DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI...........................................................................................
ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................1
C. Tujuan....................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf Uang dan landasan hukumnya.......................3
B. Wakaf Uang dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia............7
C. Wewenang Badan Wakaf Indonesia bagi pengembangan wakaf
uang ..................................................................................................9
D.
Tata cara wakaf
uang................................................................12
E.
Wakaf
Produktif dan contoh jenis-jenis pengelolaannya di
Indonesia.................................................................................14
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................17
B. Saran......................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wakaf adalah salah
satu bentuk filantropi dalam Islam. Dan salah satu cara penggunaan harta
yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Wakaf telah dilaksanakan
sejak zaman rasul hingga saat ini dengan bentuk yang lebih luas, yaitu tidak
hanya wakaf dalam bentuk aset nonkas, tapi juga wakaf dalam bentuk uang tunai
yang biasa dikenal dengan wakaf tunai.
Wakaf sendiri
bertujuan untuk kemaslahatan manusia dengan mendekatkan diri kepada Allah dan
untuk memperoleh pahala yang berkesinambungan dari pemanfaatan harta yang
diwakafkan, yang akan terus mengalir walaupun pewakaf sudah meninggal dunia.
Lazimnya, benda
wakaf selalu berbentuk tanah dan bangunan. Benda wakaf selain yang dimanfaatkan
untuk masjid, sekolah dan tanah kuburan, selalu tidak termanfaatkan secara
baik. Bahkan sering menjadi beban sering menjadi beban tambahan kepada
masyarakat. Misalnya untuk biaya pemeliharaan dan pembayaran Pajak Bumi
Bangunan. Dan parahnya, banyak harta wakaf (khususnya dalam bentuk tanah) yang
hilang dan tidak diketahui keberadaannya lagi.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Wakaf Tunai (Uang)
dan landasan hukumnya ?
2.
Bagaimana Wakaf
Uang dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia ?
3.
Bagaimana wewenang
Badan Wakaf
Indonesia bagi pengembangan wakaf uang ?
4. Bagaimana tata cara wakaf uang ?
5. Apa yang dimaksud wakaf Produktif dan contoh jenis-jenis pengelolaannya di Indonesia
?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian Wakaf Tunai (Uang) dan landasan hukumnya
2.
Untuk mengetahui bagaimana wakaf Uang dalam Hukum Islam dan Hukum Indonesia
3.
Untuk memahami bagaimana wewenang Badan Wakaf Indonesia bagi pengembangan wakaf uang
4.
Untuk mengetahui bagaimana tata cara wakaf
uang
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari wakaf produktif dan contoh
jenis-jenis pengelolaannya di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf Tunai (Uang) dan landasan hukumnya
1. Pengertian wakaf tunai (uang)
Cash wakaf atau wakaf tunai, adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk dalam
pengertian uang adalah surat-surat berharga. Dengan kata lain, wakaf uang
merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan/menyerahkan sebagian harta
benda miliknya yang berupa uang untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah/kesejahteraan umum menurut syariat.
Wakaf uang merupakan dana amanah yang harus segera diserahkan kepada mauquf
alaih. Satu hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan wakaf adalah menjamin
kelanggengan aset wakaf agar tetap memberikan manfaat prima sesuai tujuannya.
Seiring perjalanan waktu, semua aktivitas tetap yang digunakan untuk pemenuhan
operasional pasti mengalami proses penyusutan. Untuk mencapai kelanggengan
manfaat ini dibutuhkan ini biaya untuk menutup beban pemeliharaan yang telah
dikeluarkan. Pendapatan inilah yang menjadi kajian studi kelayakan ekonomi
suatu proyek harta wakaf.[1]
Dalam sejarah, wakaf uang telah dipraktikkan sejak awal abad ke-2 H. Hal
tersebut dilakukan berdasarkan pendapat beberapa ulama, diantaranya adalah
pendapat Imam az-Zuhri yang telah memfatwakan bahwa mewakafkan dinar hukumnya
boleh dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha dan
keuntungannya disalurkan pada mauquf alaih.[2]
Wakaf ini termasuk wakaf produktif, yaitu pemberian dalam bentuk sesuatu
yang dapat diusahakan atau digulirkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.
Wakaf tunai ini memang hampir sama dengan instrument keuangan Islam lainnya
seperti zakat, infaq dan shadaqah.
