Friday, August 23, 2019

MAKALAH HAK HAK YANG MEMBERI JAMINAN



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................           .......     ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................  .......     iii
BAB I : PENDAHULUAN                            
A.    Latar Belakang...................................................................................... ........    1
B.     Rumusan Masalah................................................................................. ........    1
C.     Tujuan................................................................................................... ........    1
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Hak yang timbul dari UU: previllege,  retensi, pasal 1131 BW dan pasal
1132 BW........................................................................................................    2
B.     Hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung menanggung...................................................................................................    9
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................     .......     13
B.     Saran.................................................................................................   13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................           ........    14



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berdasarkan sifatnya, hak kebendaan dalam buku kedua KUHPerdata itu dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu hak kebendaan yang memberikan kenikmatan (zakelijkgenotsrecht) dan hak kebendaan yang memberikan jaminan (zakelijkzekenheidsrecht). Pembenttuk UU yang merumuskan benda dalam Pasal 499 KUHPerdata, yaitu semua benda dan hak.
Hak kebendaan yang bersifat jaminan selalu tertuju pada benda orang lain, baik itu benda bergerak maupun benda tidak bergerak, yaitu gadai dan hipotik. Oleh karena itu, maka adanya hak atas benda jaminan, yang terjadinya bisa dengan UU atau perjanjian.
Selain penggolongan lembaga jaminan dalam tata hukum Indonesia juga dikenal hak-hak yang bersifat memberikan memberikan jaminan. Sehingga karena adanya hak-hak tersebut kreditur akan merasa terjamin dalam pemenuhan piutangnya. Hak-hak jaminan tersebut ada yang timbul dari Undang-Undang dan ada yang harus diperjanjikan lebih dulu.
 Hak-hak yang timbulnya dari Undang-Undang ialah privilege, retensi. Sedangkan, hak-hak jaminan yang timbul dari perjanjian ialah perjanjian garansi, perutangan tanggung menanggung dan cessi sebagai jaminan. Hak-hak tersebut yang juga bersifat memberi jaminan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja hak yang timbul dari UU: previllege,  retensi, pasal 1131 BW dan pasal 1132 BW ?
2.      Apa saja hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung menanggung ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa saja hak yang timbul dari UU: previllege,  retensi, pasal 1131 BW dan pasal 1132 BW.
2.      Untuk memahami apa saja hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung menanggung.

