KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah pengantar
ilmu hukum.
Makalah yang
berjudul peristiwa hukum dan hubungan hukum ini merupakan aplikasi dari kami,
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan
pengetahuan tentang norma-norma hukum dalam kehidupan sehingga diharapkan dapat
bermanfaat dalam menerapkan aturan-aturan hukum di Indonesia.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen pengajar mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
karena dengan tugas inilah kami mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat didunia
dan akhirat kelak.
Dalam
makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala
kritik dan saran guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis
pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan banyak terima
kasih.
Bangkalan,
18 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR
ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..........................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah.....................................................................................2
C.
Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Peristiwa Hukum.....................................................................3
B.
Macam-Macam Peristiwa Hukum.............................................................4
C.
Pengertian Hubungan
Hukum...................................................................7
D.
Segi Hubungan
Hukum.............................................................................8
E.
Unsur- Unsur Hubungan Hukum..............................................................9
F.
Syarat-Syarat Daripada Hubungan
Hukum..............................................9
G.
Macam-Macam Hubungan Hukum.........................................................10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...........................................................................................12
B.
Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
LAMPIRAN.........................................................................................................15
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara indonesia berdasarkan atas hukum
(Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti
bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan pancasila
dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga
negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan serta wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berusaha untuk selalu hidup
berkelompok, dan bermasyarakat. Masyarakat pada dasarnya merupakan suatu
kumpulan manusia yang hidup bersama dengan dasar ikatan yang dapat berupa
kesamaan, kebangsaan, teritorial, kekerabatan, kesamaan tujuan ataupun pertalian
emosional. Di dalam masyarakat senantiasa akan selalu terdapat hukumnya,
sebagaimana pemeo klasik yang dikemukakan oleh Cicero ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat, disitu ada hukum). Masyarakat
yang menetapkan hukumnya sendiri dan dengan sendirinya bersedia untuk taat
kepada hukumnya tersebut, demikian dapat disebut dengan masyarakat hukum.
Keberadaan hukum tanpa adanya masyarakat tidaklah berguna, begitu juga
sebaliknya, keberadaan masyarakat tanpa adanya hukum dapat menghancurkan
masyarakat itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas terdapat beberapa permasalahan yang ditarik
sebagai berikut :
1. Apa penjelasan peristiwa hukum?
2. Apa saja dan bagaimana macam-macam peristiwa hukum?
3. Apa penjelasan hubungan hukum?
4. Apa penjelasan segi hubungan hukum?
5. Apa saja unsur-unsur hubungan hukum?
6. Apa saja syarat-syarat dan
macam-macam hubungan hukum?
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah
ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang penjelasan peristiwa dan hubungan
hukum yang berkembang di Indonesia. Dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Peristiwa Hukum
Peristiwa hukum adalah peristiwa di
dalam masyarakat yang akibatnya diatur oleh hukum. Anggota-anggota masyarakat setiap hari mengadakan
hubungan satu dengan lainnya yang menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan
yang oleh hukum diberikan akibat-akibat dinamakan Peristiwa Hukum atau Kejadian
Hukum (Rechtsfeit).[1]
Dilihat dari segi isinya, peristiwa
hukum dapat terjadi karena :
a.
Keadaan
tertentu, misalnya orang sakit gila menyebabkan pengadilan memutuskan bahwa orang
tersebut harus ditempatkan dibawah pengampunan.
b.
Kejadian
alam, misalnya sebatang pohon disambar petir dan tumbang menimpa seorang
pengantar surat yang sedang bertugas dengan mengendarai motor dan menewaskannya
sehingga menimbulkan masalah asuransi dan tunjangan-tunjangan yang diterima
oleh keluarganya.
c. Kejadian fisik yang menyangkut kehidupan
manusia, yaitu kelahiran, kematian, dan usia tertentu yang menyebabkan
seseorang yang dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum.[2]
Adanya orang gila, pohon disambar petir,
kelahiran, pertumbuhan, dan kematian seseorang sebenarnya merupakan
peristiwa-peristiwa biasa. Namun karena peristiwa-peristiwa itu berkaitan dengan hak dan kewajiban subjek
hukum, peristiwa-peristiwa itu menjadi peristiwa-peristiwa hukum.[3]
B.
