Saturday, February 29, 2020

MAKALAH ILMU TASAWUF


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat masih banyak kalangan umat Islam yang masih meragukan bahwa tasawuf itu tidak bersumber dari ajaran agama Islam. Padahal sebenarnya tasawuf adalah pokok-pokok ajaran dari Nabi Muhammad SAW yang didiskusikan dengan para sahabat Nabi tentang apa-apa yang diperolehnya dari malaikat Jibril berkenaan dengan pokok-pokok ajaran Islam, yakni: Islam,Iman dan Ihsan. Ketiga sendi pokok ini diimplementasikan dalam pelaksanaan tasawuf sebagaimana diriwayatkan oleh Hadits Iman Bukhari dan Muslim.
Dasar-dasar tasawuf telah ada sejak datangnya agama Islam, hal ini dapat diketahui dari kehidupan Rasulullah SAW. Cara hidup beliau yang kemudian diteladani dan diikuti oleh para sahabat, Sebagaimana terterah dalam Al-Qur’an Surat An-Najm : 11-13, Surat At-Takwir 22-23. Kemudian ayat-ayat yang menyangkut aspek moralitas asketisme, Sebagai salah satu masalah prinsip dalam tasawuf, para sufi merujuk kepada Al-Qur’an sebagai landasan utama. Karena manusia mempunyai kecenderungan sifat baik dan sifat jahat, sebagaimana yang dinyatakan : “Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan”, maka harus dilakukan pengikisan terhadap sifat yang jelek dan pengembangan sifat-sifat baik, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ilmu Tasawuf?
2. Bagaimana sejarah kemunculan Ilmu Tasawuf?
3. Apa saja konsep dasar tasawuf?
4. Apa saja manfaat mempelajari Ilmu Tasawuf?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TASAWUF
Ø  PENGERTIAN TASAWUF SECARA LUGHAWI
Secara etimologi, pengertian tasawuf ada beberapa macam, yaitu :
Pertama, tasawuf berasal dari kata shafa. Kata shafa ini berbentuk fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang berarti nama bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya di hadapan Tuhan-Nya.
Kedua, istilah tasawuf berasal dari kata shaf. Makna shaf  ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di saf yang paling depan.
Ketiga, tasawuf dinisbahkan dengan kata istilah bahasa Yunani, yaitu saufi. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah, yang berarti kebijaksanaan.[1]
Keempat, tasawuf berasal dari kata shaufanah, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu dan banyak tumbuh di padang pasir di tanah Arab. Ini dilihat dari pakaian kaum sufi yang berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam kesederhanaannya.[2]
Kelima, tasawuf berasal dari kata shuf yang berarti bulu domba atau wol.[3]
Dari beberapa terma tersebut, yang banyak diakui kedekatannya dengan makna tasawuf yang dipahami sekarang ini adalah terma keenam, yaitu terma shuf. Walaupun dalam kenyataannya tidak setiap kaum sufi memakai pakaian wol.





Ø  PENGERTIAN TASAWUF SECARA ISTILAH
            Pengertian tasawuf secara istilah telah banyak diformulasikan oleh para ahli, diantaranya :
1.      Ketika ditanya tentang tasawuf, Al-Jurairi menjawab :
“Memasuki ke dalam segala budi (akhlak) yang bersifat sunni, dan keluar dari budi pekerti yang rendah.“
2.      Al-Junaidi memberikan rumusan tentang tasawuf sebagai berikut :
“ (Tasawuf) adalah bahwa yang Hak adalah yang mematikanmu dan Haklah yang menghidupkanmu.”
3.       ‘Amir bin Usman Al-Makki pernah mengatakan :
“(Tasawuf) adalah seseorang hamba yang setiap waktunya mengambil waktu yang utama.”
4.      Muhammad Ali Al-Qassab memberikan ulasannya sebagai berikut :
“Tasawuf adalah akhlak yang mulia, yang timbul pada masa yang mulia dari seorang yang mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia.”

