DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ....... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... ....... iii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... ........ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. ........ 1
C. Tujuan................................................................................................... ........ 1
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Hak
yang timbul dari UU: previllege,
retensi, pasal 1131 BW dan pasal
1132 BW........................................................................................................ 2
B. Hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung
menanggung................................................................................................... 9
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................... ....... 13
B. Saran................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... ........ 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan sifatnya, hak kebendaan dalam buku
kedua KUHPerdata itu dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu hak kebendaan
yang memberikan kenikmatan (zakelijkgenotsrecht) dan hak kebendaan yang
memberikan jaminan (zakelijkzekenheidsrecht). Pembenttuk UU yang
merumuskan benda dalam Pasal 499 KUHPerdata, yaitu semua benda dan hak.
Hak kebendaan yang bersifat jaminan selalu
tertuju pada benda orang lain, baik itu benda bergerak maupun benda tidak
bergerak, yaitu gadai dan hipotik. Oleh karena itu, maka adanya hak atas benda
jaminan, yang terjadinya bisa dengan UU atau perjanjian.
Selain penggolongan lembaga jaminan dalam tata
hukum Indonesia juga dikenal hak-hak yang bersifat memberikan memberikan
jaminan. Sehingga karena adanya hak-hak tersebut kreditur akan merasa terjamin
dalam pemenuhan piutangnya. Hak-hak jaminan tersebut ada yang timbul dari
Undang-Undang dan ada yang harus diperjanjikan lebih dulu.
Hak-hak
yang timbulnya dari Undang-Undang ialah privilege, retensi. Sedangkan,
hak-hak jaminan yang timbul dari perjanjian ialah perjanjian garansi,
perutangan tanggung menanggung dan cessi sebagai jaminan. Hak-hak tersebut yang
juga bersifat memberi jaminan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja hak
yang timbul dari UU: previllege,
retensi, pasal 1131 BW dan pasal 1132 BW ?
2.
Apa saja hak
yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung
menanggung ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja hak yang timbul dari UU: previllege, retensi, pasal 1131 BW dan pasal 1132 BW.
2. Untuk memahami apa saja hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian
garansi, cessie, tanggung menanggung.
BAB II
Setelah diundangkannya Undang-Undang Pokok
Agraria, sebagian hak-hak kebendaan yang diatur buku kedua KUHPerdata menjadi
tidak berlalu lagi, hal ini dikarenakan sebagian hak-hak tersebut pengaturannya
telah digantikan oleh Undang-Undang Pokok Agraria dan beberapa UU khusus
lainnya.[1]
Jika dikaitkan antara hukum kebendaan yang
diatur buku kedua KUHPerdata dan hukum kebendaan yang diatur Undang-Undang
Pokok Agraria, maka dapat disimpulkan bahwa hak-hak kebendaan itu dapat
dibedakan atas :
a. Hak kebendaan yang memberi kenikmatan (zakelijk genootsrecht) kepada
pemiliknya, baik yang merupakan miliknya maupun benda milik orang lain, yaitu
hak bezit, hak milik, hak memungut hasil, hak pakai dan hak mendiami.
b. Hak kebendaan yang memberikan jaminan (zakelijk zekerheidsrecht)
kepada pemegangnya, yaitu seperti gadai (pand) untuk jaminan kebendaan
bergerak, hipotik untuk jaminan kebendaan atas kapal laut dan pesawat terbang,
hak tanggungan untuk jaminan kebendaan bagi tanah atau fidusia untuk jaminan
kebendaan bergerak yang tidak digadaikan atau untuk jaminan kebendaan bagi
tanah yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
c. Selain hak-hak tersebut, ada juga hak yang memberi jaminan tetapi bukan lembaga
jaminan kebendaan. Hak ini dapat lahir dari UU seperti misalnya privilege dan
retensi, maupun karena diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak
seperti perjanjian garansi, perutangan tanggung menanggung dan cessie sebagai
jaminan.
