Saturday, February 29, 2020

MAKALAH ALIRAN DAN PENAFSIRAN HUKUM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hukum merupakan suatu aspek yang wajib atau yang harus ada dalam suatu Negara karena hukum dapat mengatur tingkah laku ataupun kegiatan dalam masyarakat. Hukum dapat digunakan sebagai penegak kedisiplinan dan digunakan sebagai alat untuk membuat permasalahan dalam masyarakat terselesaikan.
Hukum dibuat untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan perilaku masyaraat seperti, saat masyarakat melakukan tidakan Kriminal ataupun kegiatan yang dapat membuat orang lain kehilangan Hak sebagai Warga Negara maka orang itu wajib mendapatkan hukuman. Pada kesempatan kali ini kami akan memaparkan tentang “ Aliran – Aliran Hukum “ dan yang kedua “ Penafsiran Dan Kontruksi Hukum Secara Praktis”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Aliran – Aliran Hukum yang terdapat di dalam proses peradilan.
2.      Apa itu Penaksiran Hukum
3.      Bagaimana Kontruksi Hukum Praktis

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami apa saja Aliran – Aliran Hukum yang terdapat dalam peradilan
2.      Untuk memahami apa itu Penafsiran Hukum
3.      Agar Mahasiswa dapat memahami Kontruksi Hukum Praktis

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Aliran – Aliran Hukum
Dalam praktik peradilan terdapat beberapa aliran  hukum yang mempunyai pengaruh luas bagi pengelola hukum dan proses peradilan. Aliran hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.      Aliran Legisme
2.      Aliran freie rechtslehre atau freie rechtsbewegung atau freie recthsschule
3.      Aliran rechtvinding ( Penemuan Hukum )[5]
Dalam pandangan aliran legisme  menyatakan bahwa semua hukum terdapat dalam undang – undang. Maksudnya diluar undang – undang tidak ada hukum. Dengan demikian, hakim didalam tugasnya hanya melakukan pelaksanaan undang – undang belaka ( wetstoepassing ), dengan cara juridische syllogisme,juridische syllogism adalah suatu dedukasi logis dari perumusan yang umum ( preposisi mayor ) kepada suatu keadaaan yang khusus ( preposisi minor ), sehingga sampai kepada suatu kesimpulan( konklusi).
Aliran freie rechtslehrel freiereichtsbewegungl freie recthsschule ( hukum bebas) adalah suatu aliran yang pandangannya berlawanan dengan aliran legisme. Aliran ini beranggapan bahwa, di dalam melaksanakan tugasnya, seorang hakim bebas melakukan sesuatu yang menurut undang-undang atau tidak. Hal ini dikarenakan pekerjaan hakim adalah menciptakan hukum.
Menurut aliran ini, hakim benar – benar sebagai pencipta hukum (judge made law), karena keputusan yang berdasarkan keyakinannya merupakan hukum. Oleh karena itu, memahami yurispudensi merupakan hal yang  primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan undang – undang merupakan hal yang sekunder.
Tujuan dari freie rechtslehre menurut R. Soeroso adalah sebagai berikut.
1.      Memberikan peradilan sebaik- baiknya dengan cara memberikan kebebasan kepada hakim tanpa terikat pada undang-undang, tetapi menghayati tata kehidupan sehari – hari.
2.      Membuktikan bahwa dalam undang – undang terdapat berbagai kekurangan dan kekurangan itu perlu di lengkapi.
3.      Mengharapkan agar hakim dalam memutuskan perkara didasarkan kepada rechts idée ( cita keadilan ).[6]
      Adapun aliran rectsviding adalah aliran yang berada di antara aliran legisme dan aliran freie rectsbewegung. Aliran ini berpendapat bahwa hakim terikat pada undang – undang, tetapi seketat sebagaimana pendapat aliran legisme, sebab hakim juga mempunyai kebebasan.
      Dalam hal ini kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat aliran freie recthsbewegung, sehingga hakim didalam melaksanakan tugasnya mempunyai kebebasan yang terikat (gebonden vrijheid), atau keterikatan yang bebas (vrije gebondenheid). Jadi, tugas hakimmerupakan upaya meelakukan recthsvinding, yakni menyelaraskan undang – undang pada tuntutan zaman.
      Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas terbukti dari adanya beberapa wewenang hakim, seperti penafsiran undang – undang, menentukan komposisi yang terdiri atas analogi,dan membuat pengkhususan dari suatu asas undang – undang yang mempuyai arti luas.
      Menurut aliran retchsvinding bahwa yurispudensi sangat penting dipelajari di samping undang – undang. Hal ini desebabkan oleh dalam yurisprudensi tidaklah lengkap. Namun demikian, hakim tidaklah mutlak terikat dengan yurisprudensi seperti di Negara  Anglo Saxon, tetapi juga mempunyai pengaruh di dalam pembentukan hukum, penemuan hukum dan penerapan hukum.
      Aliran yang berlaku di Indonesia adalah aliran rechtsvinding , bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara berpegang kepada undang – undang dan hukum lainnya yang berlaku yang belaku di dalam masyarakat secara kebebasan yang terikat ( gebonden vrijheid ) dan keterikatan yang bebas ( vrije gebondenheid ). Tindakan hakim tersebut berdasarkan pada pasal 20,22 AB junctis Paasal 5 ayat (1) dan Pasal (10) ayat (1) undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman merupakan merupakan proses pembentukan hukum.
Pasal 20 AB mengatakan bahwa : “Hakim harus mengadili berdasarkan undang – undang” Pasal 22 AB mengatakan bahwa :
 “Hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang –undangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap, dapat dituntut karena menolak untuk mengadili”. Senada dengan hal di atas, juga dijelaskan di dalam pasal 5 ayat (1) Undang – undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman berbunyi:
“Hakim dan hakim konstisusi wajib menggali,mengikuti,dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
Kemudian Pasal 10 ayat (1) Undang – undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman berbunyi : “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa ,mengadili, dan memutuskan suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
      Untuk mengimplementasikan pasal di atas, maka Hakim dituntut berpikir dan memiliki integritas dan kepribadian yang baik,jujur,adil,professional, dan berpengalaman di bidang hukum. Hal teramat penting adalah bahwa hakim dalam menjalankan tugas dan fungsinya, wajib menjaga kemandirian pengadilan.