           Dari beberapa ungkapan itu, lebih utama manakala kita menyimak apa yang telah disimpulkan oleh Al-Junaedi : Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah SWT. dalam hal hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam hal syariat.”[4]
           Jadi, dapat disimpulkan bahwa : Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah SWT dan mengikuti syariat Rasulullah SAW dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaanNya.
2.2 SEJARAH KEMUNCULAN TASAWUF
Menurut al-Dzahabi, istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-sufi atau disebut Abu Hasyim al-kufi, tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad ke-3 Hijriyah yang dipelopori oleh al-kurkhi seorang yang berasal dari persia. Tokoh ini mengembangkan pemikiran bahwa cinta (mahabbah) kepada Allah adalah sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian (mauhibah) dan keutamaan dari-Nya, adapun tasawuf baginya adalah mengambil kebenaran-kebenaran hakiki.
Tasawuf kemudian semakin berkembang dan meluas ke penjuru dunia Islam pada abad ke-4 H dengan sistem ajaran yang semakin mapan. Belakangan, al-Ghazali menegaskan tasawuf atau hubbullah (cinta kepada Allah) sebagai keilmuan yang memiliki kekhasan tersendiri di samping filsafat dan ilmu kalam. Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah inilah konflik pemikiran terjadi antara kaum sufi dan para fuqaha’. Umumnya, kaum sufi dengan berbagai tradisi spiritual yang dikembangkannya dipandang oleh para disiplin spiritual yang dikembangkannya dipandang oleh para fuqaha’ sebagai kafir, zindiq dan menyelisihi aturan-aturan syari’at. Konflik ini terus berkelanjutan pada abad berikutnya, terlebih lagi ketika corak falsafi masuk dalam tradisi keilmuan tasawuf dengan tokoh-tokohnya seperti Ibn al-‘Arabi dan Ibn al-Faridl pada abad ke-7 H.
Realitas inilah yang kemudian menimbulkan pembedaan dua corak dalam dunia tasawuf, yaitu tasawuf ‘amali (praktis) dan tasawuf nazari (teoritis). Tasawuf praktis disebut juga tasawuf sunni atau akhlaki merupakan bentuk tasawuf yang memagari diri dengan al-Qur’an dan al-Hadist secara ketat dengan penekanan pada aspek amalan dan mengaitkan antara ahwal dan maqamat.
Sedangkan tasawuf teoritis disebut juga tasawuf falsafi yang cenderung menekankan pada aspek pemikiran metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan ketasawufan (Shihab, 2001:120).

Secara mendasar kemunculan pemikiran tasawuf adalah sebagai reaksi terhadap kemewahan hidup dan ketidakpastian nilai (Al-Afifi, 1987: 20). Tetapi secara umum tasawuf pada masa awal perkembangannya mengacu pada tiga alur pemikiran, yaitu :
1.      Gagasan tentang kesalehan yang menunjukkan keengganan terhadap kehidupan urban dan kemewahan.
2.      Masuknya gnostisisme Helenisme yang mendukung corak kehidupan pertapaan daripada aktif di masyarakat.
3.      Masuknya pengaruh Buddhisme yang juga memberi penghormatan pada sikap anti-dunia.
Terdapat 3 sasaran dari tasawuf, di antaranya :
a)      Pembinaan aspek moral
b)      Ma’rifatullah melalui metode kasyf al-hijab
c)      Bahasan tentang sistem pengenalan dan hubungan kedekatan antara Tuhan dan makhluk.

2.3 KONSEP DASAR TASAWUF
Ø  KONSEP
            Pada hakikatnya Islam adalah agama yang berwatak profetik. Artinya, Islam datang untuk mengubah secara radikal tatanan sosial-kultural yang mengekang sehingga membuat manusia terbelenggu, saling melindas, dan tidak jelas arah sejarahnya. Oleh karena itu, Islam adalah agama yang meletakkan amal sosial sebagai sentral bagi makna keberadaan manusia.
            Keberadaan manusia dalam Islam sangat dihormati. Perilaku manusia dalam Islam diarahkan untuk mengisi kebaikan, baik bagi sesama maupun Pencipta. Karena itu, manusia diarahkan untuk menjadi manusia yang mencapai kebersihan lahir dan batin. Maksudnya : menjernihkan, menata, dan mengatur jiwa dengan sedemikian rupa sehingga menjadi jiwa yang suci. Salah satu jalan menuju pencapaian jiwa yang suci adalah melalui pendekatan zuhud atau kemudian lebih dikenal dengan pendekatan tasawuf.
            Tasawuf adalah cabang keilmuan atau hasil kebudayaan Islam yang lahir setelah Rasulullah wafat. Ketika beliau hidup, istilah ini belum ada dan hanya sebutan sahabat bagi orang Islam yang hidup pada masa Rasulullah dan sesudah itu generasi Islam di sebut tabi’in. Istilah tasawuf baru terdengar pada pertengahan abad II Hijriyah, sedangkan menurut Nicholson dalam bukunya, At-Tashawwuf Al-Islam wa Tarikhih, pada pertengahan abad III Hijriyah.[5]
            Tasawuf juga bagian dari syariat yang merupakan wujud dari ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam. Oleh karena itu, perilaku sufi harus tetap berada di dalamnya. Tasawuf sebagai manifestasi ihsan, merupakan penghayatan terhadap agama yang dapat menawarkan pembebasan spiritual yang kemudian mengajak manusia mengenal dirinya sendiri hingga akhirnya mengenal Tuhan.
            Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam diawali dari ketidakpuasan terhadap praktik ajaran Islam yang cenderung formalisme dan legalisme. Selain itu, tasawuf juga sebagai kritik terhadap ketimpangan sosial, politik, moral, dan ekonomi yang dilalukan oleh umat islam, khususnya kalangan penguasa pada waktu itu.