Berikut adalah penjelasan dari hak yang timbul dari UU: previllege, retensi, pasal 1131 BW dan pasal 1132
BW dan hak yang timbul karena
diperjanjikan: perjanjian garansi, cessie, tanggung menanggung.[2]
1. Hak Privilege
Yaitu suatu hak yang diberikan UU kepada
kreditur dikarenakan sifat dari piutang yang dimiliknya (piutang ini disebut
dengan bevoorrechte schulden), yang mengakibatkan kreditur tersebut
berkedudukan diatas kreditur lainnya. Sebagaimana pasal 1133 KUHPerdata
menentukan bahwa hak yang didahulukan itu timbul dari privilege, pand
(gadai) dan hipotik. Pand (gadai) dan hipotik memiliki kedudukan yang lebih
tinggi daripada privilege kecuali jika UU menentukan lain.
Hak privilege adalah hak yang memberikan jaminan tetapi
bukan hak kebendaan. Perbedaan antara privilege dan hak kebendaan adalah
hak terhadap benda-benda milik debitur yang jika diperlukan dapat dilakukan
pelelangan untuk melunasi utang debitur. Dengan demikian, privilege sesungguhnya
hanya merupakan hak untuk lebih didahulukan dalam pelunasan atau pembayaran
utang ketika adanya eksekusi (pelelangan) dari harta kekayaan debitur karena
kepailitan.
Privilege bukan jaminan yang bersifat
kebendaan dan bukan jaminan yang bersifat perorangan tetapi memberi jaminannya
juga. Menurut pasal 1134 KUH Perdata yang dimaksud privilege ialah suatu
hak yang oleh undang- undang diberikan kepada seseorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada
orang berpiutang lainnya , semata- mata berdasakan sifatnya piutang, jadi
privilege dilahirkan karena undang-undang sedang hak gadai, hipotik karena
diperjanjikan sebelumnya, sehingga kedudukan gadai dan hipotik lebih tinggi
daripada privilege, kecuali dalam hal- hal mana undang- undang ditentukan
sebaliknya.[3]
Apabila diantara para berpiutang (kreditur)
itu ada alasan yang sah untuk didadulukan, artinya bila diantara kreditur
tersebut ada yang tidak puas mendapat pelunasan secara seimbang, bolehlah ia
mendapatkan pelunasan lebih dahulu daripada penagih lainnya asalkan ada alasan
yang diberikan oleh UU. Alasan yang didahulukan daripada penagih-penagih lain,
yang seperti yang disebutkan Pasal 1133 KUHPerdata : “Hak untuk didahulukan
diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa (privilege),
gadai (pand), dan dari hipotik”.
Kreditur yang pelunasan piutangnya tanpa
jaminan disebut kreditur konkuren, sedangkan yang memegang benda jaminan benda
bergerak disebut pand, benda tetap disebut hipotik (hak tanggungan),
disebut kreditur preference. Apabila krditur konkuren merasa tidak puas
dengan jaminan umum (Pasal 1131 KUHPerdata jo. Pasal 1132 KUHPerdata)
pembayaran secara seimbang, begitu juga kreditur preference tidak puas
dengan jaminan umum (Pasal 1131 dan jaminan pand atau hipotik) maka oleh
UU, mereka dimungkinkan menggunakan jaminan orang (borgtocht) dan
jaminan tanggung renteng (hoofdelijkheid).
Hak privilege lahir ketika kekayaan
debitur yang telah disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua utangnya.
Hak privilege dapat dibedakan menjadi dua, yaitu privilege umum
dan privilege khusus. Privilege umum diberikan terhadap seluruh
kekayaan yang dimiliki debitur, sedangkan privilege khusus diberikan
terhadap suatu benda tertentu milik debitur.
Mana yang lebih didahulukan, privilege,
pand atau hipotik. Karena ketiganya diatur dalam Pasal 1134 ayat 2
KUHPerdata? Jawabannya adalah pand dan hipotik didahulukan daripada privilege,
kecuali jika ditentukan lain oleh UU. Hal ini dinyatakan oleh Pasal 1139 ayat 1
dan Pasal 1149 KUHPerdata. KUHPerdata membedakan dua macam privilege.
