Wednesday, March 18, 2020

MAKALAH HUKUM DAN KENYATAAN




KATA PENGANTAR
            Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam mata kuliah PENGANTAR ILMU HUKUM yang berjudul “SEJARAH HUKUM dan PERBANDINGAN HUKUM” makalah ini berisi uraian tentang sejarah perbandinga hukum, manfaat dan tujuan  perbandingan hukum. Selain itu kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan dosen yang telah memberikan dukungan pada kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, kami menyadari dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu dengan hati yang terbuka kami mengharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita kita semua.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………
1.1   LATAR BELAKANG MASALAH……………………………
1.2   RUMUSAN MASALAH………………………………………
1.3   TUJUAN……………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………
            2.1pengertian hukum………………………………………………
2.2 Sejarah Hukum………………………………………………..
            2.3 Perbandingan Hukum…………………………………………
                        2.2.1 Sejarah Perbandingan Hukum……………………….
                        2.2.2 Pengertian Perbandingan Hukum……………………
                        2.2.3 Tujuan dan Manfaat Perbandingan Hukum…………
BAB III PENUTUP………………………………………………………
            3.1 KESIMPULAN……………………………………………….
            3.2 KRITIK DAN SARAN……………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah
Kata hukum tidak asing lagi di telinga kita, kita sebagai manusia tidak akan lepas dari berbagai peraturan-peraturan(hukum) yang ada. Hukum adalah suatu peraturan yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah manusia dapat terkontrol. Bukan hanya pengertiannya saja yang harus kita ketahui, melainkan bagaimana sejarah hukum itu sendiri. Setelah kita tahu apa itu hukum dan sejarahnya. Hukum juga tidak terlepas dari perbandingan hukum.

1.2   Rumusan Masalah
A.    Sejarah Hukum
B.     Sejarah dan Pengertian Perbandingan Hukum
C.     Tujuan dan Manfaat Perbandingan Hukum
1.3   Tujuan
Kita sebagai Mahasiswa harus tau apa itu hukum dan apa itu perbandingan hukum, tujuan dan manfaatnya. Setelah tau apa itu hukum dan perbandingan hukum, tujuan dan manfaat kita juga harus tau sejarah yang melatar belakanginya. Karena apa, kita sebagai pemuda penerus bangsa harus tau hal itu, sebab Negara kita (Indonesia) adalah Negara hukum.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HUKUM
            Hukum adalah aturan-aturan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakaat yang berupa perintah dan larangan yang sifatnya mengatur, mencegah, mengikat, memaksa dan harus dipatuhi, yang menimbulkan sanksi guna untuk mengatur tingkah laku manusia.
2.2 SEJARAH HUKUM
Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari perkembangan dan asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu. (Sudarsono, hal. 261). Demikian juga hal yang senada diungkapkan oleh Menteri Kehakiman dalam pidato sambutan dan pengarahan pada simposium Sejarah Hukum (Jakarta 1-3 April 1975) dimana dinyatakan bahwa : “Perbincangan sejarah hukum mempunyai arti penting dalam rangka pembinaan hukum nasional, oleh karena usaha pembinaan hukum tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa kini saja, akan tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan dari masa lampau. Melalui sejarah hukum kita akan mampu menjajaki berbagai aspek hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang ada dewasa ini dalam masyarakat bangsa kita” (Soerjono Soekanto hal, 9). Apa yang sejak lama disebut sejarah hukum, sebenarnya tak lain dari pada pertelaahan sejumlah peristiwa-peristiwa yuridis dari