Macam-Macam Peristiwa Hukum
1. Perbuatan Subyek Hukum (Manusia dan
Badan Hukum)
Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hokum diberi
akibat (mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak.[4]
·
Macam-macam
perbuatan hukum :
a) Perbuatan hukum yang bersegi satu
(eenzidjig)
Tiap perbuatan yang
akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dari satu subyek hukum saja (satu
pihak yang melakukan perbuatan itu), seperti misalnya perbuatan hukum yang
disebutkan dalam pasal 875 KUHS, yaitu perbuatan mengadakan surat wasiat.
b) Perbuatan hukum yang bersegi dua
(tweezidjig)
Tiap perbuatan yang
akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dari dua subyek hukum, dua pihak atau
lebih, tiap perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan suatu perjanjian. Dalam
pasal 1313 KUHS ditegaskan, bahwa perjanjian itu ialah suatu perbuatan yang
menyebakan seseorang atau lebih mengikat dirinya pada seorang lain atau lebih.[5]
·
Perbuatan
Yang Bukan Perbuatan Hukum
a) Perbuatan yang tidak dilarang oleh hukum
seperti
§ Zaakwaarneming (Pasal 1354 KUHS)
Yaitu tindakan
memperhatikan kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan
untuk memperhatikan kepentingannya (pasal 1354 KUH Perdata).
Contoh :
Ø A sakit.
Ø B memperhatikan kepentingan A tanpa
diminta atau disuruh oleh A.
Ø B wajib meneruskan perhatian itu sampai
A sembuh kembali dan dapat memperhatikan lagi
Ø kepentingannya.[6]
§ Onverschuldigdebetaling :
Yaitu
pembayaran utang yang sebenarnya tidak ada utang (pasal 1359 KUH Perdata).
Contoh :
Ø A membayar utang pada B, karena ia
merasa mempunyai utang. Tetapi sebenarnya A tidak mempunyai utang pada B.[7]
b) Perbuatan yang dilarang oleh hukum (onrechtmatige daad)
Yang
dimaksud dengan yang dilarang oleh hukum ialah semua perbuatan yang
bertentangan dan melanggar hukum. Akibat hukum yang timbul tetap diatur oleh
peraturan hukum, meskipun akibat itu tidak dikehendaki oleh pelakunya.
Perbuatan ini dinamakan “onrechtmatigedaad”, perbuatan hukum yang tidak
dibenarkan oleh hukum.
Contoh
:
Ø A dan B sama-sama mengendarai mobil yang
saling bertubrukan. Akibat dari tubrukan itu sudah jelas tidak dikehendaki oleh
A maupun B. Namun demikian yang dianggap salah diwajibkan memberi ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan.[8]
Penggantian ganti rugi tersebut
didasarkan kepada asas dari pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi :
Tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.
Dari pasal tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) adalah :
·
Perbuatan.
·
Melanggar.
·
Kerugian.
·
Kesalahan.[9]
2. Peristiwa Yang Bukan Perbuatan Hukum
a) Kelahiran menimbulkan langsung hak dari
hak-hak anak itu untuk memperoleh pemeliharaan untuk orang tuanya (Pasal 298
ayat 2 KUHS).
b) Kematian yang diatur dalam pasal 830 dan
833 KUHS.
c) Lewat waktu :
§ Lewat waktu akuisitif
Orang dapat memperoleh sesuatu hak
sehabis masa tertentu dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
undang-undang. Lewat waktu akuisitif dapatlah disebutkan suatu lewat waktu yang
mengakibatkan memperoleh sesuatu. Oleh karena itu lewat waktu akuisitif menjadi
salah satu cara memperoleh hak milik, sebagai mana disebutkan dalam pasal 584
KUHS.
§ Lewat waktu ekstinktif
seseorang dapat dibebaskan dari sesuatu
tanggung jawab (disebut “Haftung” dalam bahasa Jerman) sehabis masa tertentu
dan apabila syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang dipenuhi.[10]
C. Pengertian
Hubungan Hukum
Hubungan hukum ialah antara dua atau lebih subyek hukum.
Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak satu berhadapan dengan hak dan
kewajiban pihak yang lain.