Kedudukan privilege khusus lebih tinggi
daripada kedudukan privilege umum, dengan demikian privilege
khusus akan lebih didahulukan daripada privilege umum (pasal 1138
KUHPerdata).[4]
a.
Privilege umum terdiri dari tujuh macam hak sebagaimana
yang ditentukan pasal 1149 KUHPerdata, hak-hak tersebut ditentukan secara
berurutan sehhingga hak yang disebutkan terlebih dahulu juga akan dilakukan
dalam pelunasannya, yaitu :
a)
Biaya-biaya perkara, yang semata-mata
disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Biaya ini lebih
didahulukan daripada gadai dan hipotik.
b)
Biaya-biaya penguburan, dengan tidak
mengurangi kekuasaan hakim untuk menguranginya jika biaya tersebut terlalu
tinggi.
c)
Semua biaya perawatan dan pengobatan dari
sakit yang penghabisan.
d)
Upah para buruh selama tahun yang lalu dan
upah yang sudah harus dibayarkan dalam tahun yang sedang berjalan serta
biaya-biaya yang terkait dengan buruh lainnya yang ditentukan UU.
e)
Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan
yang dilakukan kepada debitur beserta keluarganya selama waktu 6 bulan
terakhir.
f)
Piutang-piutang para pengusaha sekolah
berasrama untuk tahun yang penghabisan.
b.
Privilege khusus terdiri atas 9 macam hak yang tidak
ditentukan urutannya, sehingga meskipun disebutkan secara berturut-turut tidak
ada kewajiban untuk mendahulukan hak yang disebutkan terlebih dahulu (tidak
mewajibkan adanya urutan pelunasan), yaitu :
a)
Biaya perkara yang disebabkan oleh suatu
penghukuman untuk melelang suatu benda bergerak maupun benda tidak bergerak.
Biaya ini dibayar dari pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu dari
semua piutang lainnya yang diistimewakan, bahkan lebih dahulu daripada gadai
dan hipotik (atau hak tanggungan).
b)
Uang sewa dari benda-benda tidak bergerak,
biaya perbaikan yang menjadi kewajiban si penyewa, serta segala apa yang
mengenai kewajiban memenuhi persetujuan sewa.
c)
Harta pembelian benda-benda bergerak yang
belum dibayar.
d)
Biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan suatu barang.
e)
Biaya untuk melakukan pekerjaan suatu barang
yang masih harus dibayar kepada seorang tukang.
f)
Semua yang telah diserahkan oleh pengusaha
rumah penginapan kepada seorang tamu.
g)
Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya
tambahan.
h)
Semua yang harus dibayar kepada tukang batu,
tukang kayu dll tukang untuk pembangunan, penambahan dan perbaikan benda-benda
tidak bergerak, asalkan piutangnya tidak lebih dari tiga tahun dan hak milik
atastanah tetap pada si berutang.
i)
Penggantian dan pembayaran yang harus dipikul
oleh pegawai yang memangku suatu jabatan umum, karena suatu kelalaian, kesalahan,
pelanggaran, dan kejahatan yang dilakukan dalam jabatannya.
Privilege yang umum menentukan urutannya, artinya yang
lebih dahulu disebut, juga didahulukan dalam pelunasannya. Privilege yang
khusus tidak menentukan urutannya, walau disebutkan berturut-turut tetapi tidak
mengharuskan adanya urutan.
Selain itu, dalam privilege perlu
diingat adanya matiging recht[5]
dari hakim, yaitu adanya kewenangan hakim untuk menentukan jumlah yang
sepatutnya atau mengurangi sampai jumlah yang pantas agar para pihak tidak
bertindak semaunya. Dalam hal debitur jatuh pailit atau dalam hal executie[6]
harta kekayaan debitur inilah privilege sangat penting.
