspek Intern Kedaulatan adalah hak atau wewenangan eksklusif dalam menentukan lembaganya, cara kerja serta tindakan untuk mematuhi.
·     Aspek Teritorial Kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimilik oleh suatu negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat diwilayah tersebut.
Disamping itu ada berbagai macam bentuk negara dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam suatu negara seperti negara kesatuan dan negara federal.[15]

C.    HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Dua teori yang dikenal adalah monisme dan dualisme. Menurut monisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan aspek yang sama dari suatu sistem pada umunya, sedangkan teori dualisme menjelaskan bahwa hukum internasional dan nasional terdapat dua sistem  hukum yang sama sekali berbeda dimana hukum internasional mempunyai karakter yang intrinsik dari hukum internasional.
a.       Walaupun kedua sitem hukum tersebut memilki istilah yang berbeda. Namu subyeknya tetap sam yaitu individu yang terrdapat dalam suatu negara.
b.      Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.[16]
Sedangkan menurut Triepel, terdapat dua perbedaan yang fundamental antara kedua sistem tersebut, yaitu
a.       Subyek-subyek hukum nasional adalah individu-individu, sedangkan subyek-subyek hukum internasional adalah semata-mata dan secara eksklusif hanya negara-negara.
b.      Sumber-sumber hukum yang berbeda : Sumber hukum nasional adalah kehendak negara itu sendiri, sedangkan sumber hukum internasional adalah kehendak bersama dari negara-negara.

