Saturday, February 29, 2020

MAKALAH ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
            Pengertian islamisasi ilmu pengetahuan sangatlah beragam Islamisasi ilmu adalah upaya untuk menghubungkan kembali ilmu pengetahuan dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali sunnatullah (hukum alam) dengan Al-Quran. Sedangkan menurut Ismail Raji al-Faruqi memberikan definisi Islamisasi ilmu adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu, atau tepatnya mengahasilkan referensi-referensi pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan  kembali disiplin-disiplin ilmu modern dalam wawasan keislaman, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua sistem pengetahuan, yaitu Islam dan Barat. Terdapa tiga pendekatan dalam melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu : pendekatan labelisasi /ayatisasi, pendekatan aksiologis, dan pendekatan penerapan nilai-nilai Islam dan Konsep Tauhid. Untuk memberikan arah yang jelas islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi memberikan prinsip dasar dan strategi yang akan kami bahas pada bab pembahasan serta terdapat juga tantangan dalam islamisasi ilmu pengetahuan

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari Islamisasi ilmu pengetahuan?
2.      Apa saja pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan?
3.      Apa realisasi islamisasi ilmu pengetahuan?
4.      Apa tantangan dalam Islamisasi ilmu pengetahuan?

1.3  TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan.
2.      Untuk mengetahui pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan.
3.      Untuk mengetahui realisasi serta tantangan dalam islamisasi ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
Islamisasi ilmu adalah upaya untuk menghubungkan kembali ilmu pengetahuan dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali sunnatullah (hukum alam) dengan Al-Quran, yang kedua pada hakikatnya merupakan ayat-ayat Tuhan.Pengertian tersebut didasarkan atas pernyataan bahwa Ayat-ayat Tuhan terdiri dari dua hal, yakni;
1) ayat-ayat yang bersifat linguistik, verbal dan menggunakan bahasa insani, yaitu Al-Quran, dan
2) ayat-ayat yang bersifat nonverbal yakni berupa gejala alam.
Sedangkan menurut Ismail Raji al-Faruqi memberikan definisi Islamisasi ilmu adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu, atau tepatnya mengahasilkan referensi-referensi pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan  kembali disiplin-disiplin ilmu modern dalam wawasan keislaman, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua sistem pengetahuan, yaitu Islam dan Barat.
Pengertian yang dikemukakan oleh al-Faruqi tersebut, tampaknya lebih jelas dan operasional dari dua pengertian yang dikemukakan sebelumnya, karena ia memberikan langkah-langkah yang lebih bersifat operasional bagi terlaksananya program islamisasi ilmu tersebut. Sedangkan menurut Naquib al-Attas, sedikit berbeda dengan beberapa definisi sebelumhya terutama yang dikemukakan oleh Nashr, Al-Attas memandang bahwa islamisasi ilmu berkenaan dengan perubahan ontologis dan epistemologis, terkait dengan cara pandang dunia yang merupakan dasar lahirnya ilmu dan metodologi yang digunakan agar sesuai dengan konsep Islam. Ia mengemukakan definisi sebagai berikut: Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu upaya membebaskan ilmu pengetahuan dari makna, ideologi, dan prinsip-prinsip sekuler, sehingga dengan demikian akan terbentuk ilmu pengetahuan baru yang sesuai dengan fitrah keislaman.Definisi yang dikemukakan oleh Al-Attas tersebut di atas, memberikan penekanan terhadap upaya pembebasan ilmu dari berbagai pengaruh makna ideologi dan paham sekuler. Hal ini dapat dipahami karena memang Al-Attas memandang bahwa ilmu pengetahuan yang tersebar di seluruh jagad raya ini, termasuk di dunia Islam adalah ilmu pengetahuan yang sudah dipolakan dalam watak dan kepribadian kebudayaan Barat yang sekuler. Statemen ini setidaknya telah ditegaskan oleh banyak ilmuan Muslim seperti Ismail Raji al-Faruqi, Abu A„la al-Maududi,Sayyed Husein Nashr dan lain-lain. Melihat situasi yang demikian Al-Attas menganjurkan gerakan islamisasi ilmu pengetahuan yang kemudian mendapat respon positif dari berbagai kalangan intelektual Muslim.Naquib al-Attas.