zaman dahulu yang disusun secara kronologis, jadi adalah kronik hukum. Dahulu sejarah hukum yang demikian itupun disebut “antiquiteiter”, suatu nama yang cocok benar. Sejarah adalah suatu proses, jadi bukan sesuatu yang berhenti, melainkan sesuatu yang bergerak; bukan mati, melainkan hidup. Hukum sebagai gejala sejarah berarti tunduk pada pertumbuhan yang terus menerus. Pengertian tumbuh membuat dua arti yaitu perobahan dan stabilitas. Hukum tumbuh, berarti bahwa ada terdapat hubungan yang erat, sambungmenyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau.[1]
Hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu berarti, bahwa kita dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan sejarah, bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari sejarah. (Van Apeldroon, hal. 417). Misalnya saja penelitian yang dilakukan oleh Mohd. Koesno tentang hukum adat setelah Perang Dunia II melalui beberapa pentahapan (periodisasi). Secara kronologi perkembangan tersebut dibaginya dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Masa 1945-1950 2. Masa Undang-undang Dasar Sementara 1950 3. Masa 1959-1966 4. Masa 1966 - sekarang ©2004 Digitized by USU digital library 1 Penetapan tersebut disertai analisis yang mendalam tentang kedudukan dan peranan hukum adat pada masa-masa tersebut. Mempelajari sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang dikatakan Macauly bahwa dengan mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan membuat perjalanan ke negeri-negeri yang jauh : ia meluaskan penglihatan, memperbesar pandangan hidup kita. Juga dengan membuat perjalanan di negeri-negeri asing, sejarah mengenalkan kita dengan keadaan-keadaan yang sangat berlainan dari pada yang biasa kita kenal dan dengan demikian melihat, bahwa apa yang kini terdapat pada kita bukanlah satu satunya yang mungkin. (Sudarsono, hal. 254). Sebagai contoh adalah “ Misi Rahasia Tsar Peter”. Banyak sedikit, kita manusia semuanya condong menerima yang ada sebagai yang sewajarnya, juga dengan tiada kita sadari kita semua dikuasai oleh waktu yang lalu.[2]
Karena dilahirkan dalam sesuatu waktu, dalam sesuatu negara dan dalam sesuatu lingkungan, sedari kecil kita sama sekali biasa pada pelbagai pandangan dan pada pelbagai keadaan, sehingga biasanya timbul pada kita pertanyaan, apakah hal-hal tersebut ada sebagai mestinya? (Van Apeldroon, hal. 420). Penyelidikan sejarah membebaskan kita dari prasangka-prasangka, ia menyebabkan bahwa kita tidak begitu saja menerima yang ada sebagai hal yang demikian melainkan menghadapinya secara kritis. Makin sedikit kita mengenal waktu yang lalu, makin besar bahayanya kita dikuasainya. (Van Apeldroon, hal. 421). Sebagai contoh : “Tinjauan ulang sejarah serangan umum 1 Maret dan G. 30 S. PKI (Waspada, 3 Oktober 2000). Penelitian sejarah pada umumnya dilakukan terhadap bahan-bahan tertulis maupun tidak tertulis yang biasanya dibedakan antara bahan-bahan primer, sekunder dan tersier. Bahan-bahan primer, antara lain : 1. Dokumen, yaitu arsip, surat-surat, memoranda, pidato, laporan, pernyataan dari lembaga-lembaga resmi. 2. Bahan tertulis lain seperti catatan harian, laporan-laporan hasil wawancara yang dilakukan dan dibuat oleh wartawan. 3.Gambar-gambar atau potret 4. Rekaman.[3]