Bedanya jika ZIS dapat saja dibagikan langsung langsung dana pokonya kepada
yang berhak, sedangkan wakaf tunai, dana pokoknya akan diinvestasikan terus
menerus sehingga umat memiliki dana yang selalu ada dan selalu bertambah, baru
kemudian keuntungan investasi dari pokok itulah yang akan dipakai untuk
kemaslahatan. Wakaf tunai ini lebih bersifat fleksibel daripada wakaf
tanah/bangunan dan pendistribusiannya tidak mengenal batas wilayah. Adapun
tujuan dari penggalangan wakaf tunai
adalah :
a. Penggalangan tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi
modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b. Meningkatkan investasi sosial.
c. Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/ berkecukupan
kepada fakir miskin dan anak-anak sebagai generasi penerus.
d. Menciptakan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial serta
meningkatkan kesejahteraan umat.[3]
2. Landasan hukum wakaf uang
1. Al-Qur’an
a. Surah Ali Imran : 92
لَنْ تَنَالُواْ آلْبِرَّ حَتَّىَ تُنْفِقُواْ
مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُواْ مِنْ شَىءٍفَإِنَّ آللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya : “Kamu sekalian tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
b. Surah Al-Baqarah : 261-262
مَسَلُ الَّذِ يْنَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ
فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلَّ
سُنْبُلَةٍ مِا ئَةُ
حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَا عِفُ لِمَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) الَّذِينَ ينْفِقُونَ أمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ
ثُمَّ لايُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا
وَلاَ أَذًى لهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَرَبَّهِمْ وَلاَخَوْفٌ عَلَيهِمْ وَلاَهُمْ
يَحْزَنُونَ (262)
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap bulir seratus
biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki dan Allah
maha luas (karunia lagi maha mengetahui). Orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan
penerima) mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.
2. Hadist
Artinya : “Dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang
berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan
dirham dan dinar membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan
mempersewakan tidak mewakafkannya”. (HR. Imam Nawawi).
3. Ijma
a. Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum wakaf tunai. Pada umumnya para
ulama berpandangan bahwa harta yang diwakafkan harus kekal zat atau pokoknya
dan berupa benda tidak bergerak, sehingga uang tidak boleh diwakafkan karena
termasuk benda bergerak.
b. Pendapat Imam Al-Zuhri (124 H). Mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan
cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya
disalurkan mauquf alaih.
c. Pendapat sebagian ulama al-Syafi’i. Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam
al-Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang).
d. Al-Zuhaily menyatakan bahwa ulama Hanafiyah membolehkan wakaf tunai sebagai
pengecualian, juga atas dasar istihsan bi al-urfi, karena sudah banyak
dilakukan masyarakat. Mereka berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan dengan urf
mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash.[4]
Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi
fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang yang intinya berisi :
a. Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang
tunai.
b. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
c. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
d. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
dibolehkan syar’i.
e. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan atau diwariskan.
4. Undang-Undang
Secara khusus wakaf benda bergerak berupa uang diatur dalam Pasal 28-31 UU
Nomor 41 tahun 2004. Ketentuan mengenai wakaf uang adalah:
1. Wakaf dibolehkan mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga
keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri.
2. Wakaf uang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang
dilakukan secara tertulis.
3. Wakaf diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
4. Sertfikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan
syariah kepada wakif dan nadzhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
5. Lembaga keuangan syariah atas nama nadzhir mendaftarkan harta benda wakaf
berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak diterbitkannya
sertifikat wakaf uang.[5]
B. Wakaf Uang dalam Hukum
Islam dan Hukum Indonesia
Dalam wakaf, prinsip kekalnya manfaat itu
merupakan prinsip yang utama dari keseluruhan prinsip wakaf. Dalam rangka
menafsirkan prinsip inilah, para ulama berijtihad mengklasifikasi dan merinci
jenis-jenis benda mana yang dapat diwakafkan dan yang tidak dapat diwakafkan.
Imam Muhyiddin an-Nawawi, mensyaratkan agar
benda itu mempunyai daya tahan agar manfaat dan keuntungan dari benda wakaf itu
dapat terjaga. Menurutnya benda itu tidak dapat berupa sesuatu yang dapat
dimakan dan tidak pula bentuk minyak wangi. Ia membolehkan mewakafkan binatang
ternak dan benda bergerak lainnya.
Abu Ishaq al-Syirazi mengatakan, bahwa
setiap benda yang tidak rusak dan tahan lama yang dapat diambil manfaatnya
secara terus menerus seperti makanan dan minyak wangi tidak dapat diwakafkan.
