BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pengertian islamisasi ilmu pengetahuan sangatlah beragam Islamisasi
ilmu adalah upaya untuk menghubungkan kembali ilmu pengetahuan dengan agama,
yang berarti menghubungkan kembali sunnatullah (hukum alam) dengan Al-Quran. Sedangkan
menurut Ismail Raji al-Faruqi memberikan definisi Islamisasi ilmu adalah
mengislamkan disiplin-disiplin ilmu, atau tepatnya mengahasilkan referensi-referensi
pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan kembali disiplin-disiplin ilmu modern dalam
wawasan keislaman, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua sistem
pengetahuan, yaitu Islam dan Barat. Terdapa tiga pendekatan dalam melakukan
Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu : pendekatan labelisasi /ayatisasi,
pendekatan aksiologis, dan pendekatan penerapan nilai-nilai Islam dan Konsep
Tauhid. Untuk memberikan arah yang jelas islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi
memberikan prinsip dasar dan strategi yang akan kami bahas pada bab pembahasan
serta terdapat juga tantangan dalam islamisasi ilmu pengetahuan
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari Islamisasi ilmu pengetahuan?
2.
Apa saja pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan?
3.
Apa realisasi islamisasi ilmu pengetahuan?
4.
Apa tantangan dalam Islamisasi ilmu pengetahuan?
1.3
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan.
2.
Untuk mengetahui pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan.
3.
Untuk mengetahui realisasi serta tantangan dalam
islamisasi ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
Islamisasi ilmu adalah upaya untuk menghubungkan
kembali ilmu pengetahuan dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali
sunnatullah (hukum alam) dengan Al-Quran, yang kedua pada hakikatnya merupakan
ayat-ayat Tuhan.Pengertian tersebut didasarkan atas pernyataan bahwa Ayat-ayat
Tuhan terdiri dari dua hal, yakni;
1) ayat-ayat yang bersifat linguistik, verbal dan
menggunakan bahasa insani, yaitu Al-Quran, dan
2) ayat-ayat yang bersifat nonverbal yakni berupa
gejala alam.
Sedangkan menurut Ismail Raji al-Faruqi memberikan
definisi Islamisasi ilmu adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu, atau
tepatnya mengahasilkan referensi-referensi pegangan (buku dasar) di perguruan
tinggi dengan menuangkan kembali
disiplin-disiplin ilmu modern dalam wawasan keislaman, setelah dilakukan kajian
kritis terhadap kedua sistem pengetahuan, yaitu Islam dan Barat.
Pengertian yang dikemukakan oleh al-Faruqi tersebut,
tampaknya lebih jelas dan operasional dari dua pengertian yang dikemukakan sebelumnya,
karena ia memberikan langkah-langkah yang lebih bersifat operasional bagi
terlaksananya program islamisasi ilmu tersebut. Sedangkan menurut Naquib
al-Attas, sedikit berbeda dengan beberapa definisi sebelumhya terutama yang
dikemukakan oleh Nashr, Al-Attas memandang bahwa islamisasi ilmu berkenaan
dengan perubahan ontologis dan epistemologis, terkait dengan cara pandang dunia
yang merupakan dasar lahirnya ilmu dan metodologi yang digunakan agar sesuai
dengan konsep Islam. Ia mengemukakan definisi sebagai berikut: Islamisasi ilmu
pengetahuan adalah suatu upaya membebaskan ilmu pengetahuan dari makna,
ideologi, dan prinsip-prinsip sekuler, sehingga dengan demikian akan terbentuk
ilmu pengetahuan baru yang sesuai dengan fitrah keislaman.Definisi yang dikemukakan
oleh Al-Attas tersebut di atas, memberikan penekanan terhadap upaya pembebasan
ilmu dari berbagai pengaruh makna ideologi dan paham sekuler. Hal ini dapat
dipahami karena memang Al-Attas memandang bahwa ilmu pengetahuan yang tersebar
di seluruh jagad raya ini, termasuk di dunia Islam adalah ilmu pengetahuan yang
sudah dipolakan dalam watak dan kepribadian kebudayaan Barat yang sekuler.