BAB II


Setelah diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria, sebagian hak-hak kebendaan yang diatur buku kedua KUHPerdata menjadi tidak berlalu lagi, hal ini dikarenakan sebagian hak-hak tersebut pengaturannya telah digantikan oleh Undang-Undang Pokok Agraria dan beberapa UU khusus lainnya.[1]
Jika dikaitkan antara hukum kebendaan yang diatur buku kedua KUHPerdata dan hukum kebendaan yang diatur Undang-Undang Pokok Agraria, maka dapat disimpulkan bahwa hak-hak kebendaan itu dapat dibedakan atas :
a.       Hak kebendaan yang memberi kenikmatan (zakelijk genootsrecht) kepada pemiliknya, baik yang merupakan miliknya maupun benda milik orang lain, yaitu hak bezit, hak milik, hak memungut hasil, hak pakai dan hak mendiami.
b.      Hak kebendaan yang memberikan jaminan (zakelijk zekerheidsrecht) kepada pemegangnya, yaitu seperti gadai (pand) untuk jaminan kebendaan bergerak, hipotik untuk jaminan kebendaan atas kapal laut dan pesawat terbang, hak tanggungan untuk jaminan kebendaan bagi tanah atau fidusia untuk jaminan kebendaan bergerak yang tidak digadaikan atau untuk jaminan kebendaan bagi tanah yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
c.       Selain hak-hak tersebut, ada juga hak yang memberi jaminan tetapi bukan lembaga jaminan kebendaan. Hak ini dapat lahir dari UU seperti misalnya privilege dan retensi, maupun karena diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak seperti perjanjian garansi, perutangan tanggung menanggung dan cessie sebagai jaminan.
Berikut adalah penjelasan dari hak yang timbul dari UU: previllege,  retensi, pasal 1131 BW dan pasal 1132 BW  dan hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung menanggung.[2]
1.      Hak Privilege
Yaitu suatu hak yang diberikan UU kepada kreditur dikarenakan sifat dari piutang yang dimiliknya (piutang ini disebut dengan bevoorrechte schulden), yang mengakibatkan kreditur tersebut berkedudukan diatas kreditur lainnya. Sebagaimana pasal 1133 KUHPerdata menentukan bahwa hak yang didahulukan itu timbul dari privilege, pand (gadai) dan hipotik. Pand (gadai) dan hipotik memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada privilege kecuali jika UU menentukan lain.
Hak privilege adalah hak yang memberikan jaminan tetapi bukan hak kebendaan. Perbedaan antara privilege dan hak kebendaan adalah hak terhadap benda-benda milik debitur yang jika diperlukan dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi utang debitur. Dengan demikian, privilege sesungguhnya hanya merupakan hak untuk lebih didahulukan dalam pelunasan atau pembayaran utang ketika adanya eksekusi (pelelangan) dari harta kekayaan debitur karena kepailitan.
Privilege bukan jaminan yang bersifat kebendaan dan bukan jaminan yang bersifat perorangan tetapi memberi jaminannya juga. Menurut pasal 1134 KUH Perdata yang dimaksud privilege ialah suatu hak yang oleh undang- undang diberikan kepada seseorang berpiutang  sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya , semata- mata berdasakan sifatnya piutang, jadi privilege dilahirkan karena undang-undang sedang hak gadai, hipotik karena diperjanjikan sebelumnya, sehingga kedudukan gadai dan hipotik lebih tinggi daripada privilege, kecuali dalam hal- hal mana undang- undang ditentukan sebaliknya.[3]
Apabila diantara para berpiutang (kreditur) itu ada alasan yang sah untuk didadulukan, artinya bila diantara kreditur tersebut ada yang tidak puas mendapat pelunasan secara seimbang, bolehlah ia mendapatkan pelunasan lebih dahulu daripada penagih lainnya asalkan ada alasan yang diberikan oleh UU. Alasan yang didahulukan daripada penagih-penagih lain, yang seperti yang disebutkan Pasal 1133 KUHPerdata : “Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa (privilege), gadai (pand), dan dari hipotik”.
Kreditur yang pelunasan piutangnya tanpa jaminan disebut kreditur konkuren, sedangkan yang memegang benda jaminan benda bergerak disebut pand, benda tetap disebut hipotik (hak tanggungan), disebut kreditur preference. Apabila krditur konkuren merasa tidak puas dengan jaminan umum (Pasal 1131 KUHPerdata jo. Pasal 1132 KUHPerdata) pembayaran secara seimbang, begitu juga kreditur preference tidak puas dengan jaminan umum (Pasal 1131 dan jaminan pand atau hipotik) maka oleh UU, mereka dimungkinkan menggunakan jaminan orang (borgtocht) dan jaminan tanggung renteng (hoofdelijkheid).
Hak privilege lahir ketika kekayaan debitur yang telah disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua utangnya. Hak privilege dapat dibedakan menjadi dua, yaitu privilege umum dan privilege khusus. Privilege umum diberikan terhadap seluruh kekayaan yang dimiliki debitur, sedangkan privilege khusus diberikan terhadap suatu benda tertentu milik debitur.
Mana yang lebih didahulukan, privilege, pand atau hipotik. Karena ketiganya diatur dalam Pasal 1134 ayat 2 KUHPerdata? Jawabannya adalah pand dan hipotik didahulukan daripada privilege, kecuali jika ditentukan lain oleh UU. Hal ini dinyatakan oleh Pasal 1139 ayat 1 dan Pasal 1149 KUHPerdata. KUHPerdata membedakan dua macam privilege.