Data suplementer pada bahan-bahan primer adalah antara lain : Oral Story dan Folk Story (khususnya yang tidak tertulis), kemudian benda-benda hasil penemuan arkeologis, bekas kota dan lain sebagainya. Kemudian bahan-bahan sekunder : 1. Monograp 2. Bahan tertulis yang berupa bahan referensi 3. Ilmu-ilmu pembantu terhadap sejarah, misal : epigrafi, yaitu seloka atau sajak yang barisnya tidak banyak dan mengandung sindiran serta numismatis yaitu ilmu tentang maka uang. Bahan-bahan tersebut dapat dimanfaatkan melalui beberapa tahap sebelum benarbenar menjadi sumber data sejarah. Penggolongan bukti-bukti tersebut tidak mutlak, bukti-bukti tersebut harus dilihat dengan kritis. Peneliti harus bertanya apakah bukti tersebut asli dan isinya dapat dipercayai, karena metode sejarah menggunakan akal yang teratur dan sistematis.Sebagai ilmu sosial dan ilmu budaya, sejarah menelaah aktivitas manusia dan peristiwa-peristiwanya yang terjadi pada masa lalu dalam keitannya dengan masa kini. Sebagai ahli sejarah, tidak harus puas dengan deskripsi saja dan harus ©2004 Digitized by USU digital library 2 berusaha untuk memakainya serta bagaimana prosesnya yang pusat perhatiannya adalah uniknya dan khasnya peristiwa-peristiwa tersebut. Pada sejarah hukum umum yang menjadi ruang lingkupnya adalah perkembangan secara menyeluruh dari suatu hukum positif tertentu.[4]
Objek khususnya adalah sejarah pembentukan hukum atau pengaruh dari sumbersumber hukum dalam arti formil pada peraturan-peraturan tertentu. Paradigma yang digunakan sebagai kerangka dasar penelitian adalah sumbersumber hukum dalam arti formil yang mencakup : 1. Perundang-undangan. 2. Hukum kebiasaan. 3. Yurisprudensi. 4. Traktat. 5. Doktrin. Masing-masing sumber tersebut ditelaah perkembangannya serta pengaruhnya terhadap pembentukan hukum (rechtvorming). Penelitian dapat dilakukan secara menyeluruh dan juga dapat dibatasi pada suatu sumber tertentu. Kesimpulan : Dari uraian diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa salah satu kegunaan sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta hukum tentang masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal di atas merupakan suatu proses, suatu kesatuan, dan satu kenyataan yang diahadapi, yang terpenting bagi ahli sejarah data dan bukti tersebut adalah harus tepat, cenderung mengikuti pentahapan yang sistematis, logika, jujur, kesadaran pada diri sendiri dan imajinasi yang kuat. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan hukum, karena hukum tidak mungkin berdiri sendiri, senantiasa dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan lain dan juga mempengaruhinya. Hukum masa kini merupakan hasil perkembangan dari hukum masa lampau, dan hukum masa kini merupakan dasar bagi hukum masa mendatang. Sejarah hukum akan dapat melengkapi pengetahuan kalangan hukum mengenai hal-hal tersebut.[5]
1. Hukum dari abad ke abad
Pendefinisian hukum di abad XIX di dasarkan pada keadaan dunia di abad itu. Sebagaimana diketahui, dunia pada waktu mengalami perkembangan fisik yang sangat luar biasa di sebabkan oleh kontribusi sains dan teknologi. Pada waktu itu hukum dipanggil untuk melegitiminasi hal-hal yang di capai oleh ilmu pengetahuan. Respons dari ilmu hukum adalah membangun suatu tatanan hukum yang penuh dengan kepastian. Kepastian-kepastian ini menyelamatkan produk sains dan teknologi dengan memberikan konfirmasi. Maka era ilmu hukum pun menjadi suatu era yang penuh dengan kepastian yang berpuncak pada kondifikasi. Kondifikasi ini menampilkan hukum dalam bentuknya sebagai suatu skema yang tunas (finite scheme) dan kaku (rigid). Maka kita pun menyaksikan berbondong-bondong pemikiran yang melihat hukum seperti itu. Kontribusi yang menonjol dilakukan oleh Hans Kelsen dengan teori hukum murninya (reine rechtslehre) (kelsen, 1976). Demi menampilkan sosok hukum yang penuh dengan kepastian, maka”...alles ausscheiden moehte, was nicht zu dem exakt als Recht bestimmmten Gegenstande Gehoert. Das Heist:sie will die Rechtswissenschaft van alles ihrer fremden Elementen befrein.” (Semua hal yang tidak secara pasti termasuk hukum harus disingkirkan. Ini nerarti: ia menghendaki suatu ilmu hukum yang di bebaskan dari sekalian unsur yang asing). Itulah sosok hukum abad XIX yang di dasarkan pada asumsi tertentu. Maka manakala keadaan yang di asumsikan itu berubah, definisi yang lama pun tidak lagi memiliki landasan yang kokoh.[6]