Statemen ini setidaknya telah ditegaskan oleh banyak ilmuan Muslim seperti Ismail
Raji al-Faruqi, Abu A„la al-Maududi,Sayyed Husein Nashr dan lain-lain. Melihat
situasi yang demikian Al-Attas menganjurkan gerakan islamisasi ilmu pengetahuan
yang kemudian mendapat respon positif dari berbagai kalangan intelektual
Muslim.Naquib al-Attas.
2.2
PENDEKATAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
Ketika mendengar istilah Islamisasi Ilmu pengetahuan,
ada sebuah kesan bahwa ada sebagian ilmu yang tidak Islam sehingga perlu untuk
diislamkan. Dan untuk mengislamkannya maka diberi-kanlah kepada ilmu-ilmu
tersebut label "Islam" sehingga kemudian munculah istilah-istilah
ekonomi Islam, kimia Islam, fisika Islam dan sebagainya. Bahkan ada sebagian orang
yang ceroboh menganggap Islamisasi sebagai suatu proses yang berkaitan dengan
objek-objek
eksternal, kemudian mengaitkannya dengan komputer, kereta
api,mobil bahkan bom Islam.Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara
jelas diterangkan oleh al-Attas, yaitu:”Pembebasan manusia dari tradisi magis,
mitologis, animistis, budaya nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari
belenggu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Islamisasi juga
pembebasan akal manusia dari keraguan (shak), dugaan (dzan) dan
argumentasi kosong (mira’) menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas
spiritual, intelligible dan materi.
Islamisasi akan mengeluarkan penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan
kontemporer dari ideologi, makna dan ungkapan sekuler. Dengan Islamisasi ilmu
pengetahuan, umatIslam akan terbebaskan dari belenggu hal-hal yang bertentangan
dengan Islam, sehingga timbul keharmonian dan kedamaian dalam
dirinya, sesuai dengan fitrahnya.Sejalan dengan itu
Mulyadhi Kartanegara menyatakan bahwa kata Islam dalam ”islamisasi” sains,
tidak mesti dipahami secara ketat sebagai ajaran yang harus ditemukan
rujukannya secara harfiah dalam al-Qur’an dan hadist, tetapi sebaiknya dilihat
dari segi spiritnya yang tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran
fundamental Islam.
Implementasi Islamisasi ilmu pengetahuan di dunia Islam, mempunyai
banyak ragam pendekatan. Setidaknya
terdapat tiga pendekatan dalam melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu : pendekatan
labelisasi /ayatisasi, pendekatan aksiologis, dan pendekatan penerapan
nilai-nilai Islam dan Konsep Tauhid.
A.
Pendekatan
Labelisasi / ayatisasi
Islamisasi
dengan pendekatan demikian adalah memberikan label Islami pada suatu teori atau
ilmu pengetahuan tertentu. Pendekatan labelisasi berdasarkan pada asumsi bahwa
Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang bisa memberi penjelasan tentang segala sesuatu,
sebagaimana dinyatakan dalam Al- Qur’an Surat an Nahl ayat 89 ”.....dan kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al- Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslim)” (An
Nahl : 89). Menurut Quraish Shihab, ayat ini menegaskan bahwa Al Qur’an tidak
meninggalkan sedikit pun atau lengah dalam memberikan keterangan mengenai
segala sesuatu (Shihab, 1992: 52). Berangkat dari pemahaman ini, maka segala
bidang ilmu pengetahuan dapat dicari informasinya dari Al Qur’an sehingga bisa
dilakukan labelisasi terhadap suatu teori. Dalam pendekatan ini, ilmu
pengetahuan danIslam tidak bertentangan. Tokoh yang melakukan pendekatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan demikian antara lain Maurice Bucaille,
dengan karyanya antara lain Bibel, Qur’an, dan Sains modern. Bucaille, seorang
dokter ahli bedah Perancis yang kemudian masuk Islam, menyatakan bahwa tidak
ada satu ayat pun yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan sebaliknya
semua teori ilmu pengetahuan dapat dicari rujukannya dalam Al Qur’an (Shihab,
1992: 66). Dalam konteks membangun rasa percaya diri, sebagai hujjah kebenaran
Islam dan untuk memantapkan keimanan, pendekatan labelisasi, mungkin cukup
bermanfaat. Tapi dalam kerangka menyusun bangunan ilmu pengetahuan dan
pembangunan peradaban pendekatan ini kurang memberi nilai guna. Untuk itu,
Al-Attas menolak pandangan bahwa Islamisasi ilmu bisa tercapai dengan labelisasi
sains dan prinsip Islam atas ilmu sekuler. Menurut beliau,usaha yang demikian
hanya akan memperburuk keadaan dan tidak ada manfaatnya selama
"virus"nya masih berada dalam tubuh ilmu itu sendiri sehingga ilmu
yang dihasilk
an pun jadi mengambang, Padahal tujuan dari Islamisasi
itu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu yang sudah tercemar
yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan.