Dari pendapat tersebut, jelas bahwa
klasifikasi dan rincian jenis-jenis benda yang dapat diwakafkan dan tidak dapat
diwakafkan terkait erat dengan prinsip langgengnya manfaat (dawam al-intifa).
Bagaimanapun pada kondisi kini, uang dapat dijadikan komoditi dagang yang
menguntungan, uang dapat didepositokan yang setiap jangka waktu tertentu dapat
diambil keuntungannya, dan uang dapat diinvestasikan dalam bentuk saham
perusahaan yang dalam periode tertentu dapat menerima keuntungan. Persoalan ini
dapat dikembalikan jawabannya pada prinsip kekalnya (dawam al-intifa).
Atas dasar prinsip ini uang tetap utuh, baik dalam bentuk benda, lembaran saham
maupun dalam bentuk lainnya dan memberikan manfaat dan keuntungan.
Kebolehan mewakafkan uang sudah ada diantara
para ulama, walaupun ada yang berbeda pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, bahwa
pada dasarnya benda yang diwakafkan benda bergerak, namun benda bergerak boleh
diwakafkan dalam beberapa hal yaitu :
Pertama, keadaan harta bergerak itu mengikuti benda
tidak bergerak :
1. Barang tersebut mempunyai hubungan dengan sifat diam di tempat dan tetap.
Misalnya, bangunan dan pohon. Menurut mereka bangunan dan pohon termasuk benda
bergerak yang tergantung pada benda tidak bergerak.
2.
Benda bergerak yang dipergunakan untuk
membantu benda tidak bergerak seperti
alat untuk membajak dan kerbau yang digunakan untuk bekerja.
Kedua, kebolehan wakaf benda bergerak itu berdasarkan asas yang memperbolehkan
wakaf senjata dan binatang-binatang yang digunakan untu berperang.
Ketiga, wakaf benda bergerak itu mendatangkan ilmu pengetahuan seperti wakaf kitab
suci Al-Qur’an dan mushaf. Menurut mereka pengetahuan adalah sumber pemahaman
dan tidak bertentangan dengan nash. Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa untuk
mengganti benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan
kekalnya manfaat. Menurut mereka mewakafkan buku dan mushaf dimana yang diambil
adalah pengetahuannya adalah sama dengan mewakafkan dinar dan dirham (uang).
Dengan begitu, jelas bahwa ulama Hanafiyah membolehkan wakaf uang. Begitu
juga Imam az-Zuhri yang berpendapat bahwa, mewakafkan dinar (uang) hukumnya
boleh dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha. Keuntungan
usaha tersebut kemudian dikeluarkan kepada maukuf alaih. Di samping itu,
az-Zuhri dan ulama Hanafiyah, sebagian ulama Syafi’iyah juga membolehkan wakaf
dinar dan dirham.
Mengenai wakaf uang di Indonesia pada saat ini
sudah tidak ada masalah lagi. Pada tanggal 11 Mei 2002 komisi fatwa MUI
menetapkan fatwa tentang wakaf uang yang isinya :
1. Wakaf uang (cash wakaf/waqf an-nuqud), adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga dan badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk dalam pengertian uang (surat-surat berharga).
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan oleh syar’i.
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan atau diwariskan.
Dalam pasal 16 ayat 3 UU No 41 tahun 2004
tentang wakaf, harta benda wakaf tidak dibatasi pada benda tidak bergerak saja,
tetapi seperti benda bergerak (uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan,
hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai ketentuan
syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku). Dalam pasal UU ini juga
disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui
lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri.
Pengembangan wakaf uang ini memang tidak
mudah, karena resikonya cukup tinggi. Karena itu diharapkan BWI (Badan Wakaf
Indonesia) dapat menjalankan tugas dan
wewenangnya, dan ia mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perwakafan di
Indonesia sehingga nantinya wakaf dapat berfungsi sebagaimana mestinya yang
disyariatkannya wakaf.[6]
C.
Wewenang
Badan Wakaf Indonesia bagi
pengembangan wakaf uang
Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau
didirikan untuk mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat
maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka
yang kurang mampu khususnya.
Pengelola wakaf adalah salah satu unsur
penting dalam perwakafan. Berfungsi atau tidaknya wakaf sangat tergantung pada
kemampuan pengelola wakaf. Apabila pengelola wakaf kurang cakap dalam mengelola
harta wakaf, dapat mengakibatkan potensi harta wakaf sebagai sarana untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat muslim tidak optimal.