Menjelang peralihan ke abad XIX terjadi perubahan-perubahan besar lagi dalam masyarakat Eropa. Industrialisasi telah membawa serta akibat-akibat sosial yang tidak di bayangkan sebelumnya. Eopa yang individual pelan-pelan berubah menjadi Eropa yang sosial. Hukum tidak dapat lagi di sterilkan dari maksudnya berbagi “fremde Elementen”. Dikatakan oleh sosiolog hukum belanda, Hugo Sinzheimer, bahwa pandangan klasik para juris mengenai hukum runtuh akibat perkembangan industry (Sinzheimer, 1930). Di Eropa, hukum itu semula hukum itu kuat di dasarkan pada asumsi individual, bahwa di masyarakat hanya ada individu-individu. Dunia dimana para individu itu berada adalah dunia hubungan yang sangat terbatas, yaitu terbatas antara para individu yang terlibat (zakelijk wereld). Kekuatan yang menentukan hubungan antara individu dengan dengan unia di luarnya adalah kemauan bebasnya. Karakteristik klasik tersebut berubah di sebabkan oleh perubahan-perubahan dalam masyarakat, di sebabkan oleh industrialisasi dan sistem produksi ekonomi. Kekuatan kolektif sekarang masuk untuk mengintervensikan hubungan individu dengan dunia luar. Hubungan terbatas (zakelijk) antara individu di dobraki oleh hubungan kolektif. Perubahan dari dunia klasik menjadi modern menunjukan, bahwa masyarakat itu tidak hanya dihuni oleh individu yang terisoler, melainkan muncul  penduduk baru, yaitu makhluk kolektif.[7]
2.3 PERBANDINGAN HUKUM
2.2.1 Sejarah Singkat Perkembangan Perbandingan Hukum
            Jika ditelaah sejenak kembali tentang ilmu-ilmu sebagai ilmu pengetahuan yang majemuk, maka salah satu cabangnya yaitu ilmu kenyataan (tatsachenwissenschaft, atau seinwissenschafi). Selain itu juga, ada ilmu kaidah dan ilmu pengertian yang keduanya merupakan norma wissenschaft, atau sollen wissenschaft.
            Bertitik tolak pada kerangka ilmu hukum tersebut, perbandingan hukum ditempatkan sebagai salah satu dari ilmu kenyataan hukum, disamping sosiologi hukum, antropologi hukum, pesikologi hukum, dan sejarah hukum. Dari kerangka ilmu hukum diatas, jelaslah bahwa perbandingan hukum merupakan cabang khususdari  ilmu hukum.[8]
Apabila dilihat dari perkembangannya semula sebagai metode pemahaman sistem hukum, disamping sejarah hukum dan sosiologi hukum, maka perbandingan hukum pada saat ini mudah diakui sebagai cabang khusus dari ilmu hukum. Hal ini telah dijelaskan oleh Adolf F. Sehnitzer bahwa baru pada abad ke-19 perbandingan hukum berkembang sebagai cabang khusus dari ilmu hukum.[9] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu hukum sebagai genus,sedangkan perbandingan hukum sebagai species.
Apabila perbandingan hukum ditelusuri asal usulnya, terdapat dua jalur, yaitu sebagai berikut :
1.      Teori hukum alam (natural law theory).
2.      Orientasi pragmatis tentang hukum dari dua atau lebih Negara.[10]
Teori hukum alam (natural law theory) ini dipelopori oleh Aristoteles dengan mengunakan metode perbandingan untuk menganalisis system politik. Para ahli hukum alam pada waktu itu mempelajari hukum asing dalam rangka mengembangkan teori hukum alam. Ajaran hukum alam menjelaskan bahwa hukum itu sama menurut waktu dan tempat, oleh karena itu manusia mempunyai akal yang sama.