Ada ketentuan yang menunjukkan adanya privilege,
dari suatu UU yaitu Pasal 1140 KUHPerdata yang menyatakan antara lain bahwa :
“Segala barang perabotan rumah tangga yang berada dalam rumah sewaan menjadi tanggungan
bagi si pemilik rumah untuk uang sewa yang belum dibayar, dengan tidak
memandang apakah barang itu kepunyaan penyewa atau orang lain”.
Pemilik rumah dapat menyita barang tersebut
bila dipindahkan ke tempat lain, asal dilakukan dalam waktu 40 hari. Dengan
demikian, privilege pemilik rumah terhadap perabotan rumah sewa itu
sudah meningkat menjadi hak kebendaan. Penyitaan yang dimaksud lazim disebut pandbeslag.
Pernyataan pand disini bukan berarti gadai, melainkan persil.
Jika terjadi pertentangan privilege pemilik
rumah dengan privilege penjual barang (hak reklame) yang harganya belum
dibayar oleh si pembeli (penyewa), maka menurut UU yang dimenangkan adalah privilege
pemilik rumah, kecuali penjual dapat membuktikan bahwa pemilik rumah pada saat
menyita barang itu sudah mengetahui barang tersebut belum dibayar (Pasal 1146
KUHPerdata). Juga pemilik rumah bila terhadap pihak ketiga kepada siapa
perabotan itu telah diperikatkan dalam gadai (Pasal 1142 KUHPerdata). Begitu
juga pihak kepada siapa barang itu diserahkan dalam fiduciare eigendom
overdracht (FEO).[7]
2. Hak Retensi
Hak retensi adalah hak untuk menahan
sesuatu benda sampai utang yang berkaitan dengan benda itu dilunasi. Hak retensi
menyeruapai pand (gadai), hak ini
juga bersifat accessoir, sehingga ada atau tidaknya piutang pokok dan
piutang pokok itu harus berkaitan dengan benda yang ditahan.
Hak retensi memiliki sifat yang tidak dapat
dibagi-bagi, artinya jika hanya sebagian utang saja yang dibayar, tidak berarti
kreditur harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan. Barang akan
dikembalikan seluruhnya jika utang telah dibayar secara lunas oleh debitur.
Sama halnya dengan gadai, hak retensi hanya memberi wewenang kepada
kreditur untuk menahan benda tanpa disertai hak untuk memakai benda tersebut,
dengan demikian kreditur harus memelihara benda itu dengan baik tanpa berhak
memakainya.
Kekuasaan hak retensi terletak pada kewenangan
kreditur untuk menahan benda dan menolak penyerahan benda sebelum ada
pembayaran. Hak ini hanya terbatas pada hak untuk menolak tuntutan penyerahan
benda dan tidak memiliki hak untuk didahulukan pemenuhannya terhadap benda yang
ditahan tersebut (hak eksekusi atau melelang benda yang ditahan). Jika benda
yang ditahan kemudian di lelang, penerima hak retensi (retentor)
akan berkedudukan sama dengan kreditur biasa lainnya yaitu sebagai kreditur
konkuren. Hal ini merupakan hak yang bersifat perseorangan (hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur saja) dan akan berakhir jika benda yang ditahan
itu terlepas dari kekuasaan retentor.
Contohnya adalah “A meminta kepada B untuk
memperbaiki jam tangan miliknya, setelah jam tangan itu selesai diperbaiki, B
dapat menahan jam tangan milik A itu sampai A melunasi seluruh biaya perbaikan
jam tangan tersebut”. Dalam hal ini B memiliki hak retensi untuk menahan
jam tangan milik A sampai A melunasi semua biaya perbaikan jam.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan ciri dari
hak retensi sebagai berikut :
a. Hak retensi adalah hak perseorangan (persoonlijk) yang mengandung
aspek hak kebendaan.
b. Hak retensi tidak menimbulkan hak didahulukan. Debitur berkedudukan sebagai
konkuren kreditur.
c. Hak retensi adalah hak accesoir, tergantung pada perjanjian pokok.
d. Hak retensi memberikan jaminan terhadap kreditur bahwa tagihannya dipenuhi.
e. Hak retensi tidak menimbulkan hak untuk menikmati (memakai) benda.