B.
Pendekatan
Aksiologis
Pada pendekatan ini, Islamisasi dilakukan dengan cara
menjadi-kan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan (aksiologi),
tanpa mempermasalahkan aspek ontologis dan epistemologis ilmu pengetahuan tersebut.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan tidak dipermasalahkan, yang dipermasalahkan
adalah orang yang meng-gunakan ilmu pengetahuan tersebut, Pendekatan Islamisasi
demikian, bertumpu pada aspek manusianya. Manusia sebagai pengguna ilmu
pengetahuan akan menentukan ke arah mana ilmu pengetahuan dan teknologi
diguna-kan. Dalam pendekatan ini diasumsikan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah netral. Manusia, sebagai user-lah yang akan memberi nilai, dan akan
menentukan apakah ilmu pengetahuan membawa manfaat atau sebaliknya membawa
mudharat. Islamisasi dalam ranah ini dilakukan terhadap manusianya, agar
memiliki komitmen yang tinggi untuk mengamalkan agama dengan teguh dan istiqomah
serta menguasai bidang keahliannya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi
bisa memberi manfaat besar bagi umat manusia, dan bukan
sebaliknya membawa bencana bagi kemanusiaan. Gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan dengan pendekatan ini dianut antara lain oleh Fazlur Rahman dan
Harun Nasution. Model pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan demikian,
menyisakan
permasalahan yang cukup mendasar. Ilmu pengetahuan dan
teknologi pada kenyataannya tidak bisa dipisahkan antara epistemologis, ontologis
dan aksiologisnya. Sehingga, melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan hanya dari
sisi aksiologis, tanpa menyentuh aspek epistemologis dan ontologis merupakan
suatu hal yang sulit kalau tidak bisa dikatakan tidak mungkin. Ilmu pengetahuan
dan teknologi saat ini berada di tangan manusia yang tidak Islami, sehingga
mengisi
sisi aksiologinya merupakan pekerjaan yang sangat berat.
C.
Pendekatan
Internalisasi Nilai-nilai Islam dan Konsep Tauhid
Dalam pendekatan ini, Islamisasi ilmu pengetahuan
dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai Islam kedalam konsep ilmu pengetahuan
dan teknologi. Asumsinya adalah ilmu pengetahuan tidaklah netral, tetapi penuh
muatan-muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang merancangnya. Jadi
Islamisasi ilmu
pengetahuan dan teknologi dilakukan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri, bukan hanya pada sisi penggunaannya. Pendekatan
model demikian cukup idealis, dan bisa memberi solusi bagi umat Islam dalam
melepaskan diri dari belenggu ilmu pengetahuan modern yang didominasi barat.
Gagasan Islamisasi ilmupengetahuan dengan pendekatan ini antara lain dianut
oleh Naquib alAttas, Ziaudin Sardar dan AM Syaefuddin.Pendekatan penerapan
konsep Tauhid, merupakan penegasan dari pendekatan penerapan nilai-nilai Islam.
Pada pendekatan ini,Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dengan menjadikan
konsep
Tauhid sebagai paradigma bangunan Ilmu pengetahuan dan Teknologi.
