Wednesday, March 18, 2020

PERISTIWA DAN HUBUNGAN HUKUM



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah pengantar ilmu hukum.
Makalah yang berjudul peristiwa hukum dan hubungan hukum ini merupakan aplikasi dari kami, selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang norma-norma hukum dalam kehidupan sehingga diharapkan dapat bermanfaat dalam menerapkan aturan-aturan hukum di Indonesia.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengajar mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum karena dengan tugas inilah kami mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat didunia dan akhirat kelak.
Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala kritik dan saran guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih. 

Bangkalan, 18 September 2017

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..........................................................................................1
B.     Rumusan Masalah.....................................................................................2
C.     Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Peristiwa Hukum.....................................................................3
B.     Macam-Macam Peristiwa Hukum.............................................................4
C.     Pengertian Hubungan Hukum...................................................................7
D.    Segi Hubungan Hukum.............................................................................8
E.     Unsur- Unsur Hubungan Hukum..............................................................9
F.      Syarat-Syarat Daripada Hubungan Hukum..............................................9
G.    Macam-Macam Hubungan Hukum.........................................................10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan...........................................................................................12
B.     Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
LAMPIRAN.........................................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berusaha untuk selalu hidup berkelompok, dan bermasyarakat. Masyarakat pada dasarnya merupakan suatu kumpulan manusia yang hidup bersama dengan dasar ikatan yang dapat berupa kesamaan, kebangsaan, teritorial, kekerabatan, kesamaan tujuan ataupun pertalian emosional. Di dalam masyarakat senantiasa akan selalu terdapat hukumnya, sebagaimana pemeo klasik yang dikemukakan oleh Cicero ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat, disitu ada hukum). Masyarakat yang menetapkan hukumnya sendiri dan dengan sendirinya bersedia untuk taat kepada hukumnya tersebut, demikian dapat disebut dengan masyarakat hukum.
Keberadaan hukum tanpa adanya masyarakat tidaklah berguna, begitu juga sebaliknya, keberadaan masyarakat tanpa adanya hukum dapat menghancurkan masyarakat itu sendiri.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas terdapat beberapa permasalahan yang ditarik sebagai berikut :
1. Apa penjelasan peristiwa hukum?
2. Apa saja dan bagaimana macam-macam peristiwa hukum?
3. Apa penjelasan hubungan hukum?
4. Apa penjelasan segi hubungan hukum?
5. Apa saja unsur-unsur hubungan hukum?
6. Apa saja syarat-syarat dan macam-macam hubungan hukum?

C.    Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang penjelasan peristiwa dan hubungan hukum yang berkembang di Indonesia. Dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua. 
BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Peristiwa Hukum
Peristiwa hukum adalah peristiwa di dalam masyarakat yang akibatnya diatur oleh hukum. Anggota-anggota masyarakat setiap hari mengadakan hubungan satu dengan lainnya yang menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat dinamakan Peristiwa Hukum atau Kejadian Hukum (Rechtsfeit).[1]
Dilihat dari segi isinya, peristiwa hukum dapat terjadi karena :
a.       Keadaan tertentu, misalnya orang sakit gila menyebabkan pengadilan memutuskan bahwa orang tersebut harus ditempatkan dibawah pengampunan.
b.      Kejadian alam, misalnya sebatang pohon disambar petir dan tumbang menimpa seorang pengantar surat yang sedang bertugas dengan mengendarai motor dan menewaskannya sehingga menimbulkan masalah asuransi dan tunjangan-tunjangan yang diterima oleh keluarganya.
c.       Kejadian fisik yang menyangkut kehidupan manusia, yaitu kelahiran, kematian, dan usia tertentu yang menyebabkan seseorang yang dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum.[2]
Adanya orang gila, pohon disambar petir, kelahiran, pertumbuhan, dan kematian seseorang sebenarnya merupakan peristiwa-peristiwa biasa. Namun karena peristiwa-peristiwa  itu berkaitan dengan hak dan kewajiban subjek hukum, peristiwa-peristiwa itu menjadi peristiwa-peristiwa hukum.[3]
                                                                                            