Di dalam KUHPerdata hak retensi tidak diatur dalam suatu ketentuan umum,
akan tetapi diatur secara sporadis, misalnya dalam Pasal 575, 576 KUH. Perdata
(hak bezitter[8]
yang beritikas baik), Pasal 715 (hak pemegang hak guna bangunan, Pasal 725 (hak
guna usaha), Pasal 1159 (hak pemegang gadai). Juga didalam buku II KUHPerdata,
hak ini ditemukan, seperti dalam Pasal 1729 (hak penerima barang titipan).
Di dalam KUHPerdata Nasional hak retensi ini perlu dipertahankan hanya saja
perlu diadakan perbaikan, misalnya perlu diadakan atauran umum hingga hak
setiap kreditur itu mendapat perlindungan yang pasti. Suatu ketentuan umum
mengenai hak retensi sejalan dengan asas jaminan yang terdapat di dalam Pasal
1131 KUHPerdata yang menghendaki setiap orang bertanggung jawab untuk
hutangnya.[9]
3. Pasal 1131 BW
Dalam suatu hubungan hukum utang-piutang, UU
memberikan perlindungan hukum kepada debitur melalui ketentuan pasal 1131
KUHPerdata. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh UU tanpa adanya
perjanjian dari para pihak. Tergolong sebagai jaminan ini adalah jaminan umum
berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, yang berbunyi “Segala kebendaan si
berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah maupun
yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”.
Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa
seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan seluruh utangnya. Dalam pasal
1131 KUHPerdata memberi ketentuan bahwa apabila debitur wanprestasi, maka hasil
penjualan atas semua harta kekayaan atas debitur tanpa terkecuali, merupakan
sumber pelunasan bagi utangnya.
4. Pasal 1132 BW
Dalam Pasal 1132 KUHPerdata, juga menjelaskan bahwa
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
mengutang padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan”.
Ketentuan pasal 1132 KUHPerdata tersebut menetapkan asas
perrsamaan kedudukan daripada kreditur. Kedudukan kreditur, diantara para
sesama kreditur terhadap si debitur adalah sama. Mereka disebut konkuren dan
menetapkan jaminan umum. Selanjutnya bagi kreditur yang belum puas dengan
kedudukannya sebagai kreditur konkuren diberikan kesempatan untuk meperjanjikan
hak-hak jaminan kebendaan atau jaminan pribadi sebagai jaminan khusus.
Dalam jaminan khusus, kreditur didahulukan
dari kreditur lainnya dalam pengambilan pelunasan atas hasil eksekusi
benda-benda tertentu milik debitur. Kreditur yang demikian disebut dengan
kreditur preferen.[10]
Jaminan umum yang bersumber dari UU sebagaimana diatur
dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut diatas mempunyai kelemahan
yang bersifat mendasar dalam hal kemampuannya untuk melunasi utang debitur jika
debitur wanprestasi. Kelemahan jaminan umum yang dibebankan kepada seluruh
harta debitur ini terjadi ketika jummlah harta milik debitur tersebut tidak
mencukupi untuk melunasi utangnya sangat besar, sehingga untuk mengantisipasi
permasalahan tersebut alternatif yang dipergunakan adalah dengan menggunakan
jaminan khusus yang objeknya adalah benda milik debitur yang telah ditentukan
secara khusus dan diperentukkan bagi kreditur tertentu pula berdasarkan perpanjangan.[11]
B.
Hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian
garansi, cessie, tanggung menanggung
1. Perjanjian Garansi
Perjanjian garansi atau perjanjian Indemmity, termuat dalam Pasal
1316 KUHPerdata yang ditegaskan bahwa seseorang boleh menaggung pihak ketiga, dan
menjanjikan bahwa pihak ketiga tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap
penanggung atau orang yang berjanji tersebut, jika pihak ketiga menolak untuk
memenuhi perjanjian tersebut.