Dalam konsepsi Tauhid, ilmu pengetahuan padahakekatnya adalah dari Allah, yang
disebut ilmullah. Allah sebagai Al Kholiq, pencipta alam semesta ini, Ia Maha
Mengetahui segalanya dari yang paling kecil hingga yang paling besar, yang
ghoib maupun yang nyata. Karena itu Allah merupakan sumber ilmu pengetahuan. Ia
adalah Al’Aliim (Maha Mengetahui) Al Qur’anSurat Al Hadid ayat ayat 4,
menegaskan hal ini.Islamisasi Ilmu Pengetahuan “Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas
́arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya dan Dia
bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan” (Al Hadid : 4). Hal yang senada juga bisa dilihat dalam Al Qur’an
Surat Al-Hasyr ayat 22.“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang
mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang” (Al Hasyr : 22). Karena Rahman dan Rahim-Nya, pengetahuan yang
dimiliki Allah diberikan kepada manusia. Ada dua jalan , yaitu melalui jalur resmi
atau formal (thoriqoh rusmiyyah) dan jalur tidak resmi / tidak formal (thoriqoh
ghoiro rusmiyah). Yunahar Ilyas dalam Kuliah Aqidah Islam menyatakan bahwa,
Allah sebagai Dzat yang mengetahui segala sesuatu, baik yang ghoib maupun
nyata. Secara formal Allah memberikan pengetahuan-Nya kepada manusia melalui wahyu,
yang diturunkan melalui Rasul. Ini merupakan ayat-ayat qauliyah. Ayat-ayat
qauliyah secara nash mempunyai kebenaran mutlak, dan menjadi pedoman hidup
(minhajul hayat) manusia dan tidak berubah dari awal diturunkannya ayat Al
Qur’an kepada Nabi SAW hingga hari kiamat (Ilyas,1999: 65). Pemberian informasi
melalui jalur tidak resmi adalah dengan mentafakuri, mentadaburi dan melakukan
penelitian terhadap alam raya. Alam raya dan segala isinya berikut
keajaiban-keajaibannya dinamai Al Qur’an sebagai ayat atau ayat kauniyah atau
tanda-tanda bagi keesaan dan kekuasaan Allah (Shihab, 1997: 21). Dengan
informasi yang diterima, manusia memperoleh ilmu pengetahuan. Dan dengan
informasi yang diper-oleh, akan semakin mendalam ilmunya dan semakin meningkat
pula keimanannya, seperti yang diisyaratkan dalam Al Qur’an Surat Al-Baqoroh
ayat 164.“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan,dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Al Baqoroh : 164).
ISARAH
Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan dengan pendekatan tauhid
merupakan gagasan yang paling idealis dan banyak didukung banyak pihak. Ismail
Raji al-Faruqi merupakan tokoh utama pembawa gagasan ini. Menurut al-Faruqi, Islamisasi
adalah usaha "untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data,
memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu,
menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-
tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga
disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita)."
Dan untuk menuangkan kembali keseluruhan khazanah pengetahuan umat manusia
menurut
wawasan Islam, bukanlah tugas yang ringan yang harus
dihadapi oleh intelektual-intelektual dan pemimipin-pemimpin Islam saat ini. Untuk
melandingkan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, "prinsip tauhid"
merupakan prinsip yang digunakan sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan
cara hidup Islami.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan dikembangkan
oleh al-Faruqi menjadi lima macam kesatuan, yaitu Kesatuan Tuhan, Kesatuan
ciptaan, Kesatuan kebenaran dan Pengetahuan, Kesatuan kehidupan, dan Kesatuan
kemanusiaan (Al Faruqi, 1984: 55). Untuk merealisasikan Islamisasi ilmu
pengetahuan al-Faruqi menggariskan satu kerangka kerja dengan lima tujuan dalam
rangka Islamisasi ilmu, tujuan yang dimaksud adalah:
1) Penguasaan disiplin ilmu modern
2) Penguasaan khazanah Islam,
3) Mem- bangun relevansi Islam dengan masing-masing
disiplin ilmu modern,
4) Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam
secara kreatifdengan ilmu-ilmu modern
5) Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang
mencapai pemenuhan pola rencana Allah (Al-Faruqi, 1984: 98).
. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, al-Faruqi
menyusun 12 langkah yang harus ditempuh terlebih dahulu. Langkah-langkah
tersebut adalah:
1) Penguasaan disiplin ilmu modern: prinsip, metodologi,
masalah, tema dan perkembangannya
2) Survei disiplin ilmu
3) Penguasaan khazanah Islam: sebuah ontologi
4) Penguasaan khazanah ilmiah Islam: tahap analisis
5)
Penentuan
relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu
6)
Penilaian
secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat perkembangannya di
masa kini
7)
Penilaian
secara kritis terhadap khazanah Islam dan tingkat perkembangannya dewasa ini
8)
Survei
permasalahan yang dihadapi umat Islam
9)
Survei
permasalahan yang dihadapi manusia
10) .Analisis dan sintesis kreatif
11) .Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam
kerangka Islam
12) .Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan.