B.     Macam-Macam Peristiwa Hukum
1.      Perbuatan Subyek Hukum (Manusia dan Badan Hukum)
Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hokum diberi akibat (mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak.[4]
·         Macam-macam perbuatan hukum :
a)      Perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzidjig)
Tiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dari satu subyek hukum saja (satu pihak yang melakukan perbuatan itu), seperti misalnya perbuatan hukum yang disebutkan dalam pasal 875 KUHS, yaitu perbuatan mengadakan surat wasiat.
b)      Perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezidjig)
Tiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dari dua subyek hukum, dua pihak atau lebih, tiap perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan suatu perjanjian. Dalam pasal 1313 KUHS ditegaskan, bahwa perjanjian itu ialah suatu perbuatan yang menyebakan seseorang atau lebih mengikat dirinya pada seorang lain atau lebih.[5]

·         Perbuatan Yang Bukan Perbuatan Hukum
a)      Perbuatan yang tidak dilarang oleh hukum seperti
§  Zaakwaarneming (Pasal 1354 KUHS)
Yaitu tindakan memperhatikan kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan untuk memperhatikan kepentingannya (pasal 1354 KUH Perdata).
Contoh :
Ø  A sakit.
Ø  B memperhatikan kepentingan A tanpa diminta atau disuruh oleh A.
Ø  B wajib meneruskan perhatian itu sampai A sembuh kembali dan dapat memperhatikan lagi
Ø  kepentingannya.[6]
§  Onverschuldigdebetaling :
Yaitu pembayaran utang yang sebenarnya tidak ada utang (pasal 1359 KUH Perdata).
Contoh :
Ø  A membayar utang pada B, karena ia merasa mempunyai utang. Tetapi sebenarnya A tidak mempunyai utang pada B.[7]
b)      Perbuatan yang  dilarang oleh hukum (onrechtmatige daad)
Yang dimaksud dengan yang dilarang oleh hukum ialah semua perbuatan yang bertentangan dan melanggar hukum. Akibat hukum yang timbul tetap diatur oleh peraturan hukum, meskipun akibat itu tidak dikehendaki oleh pelakunya. Perbuatan ini dinamakan “onrechtmatigedaad”, perbuatan hukum yang tidak dibenarkan oleh hukum.
Contoh :
Ø  A dan B sama-sama mengendarai mobil yang saling bertubrukan. Akibat dari tubrukan itu sudah jelas tidak dikehendaki oleh A maupun B. Namun demikian yang dianggap salah diwajibkan memberi ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.[8]
Penggantian ganti rugi tersebut didasarkan kepada asas dari pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi :
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) adalah :
·         Perbuatan.
·         Melanggar.
·         Kerugian.
·         Kesalahan.[9]
2.      Peristiwa Yang Bukan Perbuatan Hukum
a)      Kelahiran menimbulkan langsung hak dari hak-hak anak itu untuk memperoleh pemeliharaan untuk orang tuanya (Pasal 298 ayat 2 KUHS).
b)      Kematian yang diatur dalam pasal 830 dan 833 KUHS.
c)      Lewat waktu :
§  Lewat waktu akuisitif
Orang dapat memperoleh sesuatu hak sehabis masa tertentu dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang. Lewat waktu akuisitif dapatlah disebutkan suatu lewat waktu yang mengakibatkan memperoleh sesuatu. Oleh karena itu lewat waktu akuisitif menjadi salah satu cara memperoleh hak milik, sebagai mana disebutkan dalam pasal 584 KUHS.
§  Lewat waktu ekstinktif
seseorang dapat dibebaskan dari sesuatu tanggung jawab (disebut “Haftung” dalam bahasa Jerman) sehabis masa tertentu dan apabila syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang dipenuhi.[10]


C.    Pengertian Hubungan Hukum
Hubungan hukum ialah antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
Barang siapa yang mengganggu atau tidak mengindahkan hubugan ini, maka ia dapat dipaksa oleh hukum untuk menghormatinya.
Misal:
Hubungan hukum yang yang diatur oleh hukum ialah pasal 1457 KUHP tentang perikatan (verbintenis), yang timbul karena adanya suatu perjanjian (overeenkomst).
Contoh :
A menjual rumah pada B. Perjanjian ini menimbulkan hubungan antara A dan B yang diatur oleh hukum. A wajib menyerahkan rumahnya rumah kepada B. Sebaliknya B wajib membayar harga rumah kepada A dan berhak meminta rumah kepada A. Apabila salah satu pihak tidak mengindahkan kewajibannya maka hakim akan menjauhkan sanksi hukum. Hubungan A dan B yang diatur oleh hukum ini diberi nama “hubungan hukum atau rechtsbetrekking”.