Perjanjian garansi (perjanjian Indemmity), adalah jaminan yang bersifat
indemnitas, dimana pemberi jaminan (guarantor) menjamin bahwa seorang
pihak ketiga akan berbuat sesuatu yang biasanya, tetapi tidak selalu harus
berupa tindakan untuk menutup suatu perjanjian tersebut.
Perjanjian garansi juga dapat diartikan bahwa penjamin diposisikan sama
sebagai principal debitur yang secara tanggung renteng menyelesaikan
kewajibanya kepada kreditur. Perjanjian garansi ini diaplikasikan dalam bentuk
produk inovatif yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi yang bernama Surety
Bond.
Seorang pemberi garansi mengikatkan diri untuk memberi ganti rugi, jika
pihak III (yang dijamin) tidak melakukan perbuatan yang digaransinya. Contoh
perjanjian garansi, yaitu perjanjian pengangkutan (Pasal 455 KUHDagang).
Dalam pasal 45 KUHDagang berbunyi sebagai berikut “Barang siapa mengadakan
perjanjian pencarteran untuk orang lain, bagaimanapun juga terikat terhadap
pihak lainnya, kecuali jika dalam perjanjian tersebut ia bertindak dalam batas
kekuasaannya dan menyebutkan pemberi kuasanya”.
Perjanjian garansi ini mirip dengan perjanjian penanggungan, yaitu
sama-sama adanya pihak ketiga yang berkewajiban memenuhi prestasi. Hanya
perbedaannya dalam perjanjian garansi, kewajiban memenuhi prestasi tercantum
dalam perjanjian pokok yang berdiri sendiri, sedangkan kewajiban yang demikian
dalam perjanjian penanggungan ercantum dalam perjanjian assesoir.
Perbedaan lain adalah bahwa pada perjanjian garansi kewajiban yang dapat
timbul adalah berupa penggantian kerugian, sedangkan pada penanggungan berupa
kewajiban memenuhi perikatan (prestasi).[12]
2. Cessie Sebagai Jaminan
Cessie adalah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara membuat akta
tersendiri baik itu otentik maupun dibawah tangan yang diikuti dengan
pemberitahuan mengenai penyerahan atau peralihan hak tersebut. Pembebanan cessie
sebagai jaminan harus disampaikan secara tegas kepada debitur agar debitur
mengetahui dan memperoleh akibat-akibat hukum sebagaimana yang terjadi pada
lembaga-lembaga jaminan lainnya, yaitu ketika dibayarnya utang pokok oleh cedent
(kreditur lama) kepada cessionaris (kreditur baru), maka cessie
sebagai jaminan akan hapus dan piutang atas nama itu akan kembali kepada cedent
tanpa adanya retro-cessie terlebih dahulu. Dalam hal ini cessie dibuat
dengan syarat yang memutus (oontbindendevoorwaarde).[13]
Cessie mempunyai sifat yang yang dualistis, artinya cessie dapat dipandang
dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sudut pandang hukum benda dan
hukum perikatan. Cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang merupakan
bagian dari Buku kedua KUHPerdata tentang kebendaan. Dari sudut pandang hukum
perikatan, cessie dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga dan juga
sebagai sarana hukum untuk terjadinya pergantian kreditur.
Melalui cessie, seseorang yang mempunyai hak tuntut atas piutang
atas nama atau kreditur dapat mengalihkan hak tersebut kepada pihak ketiga. Dan
dengan adanya peralihan atau penyerahan tersebut, maka pihak ketiga akan
menggantikan kedudukan kreditur. Sebagai salah satu sarana hukum untuk
terjadinya penggantian kreditur, cessie hampir sama dengan subrogasi dan
novasi subyektif aktif. Tetapi cessie bukanlah penyebab berakhirnya
perikatan.
Biasanya cessie terjadi karena kreditur membutuhkan uang. Sehingga
ia menjual piutangnya pada pihak ketiga yang akan menerima pembayaran dari
debitur pada saat piutang tersebut telah jatuh tempo. Pihak yang menyerahkan
disebut cedent. Sedangkan pihak yang menerima penyerahan disebut cessionaris.
Dan debitur dari tagihan yang diserahkan disebut cessus (debitur-cessus).