Barang
siapa yang mengganggu atau tidak mengindahkan hubugan ini, maka ia dapat
dipaksa oleh hukum untuk menghormatinya.
Misal:
Hubungan
hukum yang yang diatur oleh hukum ialah pasal 1457 KUHP tentang perikatan
(verbintenis), yang timbul karena adanya suatu perjanjian (overeenkomst).
Contoh
:
A
menjual rumah pada B. Perjanjian ini menimbulkan hubungan antara A dan B yang
diatur oleh hukum. A wajib menyerahkan rumahnya rumah kepada B. Sebaliknya B
wajib membayar harga rumah kepada A dan berhak meminta rumah kepada A. Apabila
salah satu pihak tidak mengindahkan kewajibannya maka hakim akan menjauhkan
sanksi hukum. Hubungan A dan B yang diatur oleh hukum ini diberi nama “hubungan
hukum atau rechtsbetrekking”.
Jadi setiap hubungan hukum mempunyai dua segi yaitu Segi
“bevoegdheid” (kekuasaan/kewenangan atau hak) dengan lawannya “plicht” atau
kewajiban. Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum (orang atau
badan hukum) dinamakan “hak”.[11]
D. Segi Hubungan
Hukum
Tiap
hubungan hukum mempunyai dua segi, yaitu :
1. Beveoegdheid atau kewenangan, yang
disebut Hak dan,
2. Plicht atau kewajiban, adalah segi pasif
daripada hubungan hukum.
Hak dan kewajiban ini kedua-duanya
timbul dari satu peristiwa hukum (jual-beli) dari satu pasal hukum obyektif
(pasal 1474 KUH Perdata). Pun lenyapnya hak dan kewajiban juga bersamaan.
Contoh
:
Pasal
1763 KUHPerdata:
Seorang
kreditur “berhak” menagih debitur sejumlah uang yang dipinjamkan, sedangkan si
debitur “wajib” melunasi jumlah utangnya itu, maka wewenang kreditur dan kewajiban
debitur tersebut diatas secara bersamaan menjadi lenyap. Hal ini terlihat dalam
pasal 1381 KUH Perdata. Yang berbunyi :
Perikatan
terhapus
Karena
penawaran pembayaran tunai diiikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
Karena
pembaruan utang.
Karena
perjumpaan utang atau kompensasi.
Karena
percampuran utang.
Karena
pembebasan utang
Karena
musnahnya barang yang terutang.
Karena
kebatalan atau pembatalan.
Karena
berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini.
Karena
lewatnya waktu, hal mana akan diatur suatu bab tersendiri.[12]
E. Unsur- Unsur
Hubungan Hukum
Hubungan
hukum memiliki 3 unsur sebagai berikut :
1. Adanya orang-orang yang hak dan
kewajibannya saling berhadapan .
Contoh :
A menjual rumahnya kepada B.
§ ‐ Wajib menyerahkan rumahnya kepada
B.
‐ Berhak meminta pembayaran kepada
B.
§ ‐ Wajib membayar kepada A.
‐ Berhak meminta rumah A setelah
dibayar.
2. Adanya obyek yang berlaku berdasarkan
hak dan kewajiban tersebut diatas (dalam
contoh di atas obyeknya adalah rumah).
3. Adanya hubungan antara pemilik hak dan
pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang bersangkutan.
Contoh :
-
A
dan B mengadakan hubungan sewa menyewa rumah.
-
A
dan B sebagai pemegang hak dan pengemban kewajiban.
-
Rumah
adalah obyek yang bersangkutan.
F. Syarat-Syarat
Daripada Hubungan Hukum
1. Adanya dasar hukum, ialah
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum itu, dan
2. Timbulnya peristiwa hukum
Contoh :
A dan B
mengadakan perjanjian jual-beli rumah.
-
Dasar hukumya pasal 1474 dan pasal 1513 KUH
Perdata yang masing-masing menetapkan bahwa si penjual mempunyai kewajiban
menyerahkan barang (pasal 1474 KUH Perdata) dan sebaliknya si pembeli
berkewajiban membayar harga pembelian (pasal 1513 KUH Perdata).
-
Karena adanya perjanjian jual-beli maka timbul peristiwa
hukum (jual-beli), ialah suatu perbuatan hukum yang akibatnya diatur oleh
hukum.[13]
G. Macam-Macam
Hubungan Hukum
1. Hubungan hukum
yang bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen).