D.    NEGARA SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL
a.    Pengakuan
Adanya konflik menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan bagi masyarakat internasional. Kemudian dalam hal ini timbul juga pengakuan terhadap negara baru atau pemerintahan baru.
Ada dua teori pokok mengenai hakikat, fungsi dan pengaruh pengakuan antara lain, yaitu :
a.  Menurut teori konstitutif, hanya tindakan pengakuanlah yang menciptakan status kenegaraan  yang melengkapi otoritas lingkungan internasional.
b. Menurut teori deklarator, status kenegaraan telah ada sebelum pengakuan dan asas ini juga tidak tergantung pada pengakuan.
Pengakuan dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.      Pengakuan Tidak Langsung
Dalam pengakuan tidak langsung atau diam-diam ini hanya diungkapkan apabila keadaan-keadaan secara tegas mengidentifikasi kemauan u ntuk menjalin hubungan secara resmi dengan negara baru. Seperti pengakuan de jure secara tidak langsung apabila penandatangan resmi melakukan suatu traktat bilkateral oleh negara yang mengakui dan yang diakui. Hal tersebut berarti perlu ada pengkajian secara seksam atas traktat bilateral dengan keadaan-keadaan sebelum implikasi pengakuan itu dianggap sah. Tidak hanya itu, hubungan diplomatik resmi dimulai antara negara yang mengakui dan diakui dan dikeluarkannya exequatur konsuler oleh negara yang mengakui konsul yang diakui.[17]
b.      Pengkuan Bersyarat
Akibat dari pengakuan ini maka menyebabkan apabilakewajiban-kewajiban itu tidak dipenuhi maka tidak akan menghapus pengakuan karena sekali pengakuan itu diberikan maka tidak dapat di tarik kembali.[18]
c.         Pengakuan Kolektif
Adanya keuntungandari pengakuan oleh tindakan kolektifinternasional atau media media lembaga internasional tidak dapat dibantah.[19]
Ada beberapa hal kelemahan-kelemahan hukum apabila ada suatu negara yang tidak diakui, antara lain :
a.   Negara tersebut tidak dapat berperkara di pengadilan negara yang belum mengakui negara tersebut.
b.   Tindakan-tindakan yang belum diakui pada umumnya tidak akan berakibat hukum di pengadilan negara yang belum mengakui negara tersebut.
c.   Perwakilannya tidak dapat menuntut imunitas dari proses peradilan.
d.  Harta kekayaan yang dimiliki oleh negara yang belum di akui maka dapat dimilki oleh wakil-wakil rezim yang telah di gulingkan.[20]
Disisi lain, juga terdapat sesuatu yang mengakibatkan pengakuan tersebut pasang surut. Di pengadilan-pengadilan inggris, berlakunya pasang surut pengakuan adalah sebagai berikut :
a.     Didasarkan pada eksestansi pada saat ada perkara dapat batal apbila sevbelum mendengar bahawa pemerintahan  tersebut mengakuyi adanya negara atau pemerintahan lain.
b.    Dapat dikesampingkan untuk pengajuan bandingnya apabila mengakui keberadaan negara atau pemerintahan lain.[21]
b.      Organisasi-Organisasi Internasional
Organisasi internasional merupakan subyek setelah adanya negara. Ada beberapa faktor perkembangan organisasi antar pemerintahan, yaitu :
a.   Meningkatkan kesadaran para pemimpin negara melalui kerja sama guna menghindari terjadinya konflik. Sehingga peningkatan kerja sama merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan hidup umat manusia.
b.  Kemajuan komunikasi dan transportasi yang cepat.
c.   Penyelesaian masalah-masalah humaniter sebagai dorongan pembentukan organisasi internasional.[22]
E.     HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian internasional merupakan instrumen yang paling utama yang menampung kehendak dan persetujuan negara atau subyek hukum internasional untuk mencapai tujuan bersama. Pembuatan perjanjian merupakan perbuatan hukum yang harus mengikat pihak-pihak yang membuat perjanjian itu.[23] Dengan begitu dapat dipastikan bahwa hukum internasional dibuat secara sah oleh subyek hukum internasional dan sifatnya yang mengikat. Mulai berlakunya suatu perjanjian  baik bilateral maupun multilateral pada umunya ditentukan ditentukan oleh klausa penutup dari suatu perjanjian itu sendiri.[24] Adapun batal dan berakhirnya suatu perjanjian karena bentuk perjanjian yang salah dan bertentangan dengan ketentuan hukum nasional dan kekeliruan mengenai unsur pokok.[25] Dalam perjanjian internasional dapat dilakukan melaui beberapa tahap yaitu perundingan, penandatanganan, dan pengesahan. Ada beberapa hal yang menjadi unsur yang terdapat dalam perjanjian internasional sebagai berikut :
a.       Adanya subyek hukum internasional.
b.      Rejim Hukum Internasional.
F.     PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Dalam penyelesian kasus sengketa secara damai ini ditandatamngani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1970, yang kemudian di kukuhkan oleh pasal 2 ayat 3 dalam Piagama PBB. Pada umunya hukum internasional dalam membedakan sengketa nasional adalah sifatnya yang berbeda yaitu sengketa politik dimana mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridik dan sengketa hukum dimana mendasrkan sengketa dari suatu perjanjian yang telah diakui oleh hukum internasional. Namun, dalam hal ini agak susah untuk membedakan apakah sengketa bersifat politik atau  bersifat hukum.[26]
G.    PERANAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KETERTIBAN DUNIA
Pada dasarnya peran hukum internasional lebih banyak tertuju pada cara-cara untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup internasional. Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan, yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Dewasa ini ada beberapa peran yang hukum internasional dapat mainkan dalam menyelesaikan sengketa:
a.    Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;
b.    Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
c.    Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
d.   Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan telah telah pula dijadikan sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat. Bahkan para sarjana masih menyadari adanya praktek negara yang masih menggunakan kekerasan atau perang untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini. Sebaliknya, cara damai belum dipandang sebagai aturan yang dipatuhi dalam kehidupan atau hubungan antar negara. Pada umumnya metode penyelesaian sengketa internasional digolongkan dalam dua kategori yaitu :
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai atau Bersahabat :
a.   Negoisasi    
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.  Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak.
b.     Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan.
c.      Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan nama fasilisator.
d.   Mediasi
Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara ataupun individu. Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan mediator.  Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa. Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa, informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal  3 dan 4 haque convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat terhadap suatu pihak (yang merasa merugikan).
e.      Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas karena ada aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat diwakkili oleh kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada para pihak.
f.       Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana dalam hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak.
g.       Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu yang penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial yang saat ini tersedia dalam masyarakat  inetrnasional adalah International Court of justice di the Haque yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice. Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis PBB.
Adapun penyelesaian dengan cara kekerasan antara lain :
a.  Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan mebebankan syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternative lain selain mematuhinya.
b.   Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya hubungan diplomati anta 2 negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain.
c.    Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orang-orang hungaria dari Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.
d.   Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadang-kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade. Tindakan ini merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade yang sifatnya fleksibel.


[1] J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 3.
[2] Boer Mauna.Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 1.
[3] J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 19.
[4] J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 42.
[5] Boer Mauna.Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 8.
[6] J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 45.
[7] Ibid., 52
[8] J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 52.
[9] Ibid., 55
[10] Ibid,. 61
[11] Boer Mauna.Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 17.
[12] Boer Mauna.Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 17-20
[13] Ibid,. 20-21
[14] Ibid., 21-23
[15] Ibid,. 23-38
[16] Boer Mauna.Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 12.
J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 173.
[17] J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 180.
[18] Ibid,. 181
[19] Ibid,. 182
[20] Ibid,. 192
[21] J.G.Starke.Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hlm. 195.
[22] Boer Mauna.Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 53.
[23] Ibid,. 82-83
[24] Ibid,. 124
[25] Boer Mauna.Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 149.
[26] Ibid,. 195

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...