Model Islamisasi ilmu pengetahuan dengan pendekatan
tauhid pernah dipraktekkan oleh umat Islam pada zaman klasik yang membawa
kemajuan bagi peradaban manusia. Dengan pendekatan tauhid, lahir banyak sosok
ilmuwan yang ensiklopedik dan integrated, yaitu sosok ilmuwan yang selain
sebagai ulama ahli ilmu agama (misalnya ahli fiqih), juga sebagai ahli dalam
bidang filsafat, kedokteran atau matematika. Ini misalnya tampak pada sosok
Ibnu Sina, Ibnu Rusyd atau Al Razi . Para ilmuwan pada masa itu melakukan
Islamisasi ilmu
pengetahuan berangkat dari Al-Qur’an dan pemahaman
konsepsi Tauhid yang mendalam. Mereka adalah sosok ulul albab sejati yang mempunyai kemampuan memadu dzikir dan fikir secara komprehensif.
Ibnu Sina, misalnya yang dikenal sebagai ahli kedokteran, adalah seorang yang
sudah hafal Al Qur’an pada usia 9
tahun. Beliau menguasai tafsir Al Qur’an, ilmu kalam,
filsafat dan kedokteran. Ilmu kedokteran yang dikembangkan, berdasarkan pada konsep
dia tentang jiwa manusia yang terdiri dari unsur jiwa dan rohani. Konsep ini
berpijak pada filsafatnya yang mengacu pada Al-Qur’an. Maka pengobatan yang
beliau kembangkan tidak hanya menggunakan pendekatan fisik, tetapi terpadu
dengan konsep jiwa. Ilmu kedokteran yang dikembangkan bukan hanya terpaku pada
analisis yang serba mekanis akademis, melainkan dengan
pendekatanyang komprehensif. Model Islamisasi dengan pendekatan tauhid
merupakan model yang sangat ideal dan banyak mendapat dukungan. Oleh sebagian kalangan
model demikian dikatakan terkesan utopis dan sulit dilaksanakan, tetapi
sebagaian
banyak kalangan pula beranggapan bahwa megaproyek ini
merupakan suatu keniscayaan untuk direalisasikan. Tak dapat disangkal
Islamisasi dengan pendekatan tauhid merupakan megaproyek dalam rangka membangun
peradaban
umat manusia rabbani yang lebih adil, harmonis, dan
mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.
2.3 REALISASI ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
Penyebutan
islamisasi ilmu pengetahuan, sebagaimana dikemukakan Dawam Rahardjo, seorang
sarjana kelahiran palestina yang kini bermukim di Amerika serikat. Fenomena
Islamisasi pada seluruh aspek kehidupan dapat dilihat sebab-sebabnya sebagai
berikut
Pertama,
bahwa kehidupan modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi diakui telah memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia dalam segala
bidang: transportrasi, omunikasi, konsumsi, pendidikan, dan sebagainya. Namun
bersamaan dengan itu kemjuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut telah
mnimbulkan berbagai dampak negatif berupa timbulnya persaingan dan gaya hidup
yang menghalalkan segala cara, termasuk didalamnya penjajahan kedaulatan negara
lain. Masyarakat menganggap bahwa semua masalah dapat diselesaikan hanya dengan
materi, sehingga materi menjadi raja dan orang memujanya. Kehidupan yang
demikian itu kini sudah mulai menunjukan kegagalannya. Umat manusia merasakan
ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, yaitu pegangan hidup yang bersumber dari
nilai-nilai universal dan absolut yang berasal dari pencipta-Nya, yaitu Tuhan.
Ditengah-tengah kehidupan yang penuh dinamika dan persaingan ini, ia tampak
sendirian, tidak punya pegangan hidup, dan rapuh, akibatnya dalam keadaan yang
demikian itu, maka ketika ia menghadapi masalah yang diluar batas
kesanggupannya ia mulai goyah, mencari pegangan hidup yang rapuh dan sifatnya
sesaat, seperti hiburan, minum minuman keras dan sebagainya. Mereka telah
menunggalkan fitrah dirinya sebagai makhluk yang memerlukan agama. Dalam
keadaan yang sedemikian itu, maka manusia membutuhkan agama. Inilah salah satu
alasan kembalinya manusia kepada agama.