2.2 PENDEKATAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
Ketika mendengar istilah Islamisasi Ilmu pengetahuan, ada sebuah kesan bahwa ada sebagian ilmu yang tidak Islam sehingga perlu untuk diislamkan. Dan untuk mengislamkannya maka diberi-kanlah kepada ilmu-ilmu tersebut label "Islam" sehingga kemudian munculah istilah-istilah ekonomi Islam, kimia Islam, fisika Islam dan sebagainya. Bahkan ada sebagian orang yang ceroboh menganggap Islamisasi sebagai suatu proses yang berkaitan dengan objek-objek
eksternal, kemudian mengaitkannya dengan komputer, kereta api,mobil bahkan bom Islam.Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara jelas diterangkan oleh al-Attas, yaitu:”Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, budaya nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belenggu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Islamisasi juga pembebasan akal manusia dari keraguan (shak), dugaan (dzan) dan argumentasi kosong (mira’) menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual, intelligible dan materi.
Islamisasi akan mengeluarkan penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dari ideologi, makna dan ungkapan sekuler. Dengan Islamisasi ilmu pengetahuan, umatIslam akan terbebaskan dari belenggu hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga timbul keharmonian dan kedamaian dalam
dirinya, sesuai dengan fitrahnya.Sejalan dengan itu Mulyadhi Kartanegara menyatakan bahwa kata Islam dalam ”islamisasi” sains, tidak mesti dipahami secara ketat sebagai ajaran yang harus ditemukan rujukannya secara harfiah dalam al-Qur’an dan hadist, tetapi sebaiknya dilihat dari segi spiritnya yang tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran fundamental Islam.
Implementasi Islamisasi ilmu pengetahuan di dunia Islam, mempunyai  banyak ragam pendekatan. Setidaknya terdapat tiga pendekatan dalam melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu : pendekatan labelisasi /ayatisasi, pendekatan aksiologis, dan pendekatan penerapan nilai-nilai Islam dan Konsep Tauhid.

A.    Pendekatan Labelisasi / ayatisasi
 Islamisasi dengan pendekatan demikian adalah memberikan label Islami pada suatu teori atau ilmu pengetahuan tertentu. Pendekatan labelisasi berdasarkan pada asumsi bahwa Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang bisa memberi penjelasan tentang segala sesuatu, sebagaimana dinyatakan dalam Al- Qur’an Surat an Nahl ayat 89 ”.....dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al- Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslim)” (An Nahl : 89). Menurut Quraish Shihab, ayat ini menegaskan bahwa Al Qur’an tidak meninggalkan sedikit pun atau lengah dalam memberikan keterangan mengenai segala sesuatu (Shihab, 1992: 52). Berangkat dari pemahaman ini, maka segala bidang ilmu pengetahuan dapat dicari informasinya dari Al Qur’an sehingga bisa dilakukan labelisasi terhadap suatu teori. Dalam pendekatan ini, ilmu pengetahuan danIslam tidak bertentangan. Tokoh yang melakukan pendekatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan demikian antara lain Maurice Bucaille, dengan karyanya antara lain Bibel, Qur’an, dan Sains modern. Bucaille, seorang dokter ahli bedah Perancis yang kemudian masuk Islam, menyatakan bahwa tidak ada satu ayat pun yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan sebaliknya semua teori ilmu pengetahuan dapat dicari rujukannya dalam Al Qur’an (Shihab, 1992: 66). Dalam konteks membangun rasa percaya diri, sebagai hujjah kebenaran Islam dan untuk memantapkan keimanan, pendekatan labelisasi, mungkin cukup bermanfaat. Tapi dalam kerangka menyusun bangunan ilmu pengetahuan dan pembangunan peradaban pendekatan ini kurang memberi nilai guna. Untuk itu, Al-Attas menolak pandangan bahwa Islamisasi ilmu bisa tercapai dengan labelisasi sains dan prinsip Islam atas ilmu sekuler. Menurut beliau,usaha yang demikian hanya akan memperburuk keadaan dan tidak ada manfaatnya selama "virus"nya masih berada dalam tubuh ilmu itu sendiri sehingga ilmu yang dihasilk
an pun jadi mengambang, Padahal tujuan dari Islamisasi itu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan.