Dalam hal hubungan hukum yang bersegi satu hanya satu
pihak yang berwenang. Pihak lain hanya berkewajiban. Jadi dalam hubungan hukum
yang bersegi satu ini hanya ada satu pihak saja berupa memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata).
Contoh :
-
Tiap
perikatan untuk memberikan sesuatu diatur dalam pasal 1235 s/d 1238 KUH
Perdata.
Pasal
1235 KUH Perdata, berbunyi ‘Dalam tiap—tiap perikatan untuk memberikan sesuatu
adalah termaktub kewajiban berutang untuk menyerahkan kebendaan yang
bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai bapak rumah yang baik, sampai pada
saat penyerahan. Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas
terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal
ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan.
-
Tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu diatur dalam
pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata.
Pasal
1239 KUH Perdata berbunyi :
Tiap-tiap
perikatan untukberbuat sesuatu, ada untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si
berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam
kewajiban penggantian biaya, rugi dan bunga.[14]
2. Hubungan hukum bersegi dua atau
tweezijdige rechtsbetrekkingen.
Contoh
:
Didalam suatu perjanjian jual-beli kedua
belah pihak (masing-masing) berwenang/berhak meminta sesuatu dari pihak lain.
Tetapi sebaliknya kedua belah pihak (masing-masing) juga berkewajiban untuk
memberi sesuatu pada pihak yang lain (pasal 1457 KUH Perdata).
3. Hubungan antara “satu” subyek hukum
dengan “semua” subyek hukum lainnya.
Hubungan
ini terdapat dalam hal “eigendomsrecht” (hak milik).
Contoh
:
Menurut
Pasal 570 KUH Perdata, yang menjadi pemilik tanah berhak/berwenang memungut
segala kenikmatan (genot) dari tanah itu, asal saja pemungutan kenikmatan itu
tidak dilakukan secara bertentangan dengan peraturan hukum atau bertentangan
dengan kepentingan umum. Pemilik berhak pula memindah-tangankan atau
vervreemden (menjual, memberikan, menukar, mewariskan) secara legal.
Sebaliknya
semua subyek hukum lainnya berkewajiban mengakui bahwa yang mempunyai tanah
adalah pemiliknya dan berhak memungut segala kenikmatan dari tanah itu.[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peristiwa
hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat
yang dapat yang meninggal dunia dan menimbulkan masalah kewarisan.
Peristiwa hukum itu dapat di bedakan
menjadi 2, yaitu :
a. Peristiwa hukum karena perbuatan menimbulkan akibat
hukum atau yang dapat menggerakkan peraturan tertentu sehingga peraturan yang
tercantum di dalamnya dapat berlaku konkrit. Misalnya suatu peraturan hukum
yang mengatur tentang kewarisan tentang kematian, akan tetap merupakan
perumusan yang kata-kata abstrak sampai ada seseorang subyek hukum.
b.
Peristiwa
hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
Hubungan hukum(rechtsbetrekkingen) adalah
hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu
pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain. Hukum mengatur
hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan
masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Jadi hubungan
hukum terdiri atas ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara
individu dengan masyarakat dan seterusnya.
Unsur-unsur hubungan hukum setidaknya ada 3 hal, yaitu
adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara pemilik hak dan pengembangan kewajiban
atau adanya hubungan atas obyek yang bersangkutan.
Hubungan hokum memerlukan
syarat-syarat antara lain:
a. Ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang
mengatur hubungan itu.
b. Ada Peristiwa hukum, yaitu terjadi peristiwa hukumnya
B. Saran
Seharusnya peraturan hukum maupun hukum
yang ada di Indonesia lebih ditegaskan agar terciptanya suatu kenyamanan
masyarakat.
Kansil, C.S.T. 1986. Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta:
Balai Pustaka.
Marzuki, Peter Mahmud. 2012.Pengantar Ilmu
Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media
Group.
R. Soeroso. 2005.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
[1] C.S.T. Kansil,Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 121.
[2]Peter Mahmud Marzuki, PengantarIlmu Hukum,
(Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2012), hlm.209-210.
No comments:
Post a Comment