Friday, August 23, 2019

MAKALAH WAKAF UANG DAN PELAKSANAAN DI MASYARAKAT


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................  i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN                                    
A.    Latar Belakang.......................................................................1
B.     Rumusan Masalah...................................................................1
C.     Tujuan....................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wakaf Uang dan landasan hukumnya.......................3
B.     Wakaf Uang dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia............7
C.     Wewenang Badan Wakaf Indonesia bagi pengembangan wakaf
uang ..................................................................................................9
D.    Tata cara wakaf uang................................................................12
E.     Wakaf Produktif dan contoh jenis-jenis pengelolaannya di
Indonesia.................................................................................14
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................17
B.     Saran......................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................19


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Wakaf adalah salah satu bentuk filantropi dalam Islam. Dan salah satu cara penggunaan harta yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Wakaf telah dilaksanakan sejak zaman rasul hingga saat ini dengan bentuk yang lebih luas, yaitu tidak hanya wakaf dalam bentuk aset nonkas, tapi juga wakaf dalam bentuk uang tunai yang biasa dikenal dengan wakaf tunai.
Wakaf sendiri bertujuan untuk kemaslahatan manusia dengan mendekatkan diri kepada Allah dan untuk memperoleh pahala yang berkesinambungan dari pemanfaatan harta yang diwakafkan, yang akan terus mengalir walaupun pewakaf sudah meninggal dunia.
Lazimnya, benda wakaf selalu berbentuk tanah dan bangunan. Benda wakaf selain yang dimanfaatkan untuk masjid, sekolah dan tanah kuburan, selalu tidak termanfaatkan secara baik. Bahkan sering menjadi beban sering menjadi beban tambahan kepada masyarakat. Misalnya untuk biaya pemeliharaan dan pembayaran Pajak Bumi Bangunan. Dan parahnya, banyak harta wakaf (khususnya dalam bentuk tanah) yang hilang dan tidak diketahui keberadaannya lagi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Wakaf Tunai (Uang) dan landasan hukumnya ?
2.      Bagaimana Wakaf Uang dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia ?
3.      Bagaimana wewenang Badan Wakaf Indonesia bagi pengembangan wakaf uang ?
4.      Bagaimana tata cara wakaf uang ?
5.      Apa yang dimaksud wakaf Produktif dan contoh jenis-jenis pengelolaannya di Indonesia ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Wakaf Tunai (Uang) dan landasan hukumnya
2.      Untuk mengetahui bagaimana wakaf Uang dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia
3.      Untuk memahami bagaimana wewenang Badan Wakaf Indonesia bagi pengembangan wakaf uang
4.      Untuk mengetahui bagaimana tata cara wakaf uang
5.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari wakaf produktif dan contoh jenis-jenis pengelolaannya di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wakaf Tunai (Uang) dan landasan hukumnya
1.      Pengertian wakaf tunai (uang)
Cash wakaf atau wakaf tunai, adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Dengan kata lain, wakaf uang merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan/menyerahkan sebagian harta benda miliknya yang berupa uang untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah/kesejahteraan umum menurut syariat.
Wakaf uang merupakan dana amanah yang harus segera diserahkan kepada mauquf alaih. Satu hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan wakaf adalah menjamin kelanggengan aset wakaf agar tetap memberikan manfaat prima sesuai tujuannya. Seiring perjalanan waktu, semua aktivitas tetap yang digunakan untuk pemenuhan operasional pasti mengalami proses penyusutan. Untuk mencapai kelanggengan manfaat ini dibutuhkan ini biaya untuk menutup beban pemeliharaan yang telah dikeluarkan. Pendapatan inilah yang menjadi kajian studi kelayakan ekonomi suatu proyek harta wakaf.[1]
Dalam sejarah, wakaf uang telah dipraktikkan sejak awal abad ke-2 H. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pendapat beberapa ulama, diantaranya adalah pendapat Imam az-Zuhri yang telah memfatwakan bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha dan keuntungannya disalurkan pada mauquf alaih.[2]
Wakaf ini termasuk wakaf produktif, yaitu pemberian dalam bentuk sesuatu yang dapat diusahakan atau digulirkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. Wakaf tunai ini memang hampir sama dengan instrument keuangan Islam lainnya seperti zakat, infaq dan shadaqah.