Adapun orientasi pragmatis tentang hukum dari dua atau lebih Negara ini dipelopori oleh Montesquieu, dengan mengunakan studi perbandingan hukum untuk menunjang saran-sarannya tentang pembaruan hukum. Beliaulah yang pertama kali menyadari, bahwa the rule of law tidak boleh dipandang sebagai suatu latar belakang historis dari lingkungan dimana hukum itu berfungsi,[11] sehingga atas jasanya itu dipandang sebagai bapak atau pelopor dari comparative law (perbandingan hukum). Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa perbandingan hukum dan sejarah hukum mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
2.2.2        Istilah dan Pengertian Perbandingan Hukum
 a. Istilah Perbandingan Hukum
            Istilah perbandingan hukum berasal dari kata comparative law, comparative jurisprudence,bforeign law (bahasa inggris). Drois compare (bahasa prancis), rechtsgelijking (bahasa belanda), dan vergleichende rechlehre (bahasa jerman).
b. Pengertian Perbandingan Hukum
  -pengertian perbandingan hukum menurut para ahli
·           Menurut Barda Nawawi  Arief , di jelaskan bahwa perbandingan hukum ialah studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum.
·           Menurut Rudlof D. Schlessinger yang dikutip oleh sudarsono , bahwa: perbandingan hukum merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang bahan hukum tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan hukum bukanlah suatu perangkat peraturan dan asas-asas huku, bukan suatu cabang hukum,melainkan suatu cara menganggap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum.[12]
·           Menurut Pipin Syarifin, menjelaskan bahwa perbandingan hukum adalah suatu metode studi hukum, yang mempelajari  perbedaan system hukum antara Negara yang satu dengan Negara yang lainnya.[13]
·           Menurut  Purnadi  Purbacaraka dan Soerjono Soekanton , menjelaskan bahwa perbandingan hukum yang merupakan cabang ilmu pengetahuan yang membandingakan sistem-sistem hukum yang berlaku didalam satu atau beberapa masyarakat.[14]
·           Menurut Soedjono Dirdjosisworo, mengemukakan bahwa perbandingan hukum adalah metode studi hukum, yang mempelajari perbedaan sistem Negara satu dengan yang lain.[15]
·           Menurut Romli Atmasamita berpendapat bahwa perbandingan hukum adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari  secara sistematis tentang hukum dari dua atau sistem hukum dengan menggunakan metode perbandingan.[16]
Apabila ditelaah dari beberapa pendapat tentang pengertian perbandingan hukum diatas,  menurut  penulis bahwa perbandingan hukum adalah cabang ilmu pengetahuan hukum yang membandingkan  dengan cara mencari perbedaan dan persamaan antara sistem hukum yang berlaku dalam satu atau beberapa Negara ataupun masyarakat.
Perbandingan hukum yang dibicarakan sekarang ini dipergunakan dalam arti membandingkan  sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Dilihat dari posisi yang demikian itu maka orang akan mengatakan bahwa studi perbandingan adalah studi tentang hukum asing. Namun, mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari hukum asing tidak sama dengan melakukan perbandingan hukum.
            Faktor yang dapat menimbulkan perbedaan diantara beberapa tata hukum, yaitu factor geografi,iklim,nilai-nilai histiris suatu bangsa , kondisi ekonomi,agama,dan factor lain yang sejenis. Adapun yang membuat  persamaan yaitu adanya pertukaran kebudayaan atau factor lain yang sesuai dengan perkembangan dimasa yang akan dating.
            Didalam studi perbandingan hukum, menurut J.B. Daliyo, dan kawan-kawan dapat dilakukan dengan cara:
1.        Menunjukkan perbedaan dan persamaan yang ada dalam sistem hukum atau bidang hukum yang dipelajari.
2.        Menjelaskan mengapa terjadi persamaan atau perbedaan dan apa faktor-faktor yang menyebabkannya.
3.        Member penilaian terhadap masing-masing sistem yang digunakan.
4.        Member kemungkinan apa yang dapat ditarik sebagai kelanjutan dari hasil studi perbandingan yang telah dilakukan.
5.        Memutuskan kecenderungan umum pada perkembangan hukum, termasuk didalamnya irama dan keteraturan yang dapat yang dapat dilihat pada perkembangan hukum tersebut.