Kedudukan privilege khusus lebih tinggi daripada kedudukan privilege umum, dengan demikian privilege khusus akan lebih didahulukan daripada privilege umum (pasal 1138 KUHPerdata).[4]
a.       Privilege umum terdiri dari tujuh macam hak sebagaimana yang ditentukan pasal 1149 KUHPerdata, hak-hak tersebut ditentukan secara berurutan sehhingga hak yang disebutkan terlebih dahulu juga akan dilakukan dalam pelunasannya, yaitu :
a)      Biaya-biaya perkara, yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Biaya ini lebih didahulukan daripada gadai dan hipotik.
b)      Biaya-biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk menguranginya jika biaya tersebut terlalu tinggi.
c)      Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan.
d)     Upah para buruh selama tahun yang lalu dan upah yang sudah harus dibayarkan dalam tahun yang sedang berjalan serta biaya-biaya yang terkait dengan buruh lainnya yang ditentukan UU.
e)      Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan yang dilakukan kepada debitur beserta keluarganya selama waktu 6 bulan terakhir.
f)       Piutang-piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun yang penghabisan.
b.      Privilege khusus terdiri atas 9 macam hak yang tidak ditentukan urutannya, sehingga meskipun disebutkan secara berturut-turut tidak ada kewajiban untuk mendahulukan hak yang disebutkan terlebih dahulu (tidak mewajibkan adanya urutan pelunasan), yaitu :
a)      Biaya perkara yang disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Biaya ini dibayar dari pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu dari semua piutang lainnya yang diistimewakan, bahkan lebih dahulu daripada gadai dan hipotik (atau hak tanggungan).
b)      Uang sewa dari benda-benda tidak bergerak, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban si penyewa, serta segala apa yang mengenai kewajiban memenuhi persetujuan sewa.
c)      Harta pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar.
d)     Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang.
e)      Biaya untuk melakukan pekerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada seorang tukang.
f)       Semua yang telah diserahkan oleh pengusaha rumah penginapan kepada seorang tamu.
g)      Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya tambahan.
h)      Semua yang harus dibayar kepada tukang batu, tukang kayu dll tukang untuk pembangunan, penambahan dan perbaikan benda-benda tidak bergerak, asalkan piutangnya tidak lebih dari tiga tahun dan hak milik atastanah tetap pada si berutang.
i)        Penggantian dan pembayaran yang harus dipikul oleh pegawai yang memangku suatu jabatan umum, karena suatu kelalaian, kesalahan, pelanggaran, dan kejahatan yang dilakukan dalam jabatannya.
Privilege yang umum menentukan urutannya, artinya yang lebih dahulu disebut, juga didahulukan dalam pelunasannya. Privilege yang khusus tidak menentukan urutannya, walau disebutkan berturut-turut tetapi tidak mengharuskan adanya urutan.
Selain itu, dalam privilege perlu diingat adanya matiging recht[5] dari hakim, yaitu adanya kewenangan hakim untuk menentukan jumlah yang sepatutnya atau mengurangi sampai jumlah yang pantas agar para pihak tidak bertindak semaunya. Dalam hal debitur jatuh pailit atau dalam hal executie[6] harta kekayaan debitur inilah privilege sangat penting.
Ada ketentuan yang menunjukkan adanya privilege, dari suatu UU yaitu Pasal 1140 KUHPerdata yang menyatakan antara lain bahwa : “Segala barang perabotan rumah tangga yang berada dalam rumah sewaan menjadi tanggungan bagi si pemilik rumah untuk uang sewa yang belum dibayar, dengan tidak memandang apakah barang itu kepunyaan penyewa atau orang lain”.
Pemilik rumah dapat menyita barang tersebut bila dipindahkan ke tempat lain, asal dilakukan dalam waktu 40 hari. Dengan demikian, privilege pemilik rumah terhadap perabotan rumah sewa itu sudah meningkat menjadi hak kebendaan. Penyitaan yang dimaksud lazim disebut pandbeslag. Pernyataan pand disini bukan berarti gadai, melainkan persil.
Jika terjadi pertentangan privilege pemilik rumah dengan privilege penjual barang (hak reklame) yang harganya belum dibayar oleh si pembeli (penyewa), maka menurut UU yang dimenangkan adalah privilege pemilik rumah, kecuali penjual dapat membuktikan bahwa pemilik rumah pada saat menyita barang itu sudah mengetahui barang tersebut belum dibayar (Pasal 1146 KUHPerdata). Juga pemilik rumah bila terhadap pihak ketiga kepada siapa perabotan itu telah diperikatkan dalam gadai (Pasal 1142 KUHPerdata). Begitu juga pihak kepada siapa barang itu diserahkan dalam fiduciare eigendom overdracht (FEO).[7]
2.      Hak Retensi
Hak retensi adalah hak untuk menahan sesuatu benda sampai utang yang berkaitan dengan benda itu dilunasi. Hak retensi menyeruapai pand (gadai),  hak ini juga bersifat accessoir, sehingga ada atau tidaknya piutang pokok dan piutang pokok itu harus berkaitan dengan benda yang ditahan.