Bedanya jika ZIS dapat saja dibagikan langsung langsung dana pokonya kepada yang berhak, sedangkan wakaf tunai, dana pokoknya akan diinvestasikan terus menerus sehingga umat memiliki dana yang selalu ada dan selalu bertambah, baru kemudian keuntungan investasi dari pokok itulah yang akan dipakai untuk kemaslahatan. Wakaf tunai ini lebih bersifat fleksibel daripada wakaf tanah/bangunan dan pendistribusiannya tidak mengenal batas wilayah. Adapun tujuan dari  penggalangan wakaf tunai adalah :
a.       Penggalangan tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b.      Meningkatkan investasi sosial.
c.       Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/ berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak sebagai generasi penerus.
d.      Menciptakan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan umat.[3]
2.      Landasan hukum wakaf uang
1.      Al-Qur’an
a.       Surah Ali Imran : 92
لَنْ تَنَالُواْ آلْبِرَّ حَتَّىَ تُنْفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُواْ مِنْ شَىءٍفَإِنَّ آللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya : “Kamu sekalian tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
b.      Surah Al-Baqarah : 261-262
مَسَلُ الَّذِ يْنَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلَّ سُنْبُلَةٍ مِا ئَةُ
حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَا عِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) الَّذِينَ ينْفِقُونَ أمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
ثُمَّ لايُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلاَ أَذًى لهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَرَبَّهِمْ وَلاَخَوْفٌ عَلَيهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ (262)
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap bulir seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan Allah maha luas (karunia lagi maha mengetahui). Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima) mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.
2.      Hadist
Artinya : “Dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dinar membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan mempersewakan tidak mewakafkannya”. (HR. Imam Nawawi).
3.      Ijma
a.       Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum wakaf tunai. Pada umumnya para ulama berpandangan bahwa harta yang diwakafkan harus kekal zat atau pokoknya dan berupa benda tidak bergerak, sehingga uang tidak boleh diwakafkan karena termasuk benda bergerak.
b.      Pendapat Imam Al-Zuhri (124 H). Mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan mauquf alaih.
c.       Pendapat sebagian ulama al-Syafi’i. Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam al-Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang).
d.      Al-Zuhaily menyatakan bahwa ulama Hanafiyah membolehkan wakaf tunai sebagai pengecualian, juga atas dasar istihsan bi al-urfi, karena sudah banyak dilakukan masyarakat. Mereka berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan dengan urf mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash.[4]
Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang yang intinya berisi :
a.       Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
b.      Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
c.       Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
d.      Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan syar’i.
e.       Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
4.      Undang-Undang
Secara khusus wakaf benda bergerak berupa uang diatur dalam Pasal 28-31 UU Nomor 41 tahun 2004. Ketentuan mengenai wakaf uang adalah:
1.      Wakaf dibolehkan mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri.
2.      Wakaf uang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis.
3.      Wakaf diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
4.      Sertfikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada wakif dan nadzhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
5.      Lembaga keuangan syariah atas nama nadzhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak diterbitkannya sertifikat wakaf uang.[5]
B.     Wakaf Uang dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia
Dalam wakaf, prinsip kekalnya manfaat itu merupakan prinsip yang utama dari keseluruhan prinsip wakaf. Dalam rangka menafsirkan prinsip inilah, para ulama berijtihad mengklasifikasi dan merinci jenis-jenis benda mana yang dapat diwakafkan dan yang tidak dapat diwakafkan.
Imam Muhyiddin an-Nawawi, mensyaratkan agar benda itu mempunyai daya tahan agar manfaat dan keuntungan dari benda wakaf itu dapat terjaga. Menurutnya benda itu tidak dapat berupa sesuatu yang dapat dimakan dan tidak pula bentuk minyak wangi. Ia membolehkan mewakafkan binatang ternak dan benda bergerak lainnya.
Abu Ishaq al-Syirazi mengatakan, bahwa setiap benda yang tidak rusak dan tahan lama yang dapat diambil manfaatnya secara terus menerus seperti makanan dan minyak wangi tidak dapat diwakafkan.