Ø  DASAR
Terdapat dasar-dasar naqli dari tasawuf. Landasan naqli adalah landasan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Hal ini penting karena kedua landasan itu merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dijadikan pegangan oleh umat Islam.
            Pada awal pembentukannya tasawuf adalah akhlak, sedangkan moral keagamaan ini banyak diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sumber pertama adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf ditimba dari Al-Qur’an, Sunnah, dan amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat itu tentu saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karena itu, dua sumber utama tasawuf adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.[6]
Ajaran Islam secara umum mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta praktik kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai dengan Tuhannya.
·         Landasan Al-Qur’an
a)      QS. At-Tahrim (66) : 8
b)      QS. Al-Ma’idah (5) : 54
c)      QS. Al-Baqarah (2) : 115 dan 186
d)     QS. An-nur (24) : 35
e)      QS. Qaf (50) : 16
f)       QS. Fathir (35) : 5
g)      QS. An-Nisa’ (4) : 77
·         Landasan Hadist
a)      “ Barangsiapa mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal Tuhan-Nya “. (Ibnu Arabi, Al-Futuhat, hlm.103 dan Asy-Sya’rani, Ath-Thabaqat, hlm. 526)
b)      “ Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka Aku menjadikan makhluk agar mereka mengenal-Ku “. (Ibnu Arabi, Al-Futuhat, hlm.167 dan Asy-Sya’rani, Ath-Thabaqat, hlm. 309)
c)      HR. Al-Bukhari









2.4 MANFAAT  TASAWUF
Adapun manfaat tasawuf  yang dapat diperoleh, antara lain :
1.      Membersihkan Hati dalam Berinteraksi dengan Allah
Interaksi manusia dengan Allah dalam bentuk ibadah tidak akan mencapai sasaran dan juga tidak disertai dengan kebersihan hati. Sementara itu, esensi tasawuf adalah tazkiyah an-nafs yang artinya membrsihkan jiwa dari kotoran-kotoran.
Dengan bertasawuf, hati seseorang menjadi bersih sehingga dalam berinteraksi kepada Allah akan menemukan kedamaian hati dan ketenangan jiwa.
2.      Membersihkan Diri dari Pengaruh Materi
Pada dasarnya kebutuhan manusia bukan hanya pada pemenuhan materi, melainkan juga pemenuhan spiritual. Orang akan sibuk mengejar kekayaan duniawi untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya. Demikian sibuknya dalam mengejar urusan-urusan materi dunia, dapat melupakan urusannya denganTuhan.
Melalui tasawuf, kecintaan seseorang yang berlebihan terhadap materi atau urusan duniawi lainnya akan dibatasi. Memiliki harta benda itu tidaklah semata-mata untuk memenuhi nafsu, tetapi lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu, jalan untuk menyelamatkan diri dari godaan-godaan materi duniawi yang menyebabkan manusia menjadi materialistis adalah dengan membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh negative duniawi. Jalan tersebut adalah melalui pendekatan tasawuf. Dengan demikian, bertasawuf juga memiliki manfaat membersihkan diri dari pengaruh-pengaruh negative duniawi yang mengganggu jiwa manusia.