B.     Pendekatan Aksiologis
Pada pendekatan ini, Islamisasi dilakukan dengan cara menjadi-kan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan (aksiologi), tanpa mempermasalahkan aspek ontologis dan epistemologis ilmu pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu pengetahuan tidak dipermasalahkan, yang dipermasalahkan adalah orang yang meng-gunakan ilmu pengetahuan tersebut, Pendekatan Islamisasi demikian, bertumpu pada aspek manusianya. Manusia sebagai pengguna ilmu pengetahuan akan menentukan ke arah mana ilmu pengetahuan dan teknologi diguna-kan. Dalam pendekatan ini diasumsikan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah netral. Manusia, sebagai user-lah yang akan memberi nilai, dan akan menentukan apakah ilmu pengetahuan membawa manfaat atau sebaliknya membawa mudharat. Islamisasi dalam ranah ini dilakukan terhadap manusianya, agar memiliki komitmen yang tinggi untuk mengamalkan agama dengan teguh dan istiqomah serta menguasai bidang keahliannya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi bisa memberi manfaat besar bagi umat manusia, dan bukan sebaliknya membawa bencana bagi kemanusiaan. Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan dengan pendekatan ini dianut antara lain oleh Fazlur Rahman dan Harun Nasution. Model pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan demikian, menyisakan
permasalahan yang cukup mendasar. Ilmu pengetahuan dan teknologi pada kenyataannya tidak bisa dipisahkan antara epistemologis, ontologis dan aksiologisnya. Sehingga, melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan hanya dari sisi aksiologis, tanpa menyentuh aspek epistemologis dan ontologis merupakan suatu hal yang sulit kalau tidak bisa dikatakan tidak mungkin. Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berada di tangan manusia yang tidak Islami, sehingga mengisi
sisi aksiologinya merupakan pekerjaan yang sangat berat.

C.    Pendekatan Internalisasi Nilai-nilai Islam dan Konsep Tauhid
Dalam pendekatan ini, Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai Islam kedalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi. Asumsinya adalah ilmu pengetahuan tidaklah netral, tetapi penuh muatan-muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang merancangnya. Jadi Islamisasi ilmu
pengetahuan dan teknologi dilakukan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, bukan hanya pada sisi penggunaannya. Pendekatan model demikian cukup idealis, dan bisa memberi solusi bagi umat Islam dalam melepaskan diri dari belenggu ilmu pengetahuan modern yang didominasi barat. Gagasan Islamisasi ilmupengetahuan dengan pendekatan ini antara lain dianut oleh Naquib alAttas, Ziaudin Sardar dan AM Syaefuddin.Pendekatan penerapan konsep Tauhid, merupakan penegasan dari pendekatan penerapan nilai-nilai Islam. Pada pendekatan ini,Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dengan menjadikan konsep
Tauhid sebagai paradigma bangunan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Dalam konsepsi Tauhid, ilmu pengetahuan padahakekatnya adalah dari Allah, yang disebut ilmullah. Allah sebagai Al Kholiq, pencipta alam semesta ini, Ia Maha Mengetahui segalanya dari yang paling kecil hingga yang paling besar, yang ghoib maupun yang nyata. Karena itu Allah merupakan sumber ilmu pengetahuan. Ia adalah Al’Aliim (Maha Mengetahui) Al Qur’anSurat Al Hadid ayat ayat 4, menegaskan hal ini.Islamisasi Ilmu Pengetahuan “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ́arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan” (Al Hadid : 4). Hal yang senada juga bisa dilihat dalam Al Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 22.