Bahkan dalam
berbagai kasus ada pengelola wakaf yang kurang memegang amanah, seperti
melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, dan
kecurangan-kecurangan lain sehingga memungkinkan harta wakaf tersebut berpindah
tangan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya calon pewakaf sebelum berwakaf
memperhatikan lebih dahulu apa yang diperlukan masyarakat, dan dalam memilih
pengelola wakaf hendaknya dipertimbangkan kompetensinya.
Kelahiran BWI (Badan Wakaf Indonesia)
merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam UU No 41 tahun 2004 tentang
wakaf. Kehadiran BWI dijelaskan dalam Pasal 47 adalah memajukan dan
mengembangkan perwakafan di Indonesia. Jadi, BWI adalah lembaga independen
untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya
bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab pada
masyarakat.
Dalam Pasal 28 UU ini disebutkan bahwa
wewenang Badan Wakaf Indonesa (BWI), adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pembinaan terhadap nadzhir dalam mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf.
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional
dan internasional.
3. Memberikan persetujuan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf.
4. Memberhentikan dan mengganti nadzhir.
5.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada
pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Dalam Pasal yang sama ayat 2 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya,
BWI dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah,
organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang
dianggap perlu.[7]
Dilihat dari tugas dan wewenang BWI dalam UU ini jelas bahwa BWI mempunyai
tanggung jawab untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia sehingga nantinya
wakaf dapat berfungsi sebagaimana disyariatkannya wakaf. Untuk itu, orang-orang
yang berada di BWI nantinya hendaknya orang-orang yang memang berkompeten di
bidangnya masing-masing sesua dengan yang dibutuhkan oleh badan tersebut. Satu
hal yang penting dalam UU ini disebutkan bahwa peruntukan benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana
ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan
cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf.[8]
Adapun strategi untuk merealisasikan visi dan misi Badan Wakaf Indonesia :
1. Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan Wakaf Indonesia, baik nasional
maupun internasional.
2. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
3. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
4. Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nadzhir dalam pengelolaan dan
pengembangan harta wakaf.
5. Mengkoordinasi dan membina seluruh nadzir wakaf.
6. Menertibkan pengadiministrasian harta benda wakaf.
7. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
8.
Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf yang berskala nasional dan internasional.[9]
Peran BWI sebagai lembaga pengelola wakaf, memerlukan SDM yang baik sesuai
dengan sistem organisasi dan kecakapan ilmu yang dimiliki dengan tugas dan
tanggung jawab yang diembannya. Peningkatan kualitas SDM pengelola wakaf
seperti nazhir diperlukan. Dan juga melibatkan mitra-mitra bisnis strategis
yang bergerak di bidang jasa keuangan syariah, dalam promosi dan sosialisasi
wakaf uang yang sedang dikembangkan oleh BWI, agar prospeknya dan kepercayaan
masyarakat terhadap wakaf uang di BWI tumbuh subur.[10]
D. Tata cara wakaf uang
Wakaf tunai (uang), kiranya dapat diserahkan
ke Bank Syariah sebagai penerima dan penyalur wakaf sesuai S.K.Dir.BI No
32/34/KEP/DIR tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah dimana pasal 29
ayat 2 yang berbunyi: “Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal, yaitu
menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana
sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan
pinjaman kebajikan (qardhul hasan)”. Di samping itu juga kepada Bank
Perkreditan Rakyat sesuai S.K.Dir.BI No 32/36/KEP/DIR tentang bank perkreditan
rakyat berdasarkan prinsip syariah dimana dalam pasal 28 berbunyi : “BPRS dapat
bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan pinjaman
kebajikan”.
Dengan adanya fungsi pada bank tersebut,
memberi kesempatan bagi umat Islam dengan mudah mewakafkan hartanya selain
tanah, dan dengan dikelola wakaf uang tersebut oleh bank akan dapat berkembang,
begitu juga pemanfaatannya untuk kesejahteraan umat.[11]
Wakaf benda bergerak berupa uang dalam UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf,
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah
2. Kalau uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, harus
dikonversi dulu ke rupiah.
3. Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan :
a. Hadir di lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU) untuk
menyatakan kehendak mewakafkan uangnya.
b. Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan
c. Menyetorkan secara tunai sejumlah uang kepada LKS-PWU
d. Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai akta
ikrar wakaf.
4. Kalau wakif tidak bisa hadir, bisa menunjuk wakil atau kuasanya.
5.
Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda
bergerak berupa uang kepada nazhir dihadapan PPAIW yang selanjutnya nazhir
menyerahkan akta ikrar wakaf tersebut kepada LKS
Untuk tata cara wakaf uang, yaitu wakif dapat mewakafkan benda bergerak
berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS penerima wakaf
uang (LKS-PWU). Adapun mekanisme pelaksanaan wakaf uang sebagai berikut :
1. LKS yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan saran dan pertimbangan dari BWI
2. BWI memberikan saran dan pertimbangan setelah mempertimbangkan saran
instansi terkait
3. Saran dan pertimbangan yang diberikan kepada LKS penerima wakaf uang harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Menyampaikan permohonan secara tertulis kepada menteri
b. Melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum
c. Memiliki kantor operasional di wilayah RI
d. Bergerak di bidang keuangan syariah
e. Memiliki fungsi menerima titipan (wadiah)
4. BWI wajib memberikan pertimbangan kepada menteri paling lambat 30 hari
kerja setelah LKS memenuhi persyaratan
5.
Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI,
menteri paling lambat 7 hari kerja menunjuk LKS atau menolak permohonan yang
dimaksud.
LKS penerima wakaf uang bertugas, yaitu antara lain :
1. Mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS penerima wakaf
uang
2. Menyediakan blangko sertifikat wakaf uang
3. Menerima secara tunai wakaf uang dari wakif atas nama nazhir
4. Menempatkan uang wakaf kedalam rekening titipan atas nama nazhir yang
ditunjuk wakif
5. Menerima pernyataan kehendak wakif yang dituangkan secara tertulis dalam
formulir pernyataan kehendak wakif
6. Menerbitkan sertifikat wakaf uang serta menyerahkan sertifikat tersebut
kepada wakif dan menyerahkan tembusan sertfikat kepada nazhir yang ditunjuk oleh wakif
7.
Mendaftarkan wakaf uang kepada menteri atas nama nazhir
Dalam sertifikat wakaf uang, sekurang-kurangnya harus memuat keterangan
mengenai :
1. Nama LKS penerima wakaf uang
2. Nama wakif
3. Alamat wakif
4. Jumlah wakaf uang
5. Peruntukan wakaf
6. Jangka waktu wakaf
7. Nama nazhir yang dipilih
8. Tempat dan tanggal penerbitan sertifikat wakaf uang
E. Wakaf Produktif dan contoh jenis-jenis pengelolaannya di Indonesia
Wakaf produktif adalah pengelolaan wakaf yang
diarahkan untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan pengelolaan yang profesional.
Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus menghasilkan dan hasil
tersebut dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Surplus wakaf produktif
inilah yang menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan kebutuhan umat, seperti
pembiayaan pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Wakaf produktif sendiri adalah pelaksanaan
dari wakaf benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang di kembangkan
sehingga menghasilkan keuntungan bersih yang nantinya akan diberikan kepada orang-orang
yang berhak sesuai tujuan wakaf, seperti kegiatan sosial dan peribadatan.
Jenis-jenis pengelolaan wakaf produktif, yaitu
:
1. Pengelolaan wakaf tradisional yang
ditandai dengan penempatan wakaf sebagai
ibadah mahdhoh atau ibadah ritual, sehingga harta benda wakaf kebanyakan berupa
pembangunan fisik, seperti masjid, pesantren, tanah pekuburan, dsb.
2. Pengelolaan wakaf semi profesional yang ditandai dengan adanya pengembangan
dari aset wakaf, seperti adanya fasilitas gedung pertemuan, toko, dan fasilitas
lainnya di lingkungan masjid yang berdiri diatas tanah wakaf. Hasil dari
usaha-usaha tersebut digunakan untuk membiayai wakaf di bidang pendidikan.
3. Pengelolaan wakaf profesional yang ditandai dengan pemberdayaan wakaf
secara produktif dan profesionalisme pengelolaan yang meliputi aspek manajemen,
SDM nazhir, pola kemitraan usaha, dan bentuk wakaf benda bergerak, seperti uang
dan surat berharga yang didukung UU wakaf yang berlaku. Hasil dari pengelolaan
wakaf digunakan untuk pendidikan Islam, pengembangan rumah sakit, pemberdayaan
ekonomi umat, dan bantuan pengembangan sarana dan prasarana ibadah.