Jadi setiap hubungan hukum mempunyai dua segi yaitu Segi “bevoegdheid” (kekuasaan/kewenangan atau hak) dengan lawannya “plicht” atau kewajiban. Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum (orang atau badan hukum) dinamakan “hak”.[11]

D.    Segi Hubungan Hukum
Tiap hubungan hukum mempunyai dua segi, yaitu :
1.      Beveoegdheid atau kewenangan, yang disebut Hak dan,
2.      Plicht atau kewajiban, adalah segi pasif daripada hubungan hukum.
Hak dan kewajiban ini kedua-duanya timbul dari satu peristiwa hukum (jual-beli) dari satu pasal hukum obyektif (pasal 1474 KUH Perdata). Pun lenyapnya hak dan kewajiban juga bersamaan.
Contoh :
Pasal 1763 KUHPerdata:
Seorang kreditur “berhak” menagih debitur sejumlah uang yang dipinjamkan, sedangkan si debitur “wajib” melunasi jumlah utangnya itu, maka wewenang kreditur dan kewajiban debitur tersebut diatas secara bersamaan menjadi lenyap. Hal ini terlihat dalam pasal 1381 KUH Perdata. Yang berbunyi :
Perikatan terhapus
Karena penawaran pembayaran tunai diiikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
Karena pembaruan utang.
Karena perjumpaan utang atau kompensasi.
Karena percampuran utang.
Karena pembebasan utang
Karena musnahnya barang yang terutang.
Karena kebatalan atau pembatalan.
Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini.
Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur suatu bab tersendiri.[12]

E.     Unsur- Unsur Hubungan Hukum
Hubungan hukum memiliki 3 unsur sebagai berikut :
1.    Adanya orang-orang yang hak dan kewajibannya saling berhadapan .
Contoh :
   A menjual rumahnya kepada B.
§  Wajib menyerahkan rumahnya kepada B.
Berhak meminta pembayaran kepada B.
§  Wajib membayar kepada A.
Berhak meminta rumah A setelah dibayar.
2.      Adanya obyek yang berlaku berdasarkan hak dan  kewajiban tersebut diatas (dalam contoh di atas obyeknya adalah rumah).
3.      Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang bersangkutan.
Contoh :
-          A dan B mengadakan hubungan sewa menyewa rumah.
-          A dan B sebagai pemegang hak dan pengemban kewajiban.
-          Rumah adalah obyek yang bersangkutan.

F.     Syarat-Syarat Daripada Hubungan Hukum
1.      Adanya dasar hukum, ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum itu, dan
2.      Timbulnya peristiwa hukum
Contoh :
A dan B mengadakan perjanjian jual-beli rumah.
-           Dasar hukumya pasal 1474 dan pasal 1513 KUH Perdata yang masing-masing menetapkan bahwa si penjual mempunyai kewajiban menyerahkan barang (pasal 1474 KUH Perdata) dan sebaliknya si pembeli berkewajiban membayar harga pembelian (pasal 1513 KUH Perdata).
-          Karena adanya perjanjian jual-beli maka timbul peristiwa hukum (jual-beli), ialah suatu perbuatan hukum yang akibatnya diatur oleh hukum.[13]