“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al Hasyr : 22). Karena Rahman dan Rahim-Nya, pengetahuan yang dimiliki Allah diberikan kepada manusia. Ada dua jalan , yaitu melalui jalur resmi atau formal (thoriqoh rusmiyyah) dan jalur tidak resmi / tidak formal (thoriqoh ghoiro rusmiyah). Yunahar Ilyas dalam Kuliah Aqidah Islam menyatakan bahwa, Allah sebagai Dzat yang mengetahui segala sesuatu, baik yang ghoib maupun nyata. Secara formal Allah memberikan pengetahuan-Nya kepada manusia melalui wahyu, yang diturunkan melalui Rasul. Ini merupakan ayat-ayat qauliyah. Ayat-ayat qauliyah secara nash mempunyai kebenaran mutlak, dan menjadi pedoman hidup (minhajul hayat) manusia dan tidak berubah dari awal diturunkannya ayat Al Qur’an kepada Nabi SAW hingga hari kiamat (Ilyas,1999: 65). Pemberian informasi melalui jalur tidak resmi adalah dengan mentafakuri, mentadaburi dan melakukan penelitian terhadap alam raya. Alam raya dan segala isinya berikut keajaiban-keajaibannya dinamai Al Qur’an sebagai ayat atau ayat kauniyah atau tanda-tanda bagi keesaan dan kekuasaan Allah (Shihab, 1997: 21). Dengan informasi yang diterima, manusia memperoleh ilmu pengetahuan. Dan dengan informasi yang diper-oleh, akan semakin mendalam ilmunya dan semakin meningkat pula keimanannya, seperti yang diisyaratkan dalam Al Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 164.“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan,dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Al Baqoroh : 164).
ISARAH
Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan dengan pendekatan tauhid merupakan gagasan yang paling idealis dan banyak didukung banyak pihak. Ismail Raji al-Faruqi merupakan tokoh utama pembawa gagasan ini. Menurut al-Faruqi, Islamisasi adalah usaha "untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-
tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita)." Dan untuk menuangkan kembali keseluruhan khazanah pengetahuan umat manusia menurut
wawasan Islam, bukanlah tugas yang ringan yang harus dihadapi oleh intelektual-intelektual dan pemimipin-pemimpin Islam saat ini. Untuk melandingkan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, "prinsip tauhid" merupakan prinsip yang digunakan sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan cara hidup Islami.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan dikembangkan oleh al-Faruqi menjadi lima macam kesatuan, yaitu Kesatuan Tuhan, Kesatuan ciptaan, Kesatuan kebenaran dan Pengetahuan, Kesatuan kehidupan, dan Kesatuan kemanusiaan (Al Faruqi, 1984: 55). Untuk merealisasikan Islamisasi ilmu pengetahuan al-Faruqi menggariskan satu kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka Islamisasi ilmu, tujuan yang dimaksud adalah:
1)      Penguasaan disiplin ilmu modern
2)      Penguasaan khazanah Islam,
3)      Mem- bangun relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu modern,
4)      Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatifdengan ilmu-ilmu modern
5)      Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah (Al-Faruqi, 1984: 98).
. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, al-Faruqi menyusun 12 langkah yang harus ditempuh terlebih dahulu. Langkah-langkah tersebut adalah:
1)      Penguasaan disiplin ilmu modern: prinsip, metodologi, masalah, tema dan perkembangannya
2)      Survei disiplin ilmu
3)      Penguasaan khazanah Islam: sebuah ontologi
4)      Penguasaan khazanah ilmiah Islam: tahap analisis
5)      Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu
6)      Penilaian secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat perkembangannya di masa kini
7)      Penilaian secara kritis terhadap khazanah Islam dan tingkat perkembangannya dewasa ini
8)      Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
9)      Survei permasalahan yang dihadapi manusia
10)  .Analisis dan sintesis kreatif
11)  .Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam
12)  .Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan.