Hak retensi memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi, artinya jika hanya sebagian utang saja yang dibayar, tidak berarti kreditur harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan. Barang akan dikembalikan seluruhnya jika utang telah dibayar secara lunas oleh debitur. Sama halnya dengan gadai, hak retensi hanya memberi wewenang kepada kreditur untuk menahan benda tanpa disertai hak untuk memakai benda tersebut, dengan demikian kreditur harus memelihara benda itu dengan baik tanpa berhak memakainya.
Kekuasaan hak retensi terletak pada kewenangan kreditur untuk menahan benda dan menolak penyerahan benda sebelum ada pembayaran. Hak ini hanya terbatas pada hak untuk menolak tuntutan penyerahan benda dan tidak memiliki hak untuk didahulukan pemenuhannya terhadap benda yang ditahan tersebut (hak eksekusi atau melelang benda yang ditahan). Jika benda yang ditahan kemudian di lelang, penerima hak retensi (retentor) akan berkedudukan sama dengan kreditur biasa lainnya yaitu sebagai kreditur konkuren. Hal ini merupakan hak yang bersifat perseorangan (hanya dapat dipertahankan terhadap debitur saja) dan akan berakhir jika benda yang ditahan itu terlepas dari kekuasaan retentor.
Contohnya adalah “A meminta kepada B untuk memperbaiki jam tangan miliknya, setelah jam tangan itu selesai diperbaiki, B dapat menahan jam tangan milik A itu sampai A melunasi seluruh biaya perbaikan jam tangan tersebut”. Dalam hal ini B memiliki hak retensi untuk menahan jam tangan milik A sampai A melunasi semua biaya perbaikan jam.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan ciri dari hak retensi sebagai berikut :
a.       Hak retensi adalah hak perseorangan (persoonlijk) yang mengandung aspek hak kebendaan.
b.      Hak retensi tidak menimbulkan hak didahulukan. Debitur berkedudukan sebagai konkuren kreditur.
c.       Hak retensi adalah hak accesoir, tergantung pada perjanjian pokok.
d.      Hak retensi memberikan jaminan terhadap kreditur bahwa tagihannya dipenuhi.
e.       Hak retensi tidak menimbulkan hak untuk menikmati (memakai) benda.
Di dalam KUHPerdata hak retensi tidak diatur dalam suatu ketentuan umum, akan tetapi diatur secara sporadis, misalnya dalam Pasal 575, 576 KUH. Perdata (hak bezitter[8] yang beritikas baik), Pasal 715 (hak pemegang hak guna bangunan, Pasal 725 (hak guna usaha), Pasal 1159 (hak pemegang gadai). Juga didalam buku II KUHPerdata, hak ini ditemukan, seperti dalam Pasal 1729 (hak penerima barang titipan).
Di dalam KUHPerdata Nasional hak retensi ini perlu dipertahankan hanya saja perlu diadakan perbaikan, misalnya perlu diadakan atauran umum hingga hak setiap kreditur itu mendapat perlindungan yang pasti. Suatu ketentuan umum mengenai hak retensi sejalan dengan asas jaminan yang terdapat di dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menghendaki setiap orang bertanggung jawab untuk hutangnya.[9]
3.      Pasal 1131 BW
Dalam suatu hubungan hukum utang-piutang, UU memberikan perlindungan hukum kepada debitur melalui ketentuan pasal 1131 KUHPerdata. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh UU tanpa adanya perjanjian dari para pihak. Tergolong sebagai jaminan ini adalah jaminan umum berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, yang berbunyi “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.
Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan seluruh utangnya. Dalam pasal 1131 KUHPerdata memberi ketentuan bahwa apabila debitur wanprestasi, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan atas debitur tanpa terkecuali, merupakan sumber pelunasan bagi utangnya.
4.      Pasal 1132 BW
Dalam Pasal 1132 KUHPerdata, juga menjelaskan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutang padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.
Ketentuan pasal 1132 KUHPerdata tersebut menetapkan asas perrsamaan kedudukan daripada kreditur. Kedudukan kreditur, diantara para sesama kreditur terhadap si debitur adalah sama. Mereka disebut konkuren dan menetapkan jaminan umum. Selanjutnya bagi kreditur yang belum puas dengan kedudukannya sebagai kreditur konkuren diberikan kesempatan untuk meperjanjikan hak-hak jaminan kebendaan atau jaminan pribadi sebagai jaminan khusus.
Dalam jaminan khusus, kreditur didahulukan dari kreditur lainnya dalam pengambilan pelunasan atas hasil eksekusi benda-benda tertentu milik debitur. Kreditur yang demikian disebut dengan kreditur preferen.[10]
Jaminan umum yang bersumber dari UU sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut diatas mempunyai kelemahan yang bersifat mendasar dalam hal kemampuannya untuk melunasi utang debitur jika debitur wanprestasi. Kelemahan jaminan umum yang dibebankan kepada seluruh harta debitur ini terjadi ketika jummlah harta milik debitur tersebut tidak mencukupi untuk melunasi utangnya sangat besar, sehingga untuk mengantisipasi permasalahan tersebut alternatif yang dipergunakan adalah dengan menggunakan jaminan khusus yang objeknya adalah benda milik debitur yang telah ditentukan secara khusus dan diperentukkan bagi kreditur tertentu pula berdasarkan perpanjangan.[11]