Untuk mengelola wakaf secara produktif,
terdapat beberapa asas, yaitu :
1. Asas keabadian manfaat. Benda wakaf bisa dibilang memiliki keabadian
manfaat apabila :
a. Benda itu dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh orang banyak.
b. Wakif dan penerima wakif sama-sama berhak memanfaatkan benda wakaf tersebut
secara berkesinambungan. Seorang wakif boleh mengambil manfaat dari apa yang
diwakafkan, tapi wakif jangan merasa bahwa itu masih miliknya.
c. Nilai materilnya banyak. Misanya, dibangun untuk mendirikan masjid, selain
dibuat sholat bisa juga digunakan untuk TPA, dll. Artinya potensi nilai
manfaatnya bisa lebih banyak daripada potensi nilai materilnya.
d. Benda wakaf itu tidak menjadi mudharat bagi orang di sekitarnya. Tidak
digunakan untuk membangun tempat yang berunsur maksiat.
2. Asas pertanggungjawaban
Wakaf harus dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Bentuknya adalah dengan mengelolanya secara sungguh-sungguh yang didasarkan
kepada :
a. Tanggung jawab kepada Allah SWT atas perilaku dan perbuatannya
b. Tanggung jawab kepada pihak lembaga yang lebih tinggi sesuai dengan jenjang
organisasi ke-nazhir an
c. Tanggung jawab hukum, yaitu tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan
saluran-saluran dan ketentuan hukum yang berlaku.
d. Tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab yang terkait dengan moral
masyarakat
3. Asas profesionalitas manajemen
Untuk mengelola dan mengembangkan harta wakaf, yaitu pentingnya
profesionalitasme dalam pengelolaannya.
4. Asas keadilan sosial
Terdapat 3 tujuan bahwa dalam pengelolaan wakaf yang didasarkan pada asas
keadilan sosial, yaitu :
a. Asas keadilan sosial yang bersumber dari keimanan yang menggambarkan bahwa
semua manusia adalah milik Allah SWT
b. Menggalakkan sistem pendistribusian kembali yang lebih efektif dengan
mengaitkannya kepada ridha Allah SWT
c. Mendorong kewajiban berbuat adil dan saing membantu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk dalam
pengertian uang adalah surat-surat berharga. Dengan kata lain, wakaf uang
merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian harta benda miliknya
yang berupa uang untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu.
Wakaf uang belandasan hukum pada Al-Qur’an Surah Ali Imran : 92 dan Surah
Al-Baqarah : 261-262 , Hadist HR. Imam Nawawi,
Ijma para ulama, dan juga Undang-Undang yang diatur dalam Pasal 28-31 UU
Nomor 41 tahun 2004.
Wakaf uang di Indonesia pada tanggal 11 Mei
2002 komisi fatwa MUI menetapkan fatwa tentang Wakaf uang, surat-surat
berharga,Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh), wakaf uang hanya boleh disalurkan
oleh syar’i, nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Wewenang Badan Wakaf Indonesa (BWI),Melakukan
pembinaan terhadap nadzhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf,
Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional, Memberikan persetujuan atau izin atas perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf, Memberhentikan dan mengganti nadzhir, Memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan.
Wakaf tunai (uang), kiranya dapat diserahkan
ke Bank Syariah sebagai penerima dan penyalur wakaf sesuai S.K.Dir.BI No
32/34/KEP/DIR tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah dimana pasal 29
ayat 2.
Wakaf produktif adalah pengelolaan wakaf yang
diarahkan untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan pengelolaan yang profesional.
Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus menghasilkan dan hasil
tersebut dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat bermanfaat
bagi kita semua, kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi
merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi
sempurnanya makalah kami yang selanjutnya. Dan semoga kita bisa bersama-sama
mempelajari materi ini dan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Diana, Ilfi Nur.Hadis-Hadis Ekonomi.Malang:UIN
Maliki Press.2012.
Nurhayati, Sri & Wasilah. Akuntansi
Syariah Di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat.2014.
Mardani.Hukum Ekonomi Syariah.Bandung:Refika
Aditama.2011.
Muslim, Sarip. Akuntansi Keuangan Syariah.Bandung:Pustaka Setia.2015.
Al Arif, M Nur Rianto. Lembaga Keuangan Syariah.
Bandung:Pustaka
Setia.2012.
Syakir, Ahmad.Wakaf Produktif. Jurnal State
Islamic University of
Sumatera
Utara.Vol 5 No 2.July 2016.
Aziz, Muhammad.Peran Badan Wakaf Indonesia Dalam
Mengembangkan
Prospek Wakaf Uang Di Indonesia.Vol 1 No 2, Maret 2017.
[10] Muhammad Aziz,Peran Badan Wakaf Indonesia
Dakam Mengembangkan Prospek Wakaf Uang Di Indonesia.Vol 1 No 2, Maret 2017.
No comments:
Post a Comment