Model Islamisasi ilmu pengetahuan dengan pendekatan tauhid pernah dipraktekkan oleh umat Islam pada zaman klasik yang membawa kemajuan bagi peradaban manusia. Dengan pendekatan tauhid, lahir banyak sosok ilmuwan yang ensiklopedik dan integrated, yaitu sosok ilmuwan yang selain sebagai ulama ahli ilmu agama (misalnya ahli fiqih), juga sebagai ahli dalam bidang filsafat, kedokteran atau matematika. Ini misalnya tampak pada sosok Ibnu Sina, Ibnu Rusyd atau Al Razi . Para ilmuwan pada masa itu melakukan Islamisasi ilmu
pengetahuan berangkat dari Al-Qur’an dan pemahaman konsepsi Tauhid yang mendalam. Mereka adalah sosok ulul albab sejati yang mempunyai kemampuan memadu dzikir dan fikir secara komprehensif. Ibnu Sina, misalnya yang dikenal sebagai ahli kedokteran, adalah seorang yang sudah hafal Al Qur’an pada usia 9
tahun. Beliau menguasai tafsir Al Qur’an, ilmu kalam, filsafat dan kedokteran. Ilmu kedokteran yang dikembangkan, berdasarkan pada konsep dia tentang jiwa manusia yang terdiri dari unsur jiwa dan rohani. Konsep ini berpijak pada filsafatnya yang mengacu pada Al-Qur’an. Maka pengobatan yang beliau kembangkan tidak hanya menggunakan pendekatan fisik, tetapi terpadu dengan konsep jiwa. Ilmu kedokteran yang dikembangkan bukan hanya terpaku pada
analisis yang serba mekanis akademis, melainkan dengan pendekatanyang komprehensif. Model Islamisasi dengan pendekatan tauhid merupakan model yang sangat ideal dan banyak mendapat dukungan. Oleh sebagian kalangan model demikian dikatakan terkesan utopis dan sulit dilaksanakan, tetapi sebagaian
banyak kalangan pula beranggapan bahwa megaproyek ini merupakan suatu keniscayaan untuk direalisasikan. Tak dapat disangkal Islamisasi dengan pendekatan tauhid merupakan megaproyek dalam rangka membangun peradaban
umat manusia rabbani yang lebih adil, harmonis, dan mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.

2.3 REALISASI ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
            Penyebutan islamisasi ilmu pengetahuan, sebagaimana dikemukakan Dawam Rahardjo, seorang sarjana kelahiran palestina yang kini bermukim di Amerika serikat. Fenomena Islamisasi pada seluruh aspek kehidupan dapat dilihat sebab-sebabnya sebagai berikut
            Pertama, bahwa kehidupan modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diakui telah memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia dalam segala bidang: transportrasi, omunikasi, konsumsi, pendidikan, dan sebagainya. Namun bersamaan dengan itu kemjuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut telah mnimbulkan berbagai dampak negatif berupa timbulnya persaingan dan gaya hidup yang menghalalkan segala cara, termasuk didalamnya penjajahan kedaulatan negara lain. Masyarakat menganggap bahwa semua masalah dapat diselesaikan hanya dengan materi, sehingga materi menjadi raja dan orang memujanya. Kehidupan yang demikian itu kini sudah mulai menunjukan kegagalannya. Umat manusia merasakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, yaitu pegangan hidup yang bersumber dari nilai-nilai universal dan absolut yang berasal dari pencipta-Nya, yaitu Tuhan. Ditengah-tengah kehidupan yang penuh dinamika dan persaingan ini, ia tampak sendirian, tidak punya pegangan hidup, dan rapuh, akibatnya dalam keadaan yang demikian itu, maka ketika ia menghadapi masalah yang diluar batas kesanggupannya ia mulai goyah, mencari pegangan hidup yang rapuh dan sifatnya sesaat, seperti hiburan, minum minuman keras dan sebagainya. Mereka telah menunggalkan fitrah dirinya sebagai makhluk yang memerlukan agama. Dalam keadaan yang sedemikian itu, maka manusia membutuhkan agama. Inilah salah satu alasan kembalinya manusia kepada agama.