B.     Hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung menanggung

1.      Perjanjian Garansi
Perjanjian garansi atau perjanjian Indemmity, termuat dalam Pasal 1316 KUHPerdata yang ditegaskan bahwa seseorang boleh menaggung pihak ketiga, dan menjanjikan bahwa pihak ketiga tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang yang berjanji tersebut, jika pihak ketiga menolak untuk memenuhi perjanjian tersebut.
Perjanjian garansi (perjanjian Indemmity), adalah jaminan yang bersifat indemnitas, dimana pemberi jaminan (guarantor) menjamin bahwa seorang pihak ketiga akan berbuat sesuatu yang biasanya, tetapi tidak selalu harus berupa tindakan untuk menutup suatu perjanjian tersebut.
Perjanjian garansi juga dapat diartikan bahwa penjamin diposisikan sama sebagai principal debitur yang secara tanggung renteng menyelesaikan kewajibanya kepada kreditur. Perjanjian garansi ini diaplikasikan dalam bentuk produk inovatif yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi yang bernama Surety Bond.
Seorang pemberi garansi mengikatkan diri untuk memberi ganti rugi, jika pihak III (yang dijamin) tidak melakukan perbuatan yang digaransinya. Contoh perjanjian garansi, yaitu perjanjian pengangkutan (Pasal 455 KUHDagang).
Dalam pasal 45 KUHDagang berbunyi sebagai berikut “Barang siapa mengadakan perjanjian pencarteran untuk orang lain, bagaimanapun juga terikat terhadap pihak lainnya, kecuali jika dalam perjanjian tersebut ia bertindak dalam batas kekuasaannya dan menyebutkan pemberi kuasanya”.
Perjanjian garansi ini mirip dengan perjanjian penanggungan, yaitu sama-sama adanya pihak ketiga yang berkewajiban memenuhi prestasi. Hanya perbedaannya dalam perjanjian garansi, kewajiban memenuhi prestasi tercantum dalam perjanjian pokok yang berdiri sendiri, sedangkan kewajiban yang demikian dalam perjanjian penanggungan ercantum dalam perjanjian assesoir.
Perbedaan lain adalah bahwa pada perjanjian garansi kewajiban yang dapat timbul adalah berupa penggantian kerugian, sedangkan pada penanggungan berupa kewajiban memenuhi perikatan (prestasi).[12]
2.      Cessie Sebagai Jaminan
Cessie adalah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara membuat akta tersendiri baik itu otentik maupun dibawah tangan yang diikuti dengan pemberitahuan mengenai penyerahan atau peralihan hak tersebut. Pembebanan cessie sebagai jaminan harus disampaikan secara tegas kepada debitur agar debitur mengetahui dan memperoleh akibat-akibat hukum sebagaimana yang terjadi pada lembaga-lembaga jaminan lainnya, yaitu ketika dibayarnya utang pokok oleh cedent (kreditur lama) kepada cessionaris (kreditur baru), maka cessie sebagai jaminan akan hapus dan piutang atas nama itu akan kembali kepada cedent tanpa adanya retro-cessie terlebih dahulu. Dalam hal ini cessie dibuat dengan syarat yang memutus (oontbindendevoorwaarde).[13]
Cessie mempunyai sifat yang yang dualistis, artinya cessie dapat dipandang dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sudut pandang hukum benda dan hukum perikatan. Cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang merupakan bagian dari Buku kedua KUHPerdata tentang kebendaan. Dari sudut pandang hukum perikatan, cessie dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga dan juga sebagai sarana hukum untuk terjadinya pergantian kreditur.
Melalui cessie, seseorang yang mempunyai hak tuntut atas piutang atas nama atau kreditur dapat mengalihkan hak tersebut kepada pihak ketiga. Dan dengan adanya peralihan atau penyerahan tersebut, maka pihak ketiga akan menggantikan kedudukan kreditur. Sebagai salah satu sarana hukum untuk terjadinya penggantian kreditur, cessie hampir sama dengan subrogasi dan novasi subyektif aktif. Tetapi cessie bukanlah penyebab berakhirnya perikatan.