Kedua, bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini sudah masuk ke dalam sistem kehidupan dengan
berbagai fariasinya. Bagi masyarakat modern yang tinggal di perkotaan kebutuhan
akan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian besar. Muliai dengan peralatan
rumah tangga, peralatan masak-memasak, transportrasi hingga peralatan
komunikasi dan peralatan perang lainya sudah menggunakan ilmu pegetahuan dan
teknologi. Demikian pula masyarakat yang tinggal di pedesanpun sudah mulai
bergantung pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejumlah peralatan membajak
sawah, mulai menggunkan teknologi. Kecenderungan msayarakat yang demikian
boleh-boleh saja, bahkan seatu keharusan, mengingat manusia secara fitrah
cenderung kepada jal0hal yang membawa kepada kemudahan. Misalnya kita bisa
membayangkan sekian puluh tahun yang lalu ketika di desa belum ada listrik.
Ketika membutuhkan air harus pergi kesungai, atau mengambil dari mata air di
pinggir tebing yang harus berjalan kaki dari rumahnya berkilo-kilometer dengan
menggunakan peralatan seadanya, atau ,maksimal harus menimba air dari sumur
puluhan meter dalamnya. Tapi sekarang ini ketika listrik masuk desa, dan mesin
pompa air sudah masuk orang dengan mudah mendapatkan air. Ilmu pengetahuan dan
teknologi benr-benar telah memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi manusia.
namun ilmu penetahuan saja tidaklah cukup. Ia memang benar dapat mempercepat
manusia sampai pada tujuan. Namun ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
mengetahui tujuan apa yng harus dicapainya. Agamalah yang memberitahu tentang
tujuan yang harus di capai oleh ilmu pengetahuan. Ensten pernah mengingatkan
melalui pernyataan bahwa ilmu pengetahuan tanda agama adalah buta.
Ketiga,
islamisasi ilmu pengetahuan juga terjadi sebagai respon terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berasal dari barat dengan sifat dan karakternya
yang sekuler. Materialistis dan ateis. Ilmu pengetahuan yang demikian boleh
diterima dan di manfaatkan oleh umat islam setelah ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut diarahkan oleh nilai-nilai islam yang dijamin akan membawa kepada
kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat. Nilai-nilai islam
yang dimaksud adalah nilai yang membawa kepatuahan kepada Tuhan, menghormati
dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, tolong menolong, bantu
membantu antaara manusia dan seterusnya.
Keempat, bahwa
islamisasi dewasa ini menjadi salah satu tumpuhan umat mnusia dalam
menyelamatkan kehidupanya bencana kehancuran. Islam sebagai sistem nilai yang
telh teruji keampuhanya dlam sejarah, mulai dipertimbangkan kembali untuk
dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi umat manusia. salah satu aspek kehidupan yang sangat amat besar
pengaruhya dan paling mudah dimasuki paham lain yang menyesatkan adalah paham
ekonomi yang dterapkan kehidupan ekonomi berpengaruh terhadap aspek kehidupan
sosial, gaya dan pola hidup, lingkungan, pendidikan, dan sebagainya. Dengan
meningkatnya ekomomi seseorang, maka makin meningkatkan pula kehidupan pada
sektor lainya. Namun faktanya menunjukan bahwa kemajuan dalam bidang ekonomi
tidak otomatis membawa kesejahteraan secara merata apabila tidak ddasari
nilai-nilai keadilan. Nilai yang mengendalikan kehidupan ekonomi saat ini adalah
nilai kapitalisme yang ditandai oleh praktik monopoli yang mematikan kelompok
masyarakat yang ekonominya lemah. Dalam ekonomi yang demikia itu upaya
mengislamkan kehidupan ekonomis menjadi penting upaya ini dilakukan antara lain
dengan memasukan nilai-nilai islam kedalam praktik ekonomi sebagai terlihat
pada konsep bank muamalat Indonesia, bank styariah mandiri, perbankan syariah
dan sebagainya. Konsep perbankan yang islami ini diharapkandapat menggeser
konsep perbankan nasional yang dianggap telah menimbulkan kesenjangan sosial
korupsi dan sebagainya.