            Kedua, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah masuk ke dalam sistem kehidupan dengan berbagai fariasinya. Bagi masyarakat modern yang tinggal di perkotaan kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian besar. Muliai dengan peralatan rumah tangga, peralatan masak-memasak, transportrasi hingga peralatan komunikasi dan peralatan perang lainya sudah menggunakan ilmu pegetahuan dan teknologi. Demikian pula masyarakat yang tinggal di pedesanpun sudah mulai bergantung pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejumlah peralatan membajak sawah, mulai menggunkan teknologi. Kecenderungan msayarakat yang demikian boleh-boleh saja, bahkan seatu keharusan, mengingat manusia secara fitrah cenderung kepada jal0hal yang membawa kepada kemudahan. Misalnya kita bisa membayangkan sekian puluh tahun yang lalu ketika di desa belum ada listrik. Ketika membutuhkan air harus pergi kesungai, atau mengambil dari mata air di pinggir tebing yang harus berjalan kaki dari rumahnya berkilo-kilometer dengan menggunakan peralatan seadanya, atau ,maksimal harus menimba air dari sumur puluhan meter dalamnya. Tapi sekarang ini ketika listrik masuk desa, dan mesin pompa air sudah masuk orang dengan mudah mendapatkan air. Ilmu pengetahuan dan teknologi benr-benar telah memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi manusia. namun ilmu penetahuan saja tidaklah cukup. Ia memang benar dapat mempercepat manusia sampai pada tujuan. Namun ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mengetahui tujuan apa yng harus dicapainya. Agamalah yang memberitahu tentang tujuan yang harus di capai oleh ilmu pengetahuan. Ensten pernah mengingatkan melalui pernyataan bahwa ilmu pengetahuan tanda agama adalah buta.
            Ketiga, islamisasi ilmu pengetahuan juga terjadi sebagai respon terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasal dari barat dengan sifat dan karakternya yang sekuler. Materialistis dan ateis. Ilmu pengetahuan yang demikian boleh diterima dan di manfaatkan oleh umat islam setelah ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut diarahkan oleh nilai-nilai islam yang dijamin akan membawa kepada kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat. Nilai-nilai islam yang dimaksud adalah nilai yang membawa kepatuahan kepada Tuhan, menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, tolong menolong, bantu membantu antaara manusia dan seterusnya.
            Keempat, bahwa islamisasi dewasa ini menjadi salah satu tumpuhan umat mnusia dalam menyelamatkan kehidupanya bencana kehancuran. Islam sebagai sistem nilai yang telh teruji keampuhanya dlam sejarah, mulai dipertimbangkan kembali untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. salah satu aspek kehidupan yang sangat amat besar pengaruhya dan paling mudah dimasuki paham lain yang menyesatkan adalah paham ekonomi yang dterapkan kehidupan ekonomi berpengaruh terhadap aspek kehidupan sosial, gaya dan pola hidup, lingkungan, pendidikan, dan sebagainya. Dengan meningkatnya ekomomi seseorang, maka makin meningkatkan pula kehidupan pada sektor lainya. Namun faktanya menunjukan bahwa kemajuan dalam bidang ekonomi tidak otomatis membawa kesejahteraan secara merata apabila tidak ddasari nilai-nilai keadilan. Nilai yang mengendalikan kehidupan ekonomi saat ini adalah nilai kapitalisme yang ditandai oleh praktik monopoli yang mematikan kelompok masyarakat yang ekonominya lemah. Dalam ekonomi yang demikia itu upaya mengislamkan kehidupan ekonomis menjadi penting upaya ini dilakukan antara lain dengan memasukan nilai-nilai islam kedalam praktik ekonomi sebagai terlihat pada konsep bank muamalat Indonesia, bank styariah mandiri, perbankan syariah dan sebagainya. Konsep perbankan yang islami ini diharapkandapat menggeser konsep perbankan nasional yang dianggap telah menimbulkan kesenjangan sosial korupsi dan sebagainya.