Biasanya cessie terjadi karena kreditur membutuhkan uang. Sehingga ia menjual piutangnya pada pihak ketiga yang akan menerima pembayaran dari debitur pada saat piutang tersebut telah jatuh tempo. Pihak yang menyerahkan disebut cedent. Sedangkan pihak yang menerima penyerahan disebut cessionaris. Dan debitur dari tagihan yang diserahkan disebut cessus (debitur-cessus).
Formalitas yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu cessie, diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, yaitu :
a.       Peneyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan. Penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis diakui atau disetujui oleh debitur.
b.      Penyerahan piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu.
c.       Peneyerahan piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat dengan disertai endosemen.
3.      Tanggung Menanggung
Tanggung menanggung atau tanggung renteng, termuat dalam Pasal 1278 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa suatu perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng terjadi antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas pada masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang tersebut.
Sedangkan pembayaran yang dilakukan pada salah seorang diantara mereka, membebaskan debitur. Meskipun perikatan itu menurut sifat dapat dipecah dan dibagi antara para kreditur.
Perikatan tanggung renteng atau tanggung menanggung, adalah suatu perikatan dimana beberapa orang secara bersama sebagai para pihak berutang (debitur) berhadapan dengan satu orang kreditur. Jika salah satu debitur itu telah membayar utangnya pada kreditur, maka pembayaran tersebut akan membebaskan yang lain dari hutang.
Tanggung renteng didefinisikan sebagai tanggung jawab bersama diantara anggota dalam satu kelompok atas semua kewajiban terhadap koperasi dengan dasar keterbukaan dan saling mempercayai.
Dalam perikatan ini dikenal dengan adagium : “Satu untuk seluruhnya atau seluruhnya untuk satu”. Sebagai contoh, dalam Pasal 1749 KUHPerdata, yang berbunyi “Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka masing- masing dari mereka wajib bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman”.
Demikian pula Pasal 1836 KUHPerdata, menyatakan “Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama dan untuk utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk untuk seluruh hutang tersebut”.[14]
Yang dimaksud tanggung renteng yang bersifat memberi jaminan, adalah tanggung renteng yang pasif, yaitu dimana dalam perutangan tersebut terdapat beberapa orang debitur yang wajib berprestasi. Kebalikannya adalah tanggung renteng aktif dimana dalam perutangan tersebut terdapat beberapa kreditur yang berhak atas prestasi. Tanggung renteng aktif dalam praktek hampir tak pernah terjadi. Sedang tanggung renteng aktif yang timbul dari UU tidak dikenal contohnya. Perutangan tanggung renteng timbul  karena diperjanjikan atau karena diperjanjikan atau karena UU.
Tanggung renteng pasif sebagian besar timbul karena ketentuan-ketentuan UU, yaitu dalam Pasal 130, 365. Dalam tanggung renteng pasif menimbulkan dua macam akibat hubungan hukum, yaitu :
a.       Hubungan hukum yang bersifat extern, yaitu hubungan hukum antara para debitur dengan pihak lain (si kreditur).
b.      Hubungan hukum yang bersifat intern, yaitu hubungan hukum antara seesama debitur itu satu dengan lainnya.[15]
Jadi, sistem tanggung renteng tidak selalu dapat meningkat kinerja keuangan suatu usaha. Jika sistem tanggung renteng diterapkan secara baik maka dapat meningkatkan kinerja. Begitupun sebaliknya jika dalam penerapannya kurang maksimal dapat memperburuk kinerja suatu usaha.[16]



                                                                                   