Formalitas yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu cessie, diatur
dalam Pasal 613 KUHPerdata, yaitu :
a. Peneyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan
dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan. Penyerahan
tersebut harus diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis diakui atau
disetujui oleh debitur.
b. Penyerahan piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu.
c. Peneyerahan piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat
dengan disertai endosemen.
3. Tanggung Menanggung
Tanggung menanggung atau tanggung renteng, termuat dalam Pasal 1278
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa suatu perikatan tanggung menanggung atau
tanggung renteng terjadi antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan
secara tegas pada masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan
seluruh hutang tersebut.
Sedangkan pembayaran yang dilakukan pada salah seorang diantara mereka,
membebaskan debitur. Meskipun perikatan itu menurut sifat dapat dipecah dan
dibagi antara para kreditur.
Perikatan tanggung renteng atau tanggung menanggung, adalah suatu perikatan
dimana beberapa orang secara bersama sebagai para pihak berutang (debitur)
berhadapan dengan satu orang kreditur. Jika salah satu debitur itu telah
membayar utangnya pada kreditur, maka pembayaran tersebut akan membebaskan yang
lain dari hutang.
Tanggung renteng didefinisikan sebagai tanggung jawab bersama diantara
anggota dalam satu kelompok atas semua kewajiban terhadap koperasi dengan dasar
keterbukaan dan saling mempercayai.
Dalam perikatan ini dikenal dengan adagium : “Satu untuk seluruhnya atau
seluruhnya untuk satu”. Sebagai contoh, dalam Pasal 1749 KUHPerdata, yang
berbunyi “Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka masing- masing
dari mereka wajib bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi
pinjaman”.
Demikian pula Pasal 1836 KUHPerdata, menyatakan “Jika beberapa orang telah
mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama dan untuk
utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk untuk seluruh
hutang tersebut”.[14]
Yang dimaksud tanggung renteng yang bersifat memberi jaminan, adalah
tanggung renteng yang pasif, yaitu dimana dalam perutangan tersebut terdapat
beberapa orang debitur yang wajib berprestasi. Kebalikannya adalah tanggung
renteng aktif dimana dalam perutangan tersebut terdapat beberapa kreditur yang
berhak atas prestasi. Tanggung renteng aktif dalam praktek hampir tak pernah
terjadi. Sedang tanggung renteng aktif yang timbul dari UU tidak dikenal
contohnya. Perutangan tanggung renteng timbul
karena diperjanjikan atau karena diperjanjikan atau karena UU.
Tanggung renteng pasif sebagian besar timbul karena ketentuan-ketentuan UU,
yaitu dalam Pasal 130, 365. Dalam tanggung renteng pasif menimbulkan dua macam
akibat hubungan hukum, yaitu :
a. Hubungan hukum yang bersifat extern, yaitu hubungan hukum antara para
debitur dengan pihak lain (si kreditur).
b. Hubungan hukum yang bersifat intern, yaitu hubungan hukum antara seesama
debitur itu satu dengan lainnya.[15]
Jadi, sistem tanggung renteng tidak selalu dapat meningkat kinerja keuangan
suatu usaha. Jika sistem tanggung renteng diterapkan secara baik maka dapat
meningkatkan kinerja. Begitupun sebaliknya jika dalam penerapannya kurang
maksimal dapat memperburuk kinerja suatu usaha.[16]
A. Kesimpulan
Jadi, selain ada hak-hak yang memberikan kenikmatan, ada juga hak-hak yang
memberi jaminan. Dan dari hak-hak jaminan tersebut, ada yang timbul dari
Undang- Undang dan ada yang harus diperjanjikan terlebih dahulu. Hak-hak yang
timbulnya dari Undang-Undang adalah privilege dan retensi. Sedangkan, hak-hak
jaminan yang timbul dari perjanjian adalah perjanjian garansi, tanggung
menanggung dan cessi sebagai jaminan.
a. Privilege, yaitu suatu hak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada
kreditur yang satu diatas kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat dari
piutangnya.