G.    Macam-Macam Hubungan Hukum
1.      Hubungan hukum yang bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen).
Dalam hal hubungan hukum yang bersegi satu hanya satu pihak yang berwenang. Pihak lain hanya berkewajiban. Jadi dalam hubungan hukum yang bersegi satu ini hanya ada satu pihak saja berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata).
Contoh :
-          Tiap perikatan untuk memberikan sesuatu diatur dalam pasal 1235 s/d 1238 KUH Perdata.
Pasal 1235 KUH Perdata, berbunyi ‘Dalam tiap—tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan. Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan.
-          Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu diatur dalam pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata.
Pasal 1239 KUH Perdata berbunyi :
Tiap-tiap perikatan untukberbuat sesuatu, ada untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban penggantian biaya, rugi dan bunga.[14]
2.      Hubungan hukum bersegi dua atau tweezijdige rechtsbetrekkingen.
Contoh :
Didalam suatu perjanjian jual-beli kedua belah pihak (masing-masing) berwenang/berhak meminta sesuatu dari pihak lain. Tetapi sebaliknya kedua belah pihak (masing-masing) juga berkewajiban untuk memberi sesuatu pada pihak yang lain (pasal 1457 KUH Perdata).
3.      Hubungan antara “satu” subyek hukum dengan “semua” subyek hukum lainnya.
Hubungan ini terdapat dalam hal “eigendomsrecht” (hak milik).
Contoh :
Menurut Pasal 570 KUH Perdata, yang menjadi pemilik tanah berhak/berwenang memungut segala kenikmatan (genot) dari tanah itu, asal saja pemungutan kenikmatan itu tidak dilakukan secara bertentangan dengan peraturan hukum atau bertentangan dengan kepentingan umum. Pemilik berhak pula memindah-tangankan atau vervreemden (menjual, memberikan, menukar, mewariskan) secara legal.
Sebaliknya semua subyek hukum lainnya berkewajiban mengakui bahwa yang mempunyai tanah adalah pemiliknya dan berhak memungut segala kenikmatan dari tanah itu.[15]













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peristiwa hukum adalah  suatu kejadian dalam masyarakat  yang dapat yang meninggal dunia dan menimbulkan masalah kewarisan.
Peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
a.       Peristiwa hukum karena perbuatan menimbulkan akibat hukum atau yang dapat menggerakkan peraturan tertentu sehingga peraturan yang tercantum di dalamnya dapat berlaku konkrit. Misalnya suatu peraturan hukum yang mengatur tentang kewarisan tentang kematian, akan tetap merupakan perumusan yang kata-kata abstrak sampai ada seseorang subyek hukum.
b.      Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
Hubungan hukum(rechtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain. Hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Jadi hubungan hukum terdiri atas ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat dan seterusnya.
Unsur-unsur hubungan hukum setidaknya ada 3 hal, yaitu adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara pemilik hak dan pengembangan kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang bersangkutan.
Hubungan hokum memerlukan syarat-syarat antara lain:
a.       Ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan itu.
b.      Ada Peristiwa hukum, yaitu terjadi peristiwa hukumnya
B. Saran
Seharusnya peraturan hukum maupun hukum yang ada di Indonesia lebih ditegaskan agar terciptanya suatu kenyamanan masyarakat.
 DAFTAR  PUSTAKA

Kansil, C.S.T. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta:
Balai Pustaka.
Marzuki, Peter Mahmud. 2012.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
R. Soeroso. 2005.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika Offset.



[1] C.S.T. Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,  (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 121.
[2]Peter Mahmud Marzuki, PengantarIlmu Hukum, (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2012), hlm.209-210.
[3]Ibid, hlm.210.
[4] C.S.T. Kansil, PengantarIlmuHukumdan Tata Hukum Indonesia, hlm.121.
[5]Ibid, hlm.122.
[6] R. Soeroso, PengantarIlmuHukum,(Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005), hlm.255.
[7]Ibid, hlm. 255.
[8]Ibid,hlm. 255-256.

[9]Ibid, hlm. 256.
[10]C.S.T. Kansil, PengantarIlmuHukumdan Tata Hukum Indonesia,hlm.123-124.

[11] R. Soeroso, PengantarIlmuHukum, hlm.269.
[12]Ibid, hlm. 270.
[13]Ibid, hlm. 271.
[14]Ibid, hlm. 271-272.
[15]Ibid, hlm. 272.

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...