B.  Penafsiran dan Anatomi Metode Tafsir
            Penafsiran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hukum dan ilmu hukum. Penafsiran merupakan metode untuk memahami makna yang terkandung dalam teks – teks hukum untuk dipakai dalam menyelesaikan kasus – kasus atau mengambil keputusan atas hal – hal yang dihadapi secara konkret. Disamping itu, dalam bidang hukum tata Negara, penafsiran judicial interpretation ( penafiran oleh hakim ), dapat berfungsi sebagai metode perubahan konstitusi dalam arti menambah, mengurangi, atau memperbaiki, makna yang terdapat dalam suatu text undang – undang dasar.seperti dikemukakan oleh K.C.Wheare, undang – undang dasar. Seperti melalui: (i) formal amandement; (ii) judicial interpretation; dan (iii) Constitusional usage and convention.[7]
            Dikarenakan pentingnya hal tersebut di atas, maka dalam setiap buku teks ilmu hukum lazim diuraikan adanya berbagai metode konstrusi. Dalam hal ini, metode konstruksi dianggap tidak termasuk ke dalam pengertian penafsiran. Akan tetapi, ada pula sarjana yang menggangap metode konstruksi itu tiada lain merupakan varian saja atau termasuk bentuk lain dari metode penafsiran juga sehingga macam dan jenis metode penafsiran itu pun dikelompokan secara berbeda dan sarjana lainnya.[8]
Kesembilan teori penafsiran tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Teori penafsiran lerrerlijk atau harfiah ( what does the word mean?)
            Penafsiran yang menekankan pada arti atau makna kata – kata yang tertulis.
2)      Teori penafsiran gramatikal atau interpretasi bahasa (what does it linguistically mean?)
            Penafsiran yang menekankan pada makna teks yang di dalamnya kaidah hukum dinyatakan. Penafsiran dengan cara demikian bertolak dari menurut pemakaian bahasa sehari – hari atau makna teknis-yuridis yang lazim atau dianggap sudah baku.[9]
3)      Teori penafsiran history (what is historical background of the formulation of a text)
            Penafsiran history mencakup dua pengertian, yaitu: (i) penafsiran sejarah perumusan undang – undang; dan (ii) penafsiran sejarah hukum.Penafsiran pertama di fokuskan diri pada latar belakang sejarah perumusan naskah, yaitu pendekatan yang dibutuhkan adalah kajian mendalam tentang notulen – notulen rapt, catatan – catatan pribadi peserta rapat atau wawancara khusus yang yang sengaja dilakukan untuk keperluan mnelaan peristiwa yang bersangkutan. Yang kedua  mencari makna yang berkaitan dengan konteks kemasyarakatan masa lampau dalam pencarian makna tersebut juga kita merujuk pendapat – pendapat pakar dari masa lampau, termaksuk pula merujuk kepada norma – norma hukum masa lalu yang masih relevan.
4)      Teori penasiran sosiologi ( what does social context of the event to be legally judged )
            Konten social ketika suatu naskah dirumuskan dapat dijadikan perhatian untuk menafsirkan naskah yng bersangkutan. Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat acapkali memengaruhi legislative ketika naskah hukum itu dirumuskan.
5)      Teori penafsiran sosio-histori (asbabun nuzul dan asbabul wurud what does the social context begind the formulation of the text)
            Berbeda dengan penafsiran sosiologis, penafsiran sosio-histori memfokuskan pada konteks  sejarah masyarakat yang mempengaruhi rumusan naskah hukum. Misalnya ide persamaan dalam text konstitusi dalam republik V prancis.
6)      Teori penafsiran filosofis ( what is philosophical thought behind the ideals formulated in the text )
            Penafsiran dengan fokus perhatian  pada aspek filosofis
7)      Teori penafsiran teleologis ( what does the articles would like to achieve by the formulated text )
            Penafsiran ini difokuskan penguraian atau formulsi kaidah – kaidah hukum menurut tujuan dan jangkauanya. Tekanan takfisran pada fakta bahwa pada kaidah hukum terkandung tujuan atau asas sebagai landasan dan bahwa tujuan dan atau asas tersbut mempengaruhi interpretasi.
8)      Teori penafsiran holistic
            Penafsiran ini mengaitkan suatu naskah hukum dengan konteks keseluruhan jiwa dari naskah tersebut.