6.        Mempelajari kemungkinan untuk menemukan asas-asas umum yang didapat sebagai hasil dari pelacakan yang dilakukan dengan cara membandingkan tersebut.[17]
Ruang lingkup perbandingan hukum adalah memperbandingkan sistem hukum dari satu Negara atau beberapa masyarakat yang yang berkaitan dengan ini kaidah-kaidah, dasar kemasyarakatannya, dan penyebabnya sehingga di dapat persamaan dan juga perbedaannya. Perbandingan hukum tentunya tidak puas dengan pencatatan belaka dari perbedaan dan persamaan, tetapi juga mencari keterangannya. Karena keterangan itu hanya dapat dicari dalam sejarah maka perbandingan hukum secara ilmiah tidak dapat dengan sendirinya harus menjadi sejarah hukum perbandingan.
Bagi dunia pendidikan hukum, pelajaran perbandingan hukum yang tercermin dalam mata kuliah seperti perbandingan hukum tata Negara, perbandingan hukum pidana, dan perbandingan hukum perdata. Hal ini dinilai amat penting untuk membekali para calon sarjana hukum memiliki wawasan pengetahuan yang luas dibidang hukum terutama dalam tugasnya nanti didalam masyarakat, baik sebagai teoretis maupun polisi, hakim, dan advokat dalam melaksanakan tugasnya memerlukan peranan perbandingan hukum.
2.2.3.Tujuan dan Manfaat Perbandingan Hukum
a.Tujuan Perbandingan Hukum
            Sebenarnya tujuan perbandingan hukum itu belum ada kesepakatan antara para ahli. Misalnya Pollack mengatakan bahwa tujuan perbandingan hukum adalah membantu menyelusuri asal usul perkembangan dari konsepsi hukum yang sama diseluruh dunia. Sedangkan Randall mengatakan bahwa tujuan dari perbandingan hukum adalah:
a.         Usaha mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum asing.
b.        Usaha mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam studi hukum asing dalam rangka pembaruan hukum.[18]
Selanjutnya Van Apelldoorn yang dikutip Romli Atmasasmita menjelaskan bahwa tujuan perbandingan hukum adalah : ada yang bersifat teoretis dan ada yang bersifat praktis. Tujuan yang bersifat teoretis menjelaskan bahwa hukum sebagai gejala dunia (universal). Oleh karena itu, ilmu pengetahuan hukum harus dapat memahami gejala dunia tersebut, dan untuk itu kita harus memahami hukum di masa lampau dan pada masa sekarang. Tujuan yang bersifat praktis dari perbandingan hukum merupakan alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaruan pada hukum kita sendiri dan memberikan pengetahuan berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembentuk undang-undang dan hakim.[19]
Selanjutnya Van Apelldoorn menjelaskan lagi bahwa perbandingan hukum dapat mendukung kesatuan hukum dari berbagai Negara, juga walaupun ini tidak dicita-citakan. Jika perbandingan hukum menggunakan pendekatan fungsional, maka tujuannya adalah untuk menemukan jawaban tepat atas problema hukum yang nyata dan sama. Oleh karena itu perbandingan hukum tidak bertitik tolak pada norma hukum, tetapi pada fungsi, yaitu mencari identitas dari fungsi norma hukum.
Kemudian Romli Atmasasmita telah merinci beberapa tujuan perbandingan hukum, yaitu : Praktis, sosiologis, politis, dan pedagosis.[20]
1.        Tujuan yang bersifat praktis ini sangat dirasakan oleh para ahli hukum yang harus menangani perjanjian Internasional.
2.        Tujuan yang bersifat sosiologis dari perbandingan hukum adalah mengobservasi suatu ilmu hukum yang secara umum, ia menyelidiki hukum dalam arti ilmu pengetahuan.
3.        Tujuan yang bersifat politis dari perbandingan hukum adalah mempelajari perbandingan hukum untuk mempertahankan status que.