2.4 TANTANGAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
Ide Islamisasi ilmu pengetahuan, memberi harapan untuk bangkitnya kembali peradaban Islam. Islamisasi ilmu pengetahuan diharapkan menjadi semacam renasissance. Namun, ide Islamisasi ilmu pengetahuan tidak seluruhnya didukung semua kalangan umat Islam. Ada sebagian kalangan yang kurang sependapat atau bahkan menentang ide Islamisasi ilmu pengetahuan. Pihak yang kurang sependapat dengan ide Islamisasi ilmu pengetahuan menganggap bahwa gerakan "Islamisasi" hanya sebuah euphoria sesaat untuk  mengobati "sakit hati" dan inferiority complex karena ketertinggalan  yang sangat jauh dari peradaban Barat, sehingga gerakan ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga dan akan semakin melemah seiring perjalanan waktu dengan sendirinya. Mereka percaya bahwa semua ilmu itu sudah Islami, sebab yang menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT sendiri. Sehingga mereka sangsi dengan pelabelan Islam atau bukan Islam pada segala ilmu.
Terlepas dari adanya pendapat kontra di atas, yang menjadi tantangan besar bagi kelanjutan proses Islamisasi dan merupakan the real challenge adalah sebagai berikut:
1)      Komitmen Kaum Muslimin
Seperti diuraikan di depan, tidak semua kaum muslimin sepakat dengan ide Islamisasi ilmu pengetahuan, bahkan Naquib al-Attas mengungkapkan bahwa tantangan terbesar terhadap perkembangan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan muncul dari kalangan umat Islam itu sendiri. Kalangan umat Islam yang tidak mendukung ide Islamisasi, antara lain akibat kedangkalan pengetahuan umat Islam terhadap agamanya sendiri.
2)      Komitmen Sarjana Islam.
Komitmen sarjana Islam masih perlu dipertanyakan. Tuntutan kehidupan yang memunculkan pola hidup materialisme, konsumerisme dan hedonisme menyebabkan mengikisnya semangat dan idealisme sarjana Islam untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan. Ilmu dianggap sebagai komoditi yang bisa diper-jual belikan untuk meraih keuntungan. Akibatnya, orientasi dalam menuntut ilmu atau pun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ikut berubah, tidak lagi untuk meraih “keridhaan Allah” tetapi untuk kepentingan diri sendiri.
3)      Komitmen Institusi pendidikan tinggi Islam
Permasalahan memudarnya idealisme juga terjadi pada institusi Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi Islam yang seharusnya menjadi ujung tombak gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan, sering terjebak dalam sikap pragmatisme. Sebagian Perguruan Tinggi Islam hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pragmatis, menjadi pabrik industri tenaga kerja dan bukan lagi merupakan pusat pengembangan ide-ide ilmu pengetahuan.
4)      Tantangan Globalisasi.
Tantangan globalisasi yang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin menyuburkan materialisme dan gaya hidup hedonisme dan konsumeristis. Hal ini berimplikasi pada memudarnya idealis-me dan semangat mewujudkan Islamisasi ilmu pengetahuan.


















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islamisasi ilmu adalah upaya untuk menghubungkan kembali ilmu pengetahuan dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali sunnatullah (hukum alam) dengan Al-Quran, serta terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan mengislamkan disiplin-disiplin ilmu, atau tepatnya mengahasilkan referensi-referensi pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan  kembali disiplin-disiplin ilmu modern dalam wawasan keislaman, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua sistem pengetahuan, yaitu Islam dan Barat. Terdapat juga 3 pendekatan dalam islamisasi ilmu pengetahuan yaitu pendekatan labelisasi/ layatisasi, aksiologi, internalisasi nilai islam dan konsep tauhid. Selain itu juga dibahas prinsip dasar dan strategi islamisasi ilmu pengetahuan serta tantangan dalam islamisasi ilmu pengetahuan adapun tantangan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai berikut: komitmen kaum muslimin, komitmen sarjana islam, komitmen institusi pendidikan studi islam dan komitmen globalisasi

3.2 Saran
            Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam penyusunan makalah ini yang membahas tentang Karakteristik dan budaya islam masih jauh dari kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari segi penyajian makalah.






No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...