2.4 TANTANGAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
Ide Islamisasi ilmu pengetahuan, memberi harapan untuk
bangkitnya kembali peradaban Islam. Islamisasi ilmu pengetahuan diharapkan
menjadi semacam renasissance. Namun, ide Islamisasi ilmu pengetahuan tidak
seluruhnya didukung semua kalangan umat Islam. Ada sebagian kalangan yang
kurang sependapat atau bahkan menentang ide Islamisasi ilmu pengetahuan. Pihak
yang kurang sependapat dengan ide Islamisasi ilmu pengetahuan menganggap bahwa
gerakan "Islamisasi" hanya sebuah euphoria sesaat untuk mengobati "sakit hati" dan
inferiority complex karena ketertinggalan yang sangat jauh dari peradaban Barat,
sehingga gerakan ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga dan akan semakin
melemah seiring perjalanan waktu dengan sendirinya. Mereka percaya bahwa semua
ilmu itu sudah Islami, sebab yang menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT
sendiri. Sehingga mereka sangsi dengan pelabelan Islam atau bukan Islam pada
segala ilmu.
Terlepas dari adanya pendapat kontra di atas, yang
menjadi tantangan besar bagi kelanjutan proses Islamisasi dan merupakan the
real challenge adalah sebagai berikut:
1)
Komitmen
Kaum Muslimin
Seperti diuraikan di depan, tidak semua kaum muslimin
sepakat dengan ide Islamisasi ilmu pengetahuan, bahkan Naquib al-Attas
mengungkapkan bahwa tantangan terbesar terhadap perkembangan gagasan Islamisasi
ilmu pengetahuan muncul dari kalangan umat Islam itu sendiri. Kalangan umat
Islam yang tidak mendukung ide Islamisasi, antara lain akibat kedangkalan pengetahuan
umat Islam terhadap agamanya sendiri.
2)
Komitmen
Sarjana Islam.
Komitmen sarjana Islam masih perlu dipertanyakan.
Tuntutan kehidupan yang memunculkan pola hidup materialisme, konsumerisme dan
hedonisme menyebabkan mengikisnya semangat dan idealisme sarjana Islam untuk
melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan. Ilmu dianggap sebagai komoditi yang bisa
diper-jual belikan untuk meraih keuntungan. Akibatnya, orientasi dalam menuntut
ilmu atau pun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ikut berubah, tidak lagi
untuk meraih “keridhaan Allah” tetapi untuk kepentingan diri sendiri.
3)
Komitmen
Institusi pendidikan tinggi Islam
Permasalahan memudarnya idealisme juga terjadi pada
institusi Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi Islam yang seharusnya menjadi
ujung tombak gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan, sering
terjebak dalam sikap pragmatisme. Sebagian Perguruan Tinggi Islam hanya
berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pragmatis, menjadi pabrik industri tenaga
kerja dan bukan lagi merupakan pusat pengembangan ide-ide ilmu pengetahuan.
4)
Tantangan
Globalisasi.
Tantangan globalisasi yang terus berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin menyuburkan
materialisme dan gaya hidup hedonisme dan konsumeristis. Hal ini berimplikasi
pada memudarnya idealis-me dan semangat mewujudkan Islamisasi ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islamisasi ilmu adalah upaya untuk menghubungkan
kembali ilmu pengetahuan dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali
sunnatullah (hukum alam) dengan Al-Quran, serta terdapat beberapa tokoh yang
mengemukakan mengislamkan disiplin-disiplin ilmu, atau tepatnya mengahasilkan
referensi-referensi pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan kembali disiplin-disiplin ilmu modern dalam
wawasan keislaman, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua sistem
pengetahuan, yaitu Islam dan Barat. Terdapat juga 3 pendekatan dalam islamisasi
ilmu pengetahuan yaitu pendekatan labelisasi/ layatisasi, aksiologi,
internalisasi nilai islam dan konsep tauhid. Selain itu juga dibahas prinsip
dasar dan strategi islamisasi ilmu pengetahuan serta tantangan dalam islamisasi
ilmu pengetahuan adapun tantangan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai berikut:
komitmen kaum muslimin, komitmen sarjana islam, komitmen institusi pendidikan
studi islam dan komitmen globalisasi
3.2 Saran
Akhirnya
terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam penyusunan
makalah ini yang membahas tentang Karakteristik dan budaya islam masih jauh
dari kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan
maupun dari segi penyajian makalah.
No comments:
Post a Comment