4.        Tujuan yang bersifat pedagosis dari perbandingan hukum adalah untuk memperluas wawasan mahasiswa sehingga mereka dapat berfikir secara interdisipline, dan untuk memperoleh input bagi pembaruan dan pembentukan hukum nasional di masa yang akan datang.[21]
b.      Manfaat perbandingan hukum
            Dalam perbandingan hukum ada kecenderungan untuk mempelajari sistem hukum asing. Manfaat mempelajari perbandingan hukum menurut R. Soeroso adalah sebagai berikut:
1.        Manfaat ilmiah
2.        Manfaat praktis
3.        Manfaat bagi unifikasi hukum
4.        Manfaat bagi usaha menumbuhkan saling pengertian suatu bangsa.
5.        Manfaat bagi usaha memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai hukum kita sendiri.
6.        Manfaat bagi pelaksanaan hukum perdata internasional.[22]
Adapun kegunaan mempelajari perbandingan hukum menurut Soedarto yang dikutip oleh Romli Atmasasmita adalah untuk :
1.        Unifikasi hukum.
2.        Harmonisasi hukum.
3.        Mencegah adanya cauvinisme hukum nasional (secara negative) dan menempuh kerjasama internasional (secara positif).
4.        Memahami hukum asing (contoh, pasal 5 ayat 1 sub ke-2 KUHP).
5.        Pembaruan hukum nasional.[23]
Apabila ditelaah masing-masing manfaat mempelajari perbandingan hukum sebagai mana telah disebutkan di atas, maka dapat dilihat sebagai berikut.
1.        Manfaat ilmiah, manfaat ilmiah dari bidang hukum dimaksudkan memperoleh adanya persamaan dan perbedaan antara sistem atau lembaga yang diperbandingkan.
2.        Manfaat praktis, manfaat praktid dari perbandingan hukum yaitu dapat menunjang dalam upaya pembentukan hukum nasional, serta dappat menaruh harapan akan terbentuknya unifikasi hukum.
3.        Bermanfaat bagi unifikasi hukum berarti berlakunya satu macam hukum untuk berbagai golongan masyarakat dan unifikasi ini dapat bersifat nasional maupun internasional.
4.        Bermanfaat bagi usaha menumbuhkan saling pengertian suatu bangsa dapat diwujudkan dengan melakukan perjanjian internasional, perjanjian tersebut harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan kesalahpahaman.
5.        Bermanfaat bagi usaha memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai hukum kita sendiri dengan jalan perbandingan hukun, kita dapat belajar tentang bagaimanakah keadaan dan halnya setelsel hukum lain daripada kita sendiri.
6.        Bermanfaat bagi pelaksanaan hukum perdata internasional tanpa perbandingan hukum, hukum perdata internasional itu kosongdan buta. Dalam hal ini Sudargo Gautama menjelaskan, bahwa perbandingan hukum membantu hukum perdata internasional dalam pelaksanaannya.
7.        Harmonisasi hukum Menurut Pasal 54 Traktat PBE, Dewan Menteri PBE dapat menentukan pedoman dengan tujuan untuk mengkoordinasikan jaminan yang diharapkan dari perseroan dagang untuk melindungi kepentingan dari orang yang mengambil bagian dari perseroan tersebut maupun kepentingan pihak ketiga.
8.        Mencegah adanya chauvinisme hukum nasional maksudnya dengan mempelajari hukum asing dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai hukum nasional yang berlaku.
9.        Memahami hukum asing dalam hal ini tampak jelas apabila dikaitkan dengan ketentuan berlakunya hukum pidana Indonesia menurut tempat dan Menurut Pasal 5 Ayat (1) sub 2e KUHP disebutkan: “ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan diluar Indonesia: suatu perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan menurut ketentuan undang-undang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.[24]
10.    Untuk pembaruan hukum nasional  hal ini harus diartikan melalui perbandingan hukum para ahli hukum terutama pembentukan undang-undang dapat berpedoman kepada asas, sistematika dan isi hukum tertentu (seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum acara pidana, dan hukum acara perdata).