Dari pendapat tersebut, jelas bahwa klasifikasi dan rincian jenis-jenis benda yang dapat diwakafkan dan tidak dapat diwakafkan terkait erat dengan prinsip langgengnya manfaat (dawam al-intifa). Bagaimanapun pada kondisi kini, uang dapat dijadikan komoditi dagang yang menguntungan, uang dapat didepositokan yang setiap jangka waktu tertentu dapat diambil keuntungannya, dan uang dapat diinvestasikan dalam bentuk saham perusahaan yang dalam periode tertentu dapat menerima keuntungan. Persoalan ini dapat dikembalikan jawabannya pada prinsip kekalnya (dawam al-intifa). Atas dasar prinsip ini uang tetap utuh, baik dalam bentuk benda, lembaran saham maupun dalam bentuk lainnya dan memberikan manfaat dan keuntungan.
Kebolehan mewakafkan uang sudah ada diantara para ulama, walaupun ada yang berbeda pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, bahwa pada dasarnya benda yang diwakafkan benda bergerak, namun benda bergerak boleh diwakafkan dalam beberapa hal yaitu :
Pertama, keadaan harta bergerak itu mengikuti benda tidak bergerak :
1.      Barang tersebut mempunyai hubungan dengan sifat diam di tempat dan tetap. Misalnya, bangunan dan pohon. Menurut mereka bangunan dan pohon termasuk benda bergerak yang tergantung pada benda tidak bergerak.
2.      Benda bergerak yang dipergunakan untuk membantu benda tidak  bergerak seperti alat untuk membajak dan kerbau yang digunakan untuk bekerja.
Kedua, kebolehan wakaf benda bergerak itu berdasarkan asas yang memperbolehkan wakaf senjata dan binatang-binatang yang digunakan untu berperang.
Ketiga, wakaf benda bergerak itu mendatangkan ilmu pengetahuan seperti wakaf kitab suci Al-Qur’an dan mushaf. Menurut mereka pengetahuan adalah sumber pemahaman dan tidak bertentangan dengan nash. Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa untuk mengganti benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan kekalnya manfaat. Menurut mereka mewakafkan buku dan mushaf dimana yang diambil adalah pengetahuannya adalah sama dengan mewakafkan dinar dan dirham (uang).
Dengan begitu, jelas bahwa ulama Hanafiyah membolehkan wakaf uang. Begitu juga Imam az-Zuhri yang berpendapat bahwa, mewakafkan dinar (uang) hukumnya boleh dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha. Keuntungan usaha tersebut kemudian dikeluarkan kepada maukuf alaih. Di samping itu, az-Zuhri dan ulama Hanafiyah, sebagian ulama Syafi’iyah juga membolehkan wakaf dinar dan dirham.
Mengenai wakaf uang di Indonesia pada saat ini sudah tidak ada masalah lagi. Pada tanggal 11 Mei 2002 komisi fatwa MUI menetapkan fatwa tentang wakaf uang yang isinya :
1.      Wakaf uang (cash wakaf/waqf an-nuqud), adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga dan badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2.      Termasuk dalam pengertian uang (surat-surat berharga).
3.      Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
4.      Wakaf uang hanya boleh disalurkan oleh syar’i.
5.      Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Dalam pasal 16 ayat 3 UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf, harta benda wakaf tidak dibatasi pada benda tidak bergerak saja, tetapi seperti benda bergerak (uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku). Dalam pasal UU ini juga disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri.
Pengembangan wakaf uang ini memang tidak mudah, karena resikonya cukup tinggi. Karena itu diharapkan BWI (Badan Wakaf Indonesia) dapat menjalankan  tugas dan wewenangnya, dan ia mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia sehingga nantinya wakaf dapat berfungsi sebagaimana mestinya yang disyariatkannya wakaf.[6]
C.    Wewenang Badan Wakaf Indonesia bagi pengembangan wakaf uang
Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu khususnya.
Pengelola wakaf adalah salah satu unsur penting dalam perwakafan. Berfungsi atau tidaknya wakaf sangat tergantung pada kemampuan pengelola wakaf. Apabila pengelola wakaf kurang cakap dalam mengelola harta wakaf, dapat mengakibatkan potensi harta wakaf sebagai sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat muslim tidak optimal.
Bahkan dalam  berbagai kasus ada pengelola wakaf yang kurang memegang amanah, seperti melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, dan kecurangan-kecurangan lain sehingga memungkinkan harta wakaf tersebut berpindah tangan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya calon pewakaf sebelum berwakaf memperhatikan lebih dahulu apa yang diperlukan masyarakat, dan dalam memilih pengelola wakaf hendaknya dipertimbangkan kompetensinya.
Kelahiran BWI (Badan Wakaf Indonesia) merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI dijelaskan dalam Pasal 47 adalah memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia. Jadi, BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab pada masyarakat.