9)      Teori penafsiran holistik tematik-sistematik (what is the theme of the articles formulated, or how to underland the articles systematically according to the grouping of the formulation)
            Disamping itu, dalam perkembangan pemikiran dan praktik penafsiran hukum di dunia akhir-akhir ini, telah berkembang pula berbagai corak dan tipe baru dalam penafsiran hukum dan konstitusi di berbagi Negara. Oleh karena itu, berbagai pandangan sarjanah mengenai ragam metode penafsiran itu, perlu kita himpun dan kita sarikan sebagaimana mestinya.
            Dalam penerapan hukum selain penafsiran, seperti telah diuraikan sebelumnya, dikenai pula kegiatan penemuan hukum atau metode kontruksi. Metode ini digunakan ketika juris ( hakim, penuntut umum, dan pakar hukum) menghadapi ketiadaan atau kekosongan aturan untuk menyelesaikan prinsipnya adalah reaksi terhadap situasi – situasi  problematika yang dipaparkan dalam peistilahan hukum. Tujuannya adalah member jawaban terhadap persoalan - persoalan dan mencari penyelesaian sengketa konkret. Tentang penemuan hukum ini sebagai pakar memisahkannya dari penafsiran hukum.Tujuannya adalah memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan dan mencari sangketa konkret.[10]
            Kontruksi hukum menurut teori dan praktik dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu:
1)      Analogi atau Metode argumentum per anologium
      Cara kerjanya, metode ini diawali dengan pencarian esensi umum suatu peristiwa hukum yang ada dalam undang – undang, esensi yang diperoleh kemudian dicoba terhadap peristiwa yang dihadapi. Apakah peristiwa itu memiliki kesamaan prinsip dengan prinsip yang terdapat dalam esensi umum tdi.
2)      Metode argumentum a contrario
      Ini digunakan jika ada ketentuan undang – undang yang mengatur hal tertentu untuk peristiwa tertentu sehingga untuk hal lain yang sebaliknya dapat ditafsirkan sebaliknya.
3)      Metode Penyempitan Hukum
      Misalnya “perbuatan melawan hukum” dapat dipersempit artinya untuk peristiwa tertentu yang temaksuk perbuatan melawan hukum sehingga terdapat peristiwa yang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum.
4)      Fiksi Hukum
                                                Terlepas dari berbagai macam metode atau teori penafsiran di atas, suatu hal yang perlu menjadi perhatian serius adalah bahwa, hukum baik yang tertuis maupun tidak tertulis, adalah konsep yang berasal dari kata – kata yang dahulunya diucapkan oleh satu,dua,atau lebih banyak orang yang kemudian disusun  dalam kalimat.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Kita dapat mengetahui tentang aliran – aliran yang ada di dalam hukum bagaimana wewenang dan apa saja yang boleh dilakukan oleh hakim dan penegak hukum dalam memutuskan masaslah yang terjadi. Dan kita ketahui aliran – aliran tersebut antara lain adalah Aliran Legisme, Aliran freie rechtslehre atau freie rechtsbewegung atau freie recthsschule, Aliran rechtvinding ( Penemuan Hukum ).
       Serta dapat mengetahui tentang penafsiran serta dalam penerapan hukum selain penafsiran, seperti telah diuraikan sebelumnya, dikenai pula kegiatan penemuan hukum atau metode kontruksi.
B.     Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak sekali kekurangannya. Maka dari itu berharap kepada pemabaca untuk memberikan masukan maupun sangahan kepada kami tentang makala yang kami buat. Akhir kata Wabilihitaufiq Walhidayah Wassalamualaikum Wr.Wb



DAFTAR PUSTAKA
PROF.DR.JIMLY ASSHIDDIQ,SH., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Ed.1 – Cet.5 – Jakrata: Rajawali Pres 2013.
Prof.Dr.Satjipto Rahardjo, S.H., Ilmu Hukum,, Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI 2014.
Muhammad Erwin S.H., M.Hum., Filsafat Hukum, Edisi revisi, Cet.4, Jakarta: Rajawali Pers 2015.
Prof.Dr.Yunasril Ali,M.A.,Dasar – Dasar Ilmu Hukum.- ed. Rev. – Cet.1, - Jakarta: Sinar Grafika,2016.


[5] R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta:sinar grafika,1996), hlm.87.
[6] R.Soeroso, bid, hlm.89.
[7] Wheare, Op. Cit.
[8] Aspek – aspek perkembangan kekuaaan kehakiman di indonesia,(Yogyakarta: UII Press,2005),hlm.131-134.
[9] Ibid., hlm.26.
[10] J.A.Pointer,Op.Cit.

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...