A.    Kesimpulan

Jadi, selain ada hak-hak yang memberikan kenikmatan, ada juga hak-hak yang memberi jaminan. Dan dari hak-hak jaminan tersebut, ada yang timbul dari Undang- Undang dan ada yang harus diperjanjikan terlebih dahulu. Hak-hak yang timbulnya dari Undang-Undang adalah privilege dan retensi. Sedangkan, hak-hak jaminan yang timbul dari perjanjian adalah perjanjian garansi, tanggung menanggung dan cessi sebagai jaminan.
a.       Privilege, yaitu suatu hak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kreditur yang satu diatas kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat dari piutangnya.
b.      Retensi, yaitu hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian dengan benda itu dilunasi.
c.       Perjanjian garansi, yaitu jaminan yang bersifat indemnitas, dimana pemberi jaminan (guarantor) menjamin bahwa seorang pihak ketiga akan berbuat sesuatu yang biasanya, tetapi tidak selalu harus berupa tindakan untuk menutup suatu perjanjian tersebut.
d.      Cessie, yaitu penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara membuatkan akta otentik atau akta dibawah tangan, kemudian dilakukan pemberitahuan mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada debitur dari piutang tersebut.
e.       Tanggung menanggung, yaitu  suatu perikatan dimana beberapa orang secara bersama sebagai para pihak berutang (debitur) berhadapan dengan satu orang kreditur.

B.     Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami yang selanjutnya. Dan semoga kita bisa bersama-sama mempelajari materi ini dan selanjutnya.




Badrulzaman, Mariam Darus. Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. Bandung :   
     Alumi.2010.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum 
     Jaminan Dan Jaminan Perseorangan.Yogyakarta:Liberty OffsetYogyakarta.2011.
Meliala, Djaja S. Hukum Perdata Dalam Perspektif BW.Bandung:Nuansa Aulia.2012.
Setiawan, I Ketut Oka. Hukum Perorangan dan Kebendaan.Jakarta:Sinar Grafika. 
     2016.
Rustam, Riky.Hukum Jaminan.Yogyakarta:UII Press.2017.
Syahrani, Riduan.Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata.Bandung:Alumni.2006.
Prasetyawati, Niken dan Tony Hanoraga.2015. Jaminan Kebendaan Dan Jaminan
     Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang. Jurnal  
     Sosial Humaniora. Vol 8  No.1.
Sularto. 2017. Perlindungan Hukum Kreditur dan Separatis Dalam Kepailitan. Jurnal   
                Hukum Perdata.Vol 1 No 2.
Wahyudi, Arif dan Fepna Rustantia.2017.Sistem Tanggung Renteng Sebagai Strategi  
     Pembiayaan Dalam Meningkatkan Kinerja Bumdes Yang Bankable Pada warga
    Masyarakat Desa.Jurnal Paper Ekonomi dan Bisnis.Vol 2 No 5.














[1] Riky Rustam.Hukum Jaminan.(Yogyakarta:UII Press,2017),45.
[2] Ibid,47-49.
[3] Niken Prasetyawati dan Tony Hanoraga, Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang, Jurnal Sosial Humaniora.  Vol 8  No.1, Juni 201,126.
[4] Riduan Syahrani,Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata,(Bandung:Alumni,2006),171-172.
[5] Matiging recht, adalah moderasi hukum atau perintah.
[6] Executie, adalah apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial atau prestasi yang dilakukan sendiri oleh kreditur tanpa melalui hakim.
[7] I Ketut Oka Setiawan,Hukum Perorangan dan Kebendaan,(Jakarta : Sinar Grafika,2016),113-117.
[8] Bezitter, adalah suatu keadaan lahir dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum dilindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda sebenarnya ada pada siapa.
[9] Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,(Bandung :Alumni,2010),86-88.
[10] Sularto,2017,Perlindungan Hukum Kreditur Separatis Dalam Kepailitan.Jurnal Hukum Perdata,Vol 1,1-2.
[11]  Riky Rustam,Hukum Jaminan, (Yogyakarta : UII Press,2017),50-51.
[12] Djaja S Meliala,Hukum perdata dalam perspektif BW,(Bandung:Nuansa Aulia),145-149.
[13] Ibid,35-39.
[14] Djaja S Meliala.Hukum Perdata Dalam Perspektif BW.(Bandung:Nuansa Aulia.2012),150-198.
[15] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perseorangan,(Yogyakarta:Liberty Offset Yogyakarta,2011),71-72.
[16] Arif Wahyudi dan Fepna Rustantia,Sistem Tanggung Renteng Sebagai Strategi Pembiayaan Dalam Meningkatkan Kinerja Bumdes Yang Bankable Pada Masyarakat Desa, Jurnal Paper Ekonomi dan Bisnis, 2017,Vol 2 No 5.

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...