Dalam Pasal 28 UU ini disebutkan bahwa wewenang Badan Wakaf Indonesa (BWI), adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan pembinaan terhadap nadzhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
2.      Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
3.      Memberikan persetujuan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf.
4.      Memberhentikan dan mengganti nadzhir.
5.      Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Dalam Pasal yang sama ayat 2 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, BWI dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu.[7]
Dilihat dari tugas dan wewenang BWI dalam UU ini jelas bahwa BWI mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia sehingga nantinya wakaf dapat berfungsi sebagaimana disyariatkannya wakaf. Untuk itu, orang-orang yang berada di BWI nantinya hendaknya orang-orang yang memang berkompeten di bidangnya masing-masing sesua dengan yang dibutuhkan oleh badan tersebut. Satu hal yang penting dalam UU ini disebutkan bahwa peruntukan benda wakaf  tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta  benda wakaf.[8]
Adapun strategi untuk merealisasikan visi dan misi Badan Wakaf Indonesia :
1.      Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan Wakaf Indonesia, baik nasional maupun internasional.
2.      Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
3.      Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
4.      Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nadzhir dalam pengelolaan dan pengembangan harta wakaf.
5.      Mengkoordinasi dan membina seluruh nadzir wakaf.
6.      Menertibkan pengadiministrasian harta benda wakaf.
7.      Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
8.      Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang berskala nasional dan internasional.[9]
Peran BWI sebagai lembaga pengelola wakaf, memerlukan SDM yang baik sesuai dengan sistem organisasi dan kecakapan ilmu yang dimiliki dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Peningkatan kualitas SDM pengelola wakaf seperti nazhir diperlukan. Dan juga melibatkan mitra-mitra bisnis strategis yang bergerak di bidang jasa keuangan syariah, dalam promosi dan sosialisasi wakaf uang yang sedang dikembangkan oleh BWI, agar prospeknya dan kepercayaan masyarakat terhadap wakaf uang di BWI tumbuh subur.[10]



D.    Tata cara wakaf uang
Wakaf tunai (uang), kiranya dapat diserahkan ke Bank Syariah sebagai penerima dan penyalur wakaf sesuai S.K.Dir.BI No 32/34/KEP/DIR tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah dimana pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: “Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan pinjaman kebajikan (qardhul hasan)”. Di samping itu juga kepada Bank Perkreditan Rakyat sesuai S.K.Dir.BI No 32/36/KEP/DIR tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah dimana dalam pasal 28 berbunyi : “BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan pinjaman kebajikan”.
Dengan adanya fungsi pada bank tersebut, memberi kesempatan bagi umat Islam dengan mudah mewakafkan hartanya selain tanah, dan dengan dikelola wakaf uang tersebut oleh bank akan dapat berkembang, begitu juga pemanfaatannya untuk kesejahteraan umat.[11]
Wakaf benda bergerak berupa uang dalam UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf, dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah
2.      Kalau uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, harus dikonversi dulu ke rupiah.
3.      Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan :
a.       Hadir di lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak mewakafkan uangnya.
b.      Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan
c.       Menyetorkan secara tunai sejumlah uang kepada LKS-PWU
d.      Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai akta ikrar wakaf.
4.      Kalau wakif tidak bisa hadir, bisa menunjuk wakil atau kuasanya.
5.      Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir dihadapan PPAIW yang selanjutnya nazhir menyerahkan akta ikrar wakaf tersebut kepada LKS
Untuk tata cara wakaf uang, yaitu wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS penerima wakaf uang (LKS-PWU). Adapun mekanisme pelaksanaan wakaf uang sebagai berikut :
1.      LKS yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan saran dan pertimbangan dari BWI
2.      BWI memberikan saran dan pertimbangan setelah mempertimbangkan saran instansi terkait
3.      Saran dan pertimbangan yang diberikan kepada LKS penerima wakaf uang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Menyampaikan permohonan secara tertulis kepada menteri
b.      Melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum
c.       Memiliki kantor operasional di wilayah RI
d.      Bergerak di bidang keuangan syariah
e.       Memiliki fungsi menerima titipan (wadiah)
4.      BWI wajib memberikan pertimbangan kepada menteri paling lambat 30 hari kerja setelah LKS memenuhi persyaratan
5.      Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI, menteri paling lambat 7 hari kerja menunjuk LKS atau menolak permohonan yang dimaksud.