b. Retensi, yaitu hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang yang
bertalian dengan benda itu dilunasi.
c. Perjanjian garansi, yaitu jaminan yang bersifat indemnitas, dimana pemberi
jaminan (guarantor) menjamin bahwa seorang pihak ketiga akan berbuat
sesuatu yang biasanya, tetapi tidak selalu harus berupa tindakan untuk menutup
suatu perjanjian tersebut.
d. Cessie, yaitu penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara
membuatkan akta otentik atau akta dibawah tangan, kemudian dilakukan
pemberitahuan mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada debitur dari
piutang tersebut.
e. Tanggung menanggung, yaitu suatu
perikatan dimana beberapa orang secara bersama sebagai para pihak berutang
(debitur) berhadapan dengan satu orang kreditur.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua, kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses
akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang
membangun demi sempurnanya makalah kami yang selanjutnya. Dan semoga kita bisa
bersama-sama mempelajari materi ini dan selanjutnya.
Badrulzaman, Mariam Darus. Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. Bandung
:
Alumi.2010.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan Di Indonesia
Pokok-Pokok Hukum
Jaminan Dan Jaminan Perseorangan.Yogyakarta:Liberty
OffsetYogyakarta.2011.
Meliala, Djaja S. Hukum Perdata
Dalam Perspektif BW.Bandung:Nuansa Aulia.2012.
Setiawan, I Ketut Oka. Hukum Perorangan dan Kebendaan.Jakarta:Sinar Grafika.
2016.
Rustam, Riky.Hukum Jaminan.Yogyakarta:UII Press.2017.
Syahrani, Riduan.Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata.Bandung:Alumni.2006.
Prasetyawati, Niken dan Tony Hanoraga.2015. Jaminan Kebendaan Dan
Jaminan
Perorangan Sebagai Upaya
Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang. Jurnal
Sosial Humaniora. Vol 8 No.1.
Sularto. 2017. Perlindungan Hukum Kreditur dan Separatis Dalam
Kepailitan. Jurnal
Hukum
Perdata.Vol 1 No 2.
Wahyudi, Arif dan Fepna Rustantia.2017.Sistem Tanggung Renteng Sebagai
Strategi
Pembiayaan Dalam Meningkatkan
Kinerja Bumdes Yang Bankable Pada warga
Masyarakat Desa.Jurnal Paper Ekonomi dan Bisnis.Vol 2 No 5.
[3] Niken Prasetyawati dan Tony Hanoraga, Jaminan Kebendaan Dan Jaminan
Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang, Jurnal Sosial Humaniora. Vol
8 No.1, Juni 201,126.
[5] Matiging recht, adalah moderasi hukum atau perintah.
[6] Executie, adalah apabila seorang
kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel
eksekutorial atau prestasi yang dilakukan sendiri oleh kreditur tanpa melalui
hakim.
[7] I Ketut Oka Setiawan,Hukum Perorangan dan Kebendaan,(Jakarta
: Sinar Grafika,2016),113-117.
[8] Bezitter, adalah suatu keadaan lahir dimana seorang menguasai suatu benda
seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum dilindungi dengan tidak
mempersoalkan hak milik atas benda sebenarnya ada pada siapa.
[10]
Sularto,2017,Perlindungan Hukum Kreditur Separatis
Dalam Kepailitan.Jurnal Hukum Perdata,Vol 1,1-2.
[14] Djaja S Meliala.Hukum Perdata Dalam Perspektif BW.(Bandung:Nuansa
Aulia.2012),150-198.
[15] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok
Hukum Jaminan Dan Jaminan Perseorangan,(Yogyakarta:Liberty Offset
Yogyakarta,2011),71-72.
[16] Arif Wahyudi dan Fepna Rustantia,Sistem Tanggung Renteng
Sebagai Strategi Pembiayaan Dalam Meningkatkan Kinerja Bumdes Yang Bankable
Pada Masyarakat Desa, Jurnal Paper Ekonomi dan Bisnis, 2017,Vol 2 No 5.
No comments:
Post a Comment