BAB III
 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
hukum adalah aturan-aturan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang berupa perintah dan larangan yang sifatnya mengatur, mencegah, mengikat, memaksa, dan harus dipatuhi, yang menimbulkan sanksi, guna untuk mengatur tingkah laku mannusia. Perbandingan hukum adalah metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang bahan hukum tertentu. Faktor yang dapat menimbulkan perbedaan diantara tata hukum, yaitu faktor geografi, iklim, nilai-nilai histiris suatu bangsa. Tujuan perbandingan hukum yaitu bersifat praktis, sosiologis, politis, dan pedagosis. Manfaatnya diantaranya manfaat ilmiah, manfaat praktis, manfaat bagi univikasi hukum, manfaat bagi usaha menumbuhkan saling pengertian suatu bangsa, manfaat bagi usaha memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai hukum kita sendiri, manfaat bagi pelaksanaan hukum perdata Internasional.
3.2 Kritik dan Saran
            Di negara kita Indonesia masih banyak hal-hal yang harus diperbaiki demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Indonesia adalah negara hukum, akan tetapi masih banyak masyarakat Indonesia yang melanggar hukum, bukan hanya masyarakatnya saja, teapi juga pemerintanya.
            Seharusnya hukum di Indonesia lebih ditegakkan lagi kepada masyarakat terutama pemerintah, agar lebih menghargai hukum yang terkandung dalam UUD 1945 pada alenia 4. Serta agar terciptanya masyarakat yang sejahtera.


DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita,Romli, loc, cit.
Atmasamita,Romli, ibid.
Apeldroon, Van, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT. Pradnya Paramita.
Atmasasmita,Romli, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989).
Atmasasmita,Romli, op, cit
DirdjosisworoSoedjono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 19947.
DaliyoJ.B, dkk, Pengantar Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994)
Intermasa,1995.
Mru, Ahmadi, Hukum Kontrak dan Purbacaraka,Purnadi, Soekanto,Soerjono, Perihal Kaidah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982).
Nawawi Arief,Barda, op.. Pubacaraka,Purnadi.
Sohnitzer,Adolf F, dalam Banda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998).
Sudarsono, op, cit.
Syarifin,Pipin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999).
Pubacaraka,Purnadi.
Soekanto,Soerjono, loc, cit. ).
Soeroso,R,op, cit.
Soedarto, dalam Romli Atmasasmita, op, cit.
Soesilo,R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, tt). Soekanto, Soerjono,1986, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung, Alumni.
Sudarsono, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka Cipta. Warsani, 2001 Soekanto, Soerjono,1986, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung, Alumni.
Wingjosoebroto, Soetandjo, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali Press, 1995. Perancangan Kontrak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007).







[1] . Dr. Soerjono Soekanto, SH.MA, 1986, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung, Alumni.
[2] . Prof. Dr. Mr. L. J. Van Apeldroon, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT. Pradnya Paramita.
[3] . Drs. Sudarsono, SH.M.Si, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka Cipta.
[4]. Prof. Warsani, SH, 2001, Bahan Kuliah.
[5]. Soetandjo Wingjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm.56
[6] Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cet. XXVII, (Jakarta: Intermasa,1995), hlm. 10.
[7] Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.4
[8] Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), 10 dan 11.
[9] Adolf F, Sohnitzer, dalam Banda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 1.
[10] Romli Atmasasmita, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989), 24.
[11] Barda Nawawi Arief, op. cit, 2.
[12] Sudarsono, op, cit, 265.
[13] Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 77.
[14] Pumadi Pubacaraka, Soerjono Soekanto, loc, cit.
[15] Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 77.
[16] Romli Atmasasmita, op, cit, 21,22.
[17] J B, Daliyo, dkk, Pengantar Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), 138, 139.
[18] R, Soeroso, op, cit, 329.
[19] Romli Atmasasmita, op,cit, 29.
[20] Romli Atmasasmita, loc, cit.
[21] Romli Atmasamita, ibid, 31.
[22] R, Soeroso, op, cit, 335,341,342, dan 343.
[23] Soedarto, dalam Romli Atmasasmita, op, cit, 34.
[24] R, Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, tt), 33.

No comments:

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA AWAL PERMULAAN ISLAM SAMPAI DENGAN KHULAFAURRASYIDIN

                                                                                     BAB I                                            ...