LKS penerima wakaf uang bertugas, yaitu antara lain :
1.      Mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS penerima wakaf uang
2.      Menyediakan blangko sertifikat wakaf uang
3.      Menerima secara tunai wakaf uang dari wakif atas nama nazhir
4.      Menempatkan uang wakaf kedalam rekening titipan atas nama nazhir yang ditunjuk wakif
5.      Menerima pernyataan kehendak wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak wakif
6.      Menerbitkan sertifikat wakaf uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada wakif dan menyerahkan tembusan sertfikat kepada  nazhir yang ditunjuk oleh wakif
7.      Mendaftarkan wakaf uang kepada  menteri atas nama nazhir
Dalam sertifikat wakaf uang, sekurang-kurangnya harus memuat keterangan mengenai :
1.      Nama LKS penerima wakaf uang
2.      Nama wakif
3.      Alamat wakif
4.      Jumlah wakaf uang
5.      Peruntukan wakaf
6.      Jangka waktu wakaf
7.      Nama nazhir yang dipilih
8.      Tempat dan tanggal penerbitan sertifikat wakaf uang
E.     Wakaf Produktif dan contoh jenis-jenis pengelolaannya di Indonesia
Wakaf produktif adalah pengelolaan wakaf yang diarahkan untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan pengelolaan yang profesional. Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus menghasilkan dan hasil tersebut dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Surplus wakaf produktif inilah yang menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan kebutuhan umat, seperti pembiayaan pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Wakaf produktif sendiri adalah pelaksanaan dari wakaf benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang di kembangkan sehingga menghasilkan keuntungan bersih yang nantinya akan diberikan kepada orang-orang yang berhak sesuai tujuan wakaf, seperti kegiatan sosial dan peribadatan.
Jenis-jenis pengelolaan wakaf produktif, yaitu :
1.       Pengelolaan wakaf tradisional yang ditandai dengan  penempatan wakaf sebagai ibadah mahdhoh atau ibadah ritual, sehingga harta benda wakaf kebanyakan berupa pembangunan fisik, seperti masjid, pesantren, tanah pekuburan, dsb.
2.      Pengelolaan wakaf semi profesional yang ditandai dengan adanya pengembangan dari aset wakaf, seperti adanya fasilitas gedung pertemuan, toko, dan fasilitas lainnya di lingkungan masjid yang berdiri diatas tanah wakaf. Hasil dari usaha-usaha tersebut digunakan untuk membiayai wakaf di bidang pendidikan.
3.      Pengelolaan wakaf profesional yang ditandai dengan pemberdayaan wakaf secara produktif dan profesionalisme pengelolaan yang meliputi aspek manajemen, SDM nazhir, pola kemitraan usaha, dan bentuk wakaf benda bergerak, seperti uang dan surat berharga yang didukung UU wakaf yang berlaku. Hasil dari pengelolaan wakaf digunakan untuk pendidikan Islam, pengembangan rumah sakit, pemberdayaan ekonomi umat, dan bantuan pengembangan sarana dan prasarana ibadah.
Untuk mengelola wakaf secara produktif, terdapat beberapa asas, yaitu :
1.      Asas keabadian manfaat. Benda wakaf bisa dibilang memiliki keabadian manfaat apabila :
a.       Benda itu dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh orang banyak.
b.      Wakif dan penerima wakif sama-sama berhak memanfaatkan benda wakaf tersebut secara berkesinambungan. Seorang wakif boleh mengambil manfaat dari apa yang diwakafkan, tapi wakif jangan merasa bahwa itu masih miliknya.
c.       Nilai materilnya banyak. Misanya, dibangun untuk mendirikan masjid, selain dibuat sholat bisa juga digunakan untuk TPA, dll. Artinya potensi nilai manfaatnya bisa lebih banyak daripada potensi nilai materilnya.
d.      Benda wakaf itu tidak menjadi mudharat bagi orang di sekitarnya. Tidak digunakan untuk membangun tempat yang berunsur maksiat.
2.      Asas pertanggungjawaban
Wakaf harus dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Bentuknya adalah dengan mengelolanya secara sungguh-sungguh yang didasarkan kepada :
a.       Tanggung jawab kepada Allah SWT atas perilaku dan perbuatannya
b.      Tanggung jawab kepada pihak lembaga yang lebih tinggi sesuai dengan jenjang organisasi ke-nazhir an
c.       Tanggung jawab hukum, yaitu tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan saluran-saluran dan ketentuan hukum yang berlaku.
d.      Tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab yang terkait dengan moral masyarakat
3.      Asas profesionalitas manajemen
Untuk mengelola dan mengembangkan harta wakaf, yaitu pentingnya profesionalitasme dalam pengelolaannya.