3.      Menerangi Jiwa dari Kegelapan
Urusan materi dalam kehidupan sangat besar pengaruhnya terhadap jiwa manusia. Benturan dalam mengejar dan mencari materi atau dalam mengejar urusan duniawi dapat menjadikan seseorang gelapmata. Penyakit resah, gelisah, patah hati, cemas dan serakah dapat disembuhkan dengan ajaran agama, khususnya ajaran yang berkaitan dengan olah jiwa manusia, yaitu tasawuf di mana ketenteraman batin atau jiwa yang menjadi sasarannya.
Demikian pula sifat-sifat buruk dalam diri manusia tidak dapat hilang dari diri seseorang tanpa mempelajari cara-cara menghilangkannya dari petunjuk kitab suci Al-Qur’an maupun Al-Hadist melalui pendekatan tasawuf.
4. Memperteguh dan Menyuburkan Keyakinan Agama
            Keteguhan hati tidak dapat dicapai tanpa adanya siraman jiwa. Kekuatan umat Islam bukan hanya karena kekuatan fisik dan senjata, melainkan karena kekuatan mental dan spiritualnya. Banyak manusia yang tenggelam dalam menggapai kebahagiaan duniawi yang serba materi dan tidak lagi mempedulikan masalah spiritual. Pada akhirnya paham-paham tersebut membawa kehampaan jiwa dan menggoyahkan sendi-sendi keimanan. Jika ajaran tasawuf diamalkan oleh seorang muslim, ia akan bertambah teguh keimanannya dalam memperjuangkan agama Islam.










5. Mempertinggi Akhlak Manusia
Di dalam ajaran tasawuf dapat menuntun manusia untuk menjadi pribadi muslim yang memiliki akhlak mulia dan dapat menghilangkan akhlak tercela.
Aspek moral adalah aspek yang terpenting dalam kehidupan manusia. Apabila manusia tidak memilikinya, turunlah martabatnya dari manusia menjadi binatang. Dalam akidah, jika seseorang melanggar keimanan ia akan dihukum kafir. Di dalam fiqh, apabila seseorang melanggar hukum dianggap fasik atau zindik. Adapun dalam akhlak, apabila seseorang melanggar ketentuan, maka dinilai telah berlaku tidak bermoral.
Oleh karena itu, mempelajari dan mengamalkan tasawuf sangat tepat bagi kaum muslim karena dapat mempertinggi akhlak, baik dalam kaitan interaksi antara manusia dan Tuhan ( hubungan vertikal, yaitu hablun minallah ) maupun interaksi antara sesama manusia ( hubungan horizontal, yaitu hablun minannas ).[7]














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.      Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah SWT dan mengikuti syariat Rasulullah SAW dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaanNya.
2.      Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam diawali dari ketidakpuasan terhadap praktik ajaran Islam yang cenderung formalisme dan legalisme. Selain itu, tasawuf juga sebagai kritik terhadap ketimpangan sosial, politik, moral, dan ekonomi yang dilakukan oleh umat islam, khususnya kalangan penguasa pada waktu itu.
3.      Perkembangan tasawuf bersumber dari Al-Qur’an itu sendiri, kemudian Al-Qur’an dan Hadist sebagai sumber pokok dalam agama Islam. Dan menjadi dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai tasawuf dalam Islam.
4.      Manfaat tasawuf, antara lain :
a.       Membersihkan Hati dalam Berinteraksi dengan Allah
b.      Membersihkan Diri dari Pengaruh Materi
c.       Menerangi Jiwa dari Kegelapan
d.      Memperteguh dan Menyuburkan Keyakinan Agama
e.       Mempertinggi Akhlak Manusia

3.2 Saran
           Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna untuk itu kami harapkan kepada pembaca untuk mengasih kritik ataupun saran agar menjadi masukan dan perbaikan bagi penulisan kedepannya sehingga menjadi lebih baik.
           Dan diharapkan kepada seluruh mahasiswa dan mahasiswi pada umumnya agar lebih giat belajar tentang Ilmu Tasawuf dan Konsep Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Munir Amin Samsul, Ilmu Tasawuf , Jakarta: Teruna Grafica, 2012.
Anwar Rosihon, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Zein Yusuf, Akhlak Tasawuf , Semarang: Al-Husna, 1993.



[1]  Muhammad Ghalab, Al-Tashawuf Al-Muqarin, Mesir: Maktabah An-nahdhah, t.t., hlm. 26-27.
[2]  Barmawie Umarie, Systematika Tasawuf, Solo: Siti Syamsiyah, 1996, hlm.9.
[3] Athoullah Ahmad, Diktat Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf, Serang: Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Gunung Djati, 1985, hlm. 96.
[4]  Ahmad, op.cit., hlm. 96-98.
[5]  M. Amin Syukur, Tasawuf sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 3.
[6]  Abu Nashr As-Siraj Ath-Thusi, Al-Luma’, ditahkik oleh Abu Halim Mahmud dan Thaha Abd Baqi Surur, (Baghdad: Al-Kutub Al-Haditsah dan Maktabah Al-Mutsanna, 1960), hlm. 6.
[7] Munir Amin Samsul, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Teruna Grafica, 2012), hlm. 84.

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...