4.      Asas keadilan sosial
Terdapat 3 tujuan bahwa dalam pengelolaan wakaf yang didasarkan pada asas keadilan sosial, yaitu :
a.       Asas keadilan sosial yang bersumber dari keimanan yang menggambarkan bahwa semua manusia adalah milik Allah SWT
b.      Menggalakkan sistem pendistribusian kembali yang lebih efektif dengan mengaitkannya kepada ridha Allah SWT
c.       Mendorong kewajiban berbuat adil dan saing membantu




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Dengan kata lain, wakaf uang merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian harta benda miliknya yang berupa uang untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Wakaf uang belandasan hukum pada Al-Qur’an Surah Ali Imran : 92 dan Surah Al-Baqarah : 261-262 , Hadist HR. Imam Nawawi,  Ijma para ulama, dan juga Undang-Undang yang diatur dalam Pasal 28-31 UU Nomor 41 tahun 2004.
Wakaf uang di Indonesia pada tanggal 11 Mei 2002 komisi fatwa MUI menetapkan fatwa tentang Wakaf uang, surat-surat berharga,Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh), wakaf uang hanya boleh disalurkan oleh syar’i, nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Wewenang Badan Wakaf Indonesa (BWI),Melakukan pembinaan terhadap nadzhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, Memberikan persetujuan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, Memberhentikan dan mengganti nadzhir, Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Wakaf tunai (uang), kiranya dapat diserahkan ke Bank Syariah sebagai penerima dan penyalur wakaf sesuai S.K.Dir.BI No 32/34/KEP/DIR tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah dimana pasal 29 ayat 2.
Wakaf produktif adalah pengelolaan wakaf yang diarahkan untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan pengelolaan yang profesional. Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus menghasilkan dan hasil tersebut dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
                                                                      

B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami yang selanjutnya. Dan semoga kita bisa bersama-sama mempelajari materi ini dan selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Diana, Ilfi Nur.Hadis-Hadis Ekonomi.Malang:UIN Maliki Press.2012.
Nurhayati, Sri & Wasilah. Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta:
      Salemba Empat.2014.
Mardani.Hukum Ekonomi Syariah.Bandung:Refika Aditama.2011.
Muslim, Sarip. Akuntansi Keuangan Syariah.Bandung:Pustaka Setia.2015.
Al Arif, M Nur Rianto. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung:Pustaka
      Setia.2012.
Syakir, Ahmad.Wakaf Produktif. Jurnal State Islamic University of
      Sumatera Utara.Vol 5 No 2.July 2016.
Aziz, Muhammad.Peran Badan Wakaf Indonesia Dalam Mengembangkan
      Prospek Wakaf Uang Di Indonesia.Vol 1 No 2, Maret 2017.






[1] M Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah,(Bandung:Pustaka Setia,2012),417.
[2] Sarip Muslim,Akuntansi Keuangan Syariah,(Bandung:Pustaka Setia,2015),394.
[3] Ilfi Nur Diana,Hadis-Hadis Ekonomi,(Malang:UIN Maliki Press,2012),105-106.
[4] Sri Nurhayati & Wasilah,Akuntansi Syariah Di Indonesia,(Jakarta:Salemba Empat,2014),331-332.
[5] Sarip Muslim,Akuntansi Keuangan Syariah,(Bandung:Pustaka Setia,2015),391.
[6] Mardani,Hukum Ekonomi Syariah,(Bandung:Refika Aditama,2011),75-78.
[7] M Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah,(Bandung:Pustaka Setia,2012),423.
[8] Mardani,Hukum Ekonomi Syariah,(Bandung:Refika Aditama,2011),79-80.
[9]M Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah,(Bandung:Pustaka Setia,2012),425.
[10] Muhammad Aziz,Peran Badan Wakaf Indonesia Dakam Mengembangkan Prospek Wakaf Uang Di Indonesia.Vol 1 No 2, Maret 2017.
[11] Mardani,Hukum Ekonomi Syariah,(Bandung:Refika Aditama,2011),70-71.

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...