KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam mata kuliah
PENGANTAR ILMU HUKUM yang berjudul “SEJARAH HUKUM dan PERBANDINGAN
HUKUM” makalah ini berisi uraian tentang sejarah perbandinga hukum, manfaat
dan tujuan perbandingan hukum. Selain
itu kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan dosen yang telah
memberikan dukungan pada kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu,
kami menyadari dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu dengan hati yang terbuka kami mengharap kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita kita semua.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
DAFTAR
ISI………………………………………………………………
BAB
I PENDAHULUAN…………………………………………………
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH……………………………
1.2
RUMUSAN MASALAH………………………………………
1.3
TUJUAN……………………………………………………….
BAB
II PEMBAHASAN…………………………………………………
2.1pengertian hukum………………………………………………
2.2 Sejarah Hukum………………………………………………..
2.3 Perbandingan Hukum…………………………………………
2.2.1 Sejarah
Perbandingan Hukum……………………….
2.2.2 Pengertian
Perbandingan Hukum……………………
2.2.3 Tujuan dan Manfaat
Perbandingan Hukum…………
BAB
III PENUTUP………………………………………………………
3.1 KESIMPULAN……………………………………………….
3.2 KRITIK DAN SARAN……………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kata hukum tidak asing lagi di telinga kita, kita sebagai
manusia tidak akan lepas dari berbagai peraturan-peraturan(hukum) yang ada.
Hukum adalah suatu peraturan yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tingkah
laku manusia agar tingkah manusia dapat terkontrol. Bukan hanya pengertiannya
saja yang harus kita ketahui, melainkan bagaimana sejarah hukum itu sendiri.
Setelah kita tahu apa itu hukum dan sejarahnya. Hukum juga tidak terlepas dari
perbandingan hukum.
1.2
Rumusan Masalah
A.
Sejarah Hukum
B.
Sejarah dan Pengertian Perbandingan Hukum
C.
Tujuan dan Manfaat Perbandingan Hukum
1.3
Tujuan
Kita sebagai Mahasiswa harus tau apa itu hukum dan apa
itu perbandingan hukum, tujuan dan manfaatnya. Setelah tau apa itu hukum dan
perbandingan hukum, tujuan dan manfaat kita juga harus tau sejarah yang melatar
belakanginya. Karena apa, kita sebagai pemuda penerus bangsa harus tau hal itu,
sebab Negara kita (Indonesia) adalah Negara hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah aturan-aturan yang menjadi peraturan hidup
suatu masyarakaat yang berupa perintah dan larangan yang sifatnya mengatur,
mencegah, mengikat, memaksa dan harus dipatuhi, yang menimbulkan sanksi guna
untuk mengatur tingkah laku manusia.
2.2 SEJARAH HUKUM
Sejarah
hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari perkembangan dan
asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan
antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu. (Sudarsono,
hal. 261). Demikian juga hal yang senada diungkapkan oleh Menteri Kehakiman
dalam pidato sambutan dan pengarahan pada simposium Sejarah Hukum (Jakarta 1-3
April 1975) dimana dinyatakan bahwa : “Perbincangan sejarah hukum mempunyai
arti penting dalam rangka pembinaan hukum nasional, oleh karena usaha pembinaan
hukum tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa kini
saja, akan tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan dari masa lampau.
Melalui sejarah hukum kita akan mampu menjajaki berbagai aspek hukum Indonesia
pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk
memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang ada dewasa ini
dalam masyarakat bangsa kita” (Soerjono Soekanto hal, 9). Apa yang sejak lama
disebut sejarah hukum, sebenarnya tak lain dari pada pertelaahan sejumlah
peristiwa-peristiwa yuridis dari zaman dahulu yang disusun secara kronologis,
jadi adalah kronik hukum. Dahulu sejarah hukum yang demikian itupun disebut
“antiquiteiter”, suatu nama yang cocok benar. Sejarah adalah suatu proses, jadi
bukan sesuatu yang berhenti, melainkan sesuatu yang bergerak; bukan mati,
melainkan hidup. Hukum sebagai gejala sejarah berarti tunduk pada pertumbuhan
yang terus menerus. Pengertian tumbuh membuat dua arti yaitu perobahan dan
stabilitas. Hukum tumbuh, berarti bahwa ada terdapat hubungan yang erat,
sambungmenyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum pada masa
kini dan hukum pada masa lampau.[1]
Hukum
pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu berarti,
bahwa kita dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan
sejarah, bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga
mempelajari sejarah. (Van Apeldroon, hal. 417). Misalnya saja penelitian yang
dilakukan oleh Mohd. Koesno tentang hukum adat setelah Perang Dunia II melalui
beberapa pentahapan (periodisasi). Secara kronologi perkembangan tersebut
dibaginya dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Masa 1945-1950 2. Masa Undang-undang
Dasar Sementara 1950 3. Masa 1959-1966 4. Masa 1966 - sekarang ©2004 Digitized
by USU digital library 1 Penetapan tersebut disertai analisis yang mendalam
tentang kedudukan dan peranan hukum adat pada masa-masa tersebut. Mempelajari
sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang dikatakan Macauly bahwa dengan
mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan membuat perjalanan ke negeri-negeri
yang jauh : ia meluaskan penglihatan, memperbesar pandangan hidup kita. Juga
dengan membuat perjalanan di negeri-negeri asing, sejarah mengenalkan kita
dengan keadaan-keadaan yang sangat berlainan dari pada yang biasa kita kenal
dan dengan demikian melihat, bahwa apa yang kini terdapat pada kita bukanlah
satu satunya yang mungkin. (Sudarsono, hal. 254). Sebagai contoh adalah “ Misi
Rahasia Tsar Peter”. Banyak sedikit, kita manusia semuanya condong menerima
yang ada sebagai yang sewajarnya, juga dengan tiada kita sadari kita semua
dikuasai oleh waktu yang lalu.[2]
Karena
dilahirkan dalam sesuatu waktu, dalam sesuatu negara dan dalam sesuatu
lingkungan, sedari kecil kita sama sekali biasa pada pelbagai pandangan dan
pada pelbagai keadaan, sehingga biasanya timbul pada kita pertanyaan, apakah
hal-hal tersebut ada sebagai mestinya? (Van Apeldroon, hal. 420). Penyelidikan
sejarah membebaskan kita dari prasangka-prasangka, ia menyebabkan bahwa kita
tidak begitu saja menerima yang ada sebagai hal yang demikian melainkan
menghadapinya secara kritis. Makin sedikit kita mengenal waktu yang lalu, makin
besar bahayanya kita dikuasainya. (Van Apeldroon, hal. 421). Sebagai contoh :
“Tinjauan ulang sejarah serangan umum 1 Maret dan G. 30 S. PKI (Waspada, 3
Oktober 2000). Penelitian sejarah pada umumnya dilakukan terhadap bahan-bahan
tertulis maupun tidak tertulis yang biasanya dibedakan antara bahan-bahan
primer, sekunder dan tersier. Bahan-bahan primer, antara lain : 1. Dokumen,
yaitu arsip, surat-surat, memoranda, pidato, laporan, pernyataan dari
lembaga-lembaga resmi. 2. Bahan tertulis lain seperti catatan harian,
laporan-laporan hasil wawancara yang dilakukan dan dibuat oleh wartawan.
3.Gambar-gambar atau potret 4. Rekaman.[3]
Data
suplementer pada bahan-bahan primer adalah antara lain : Oral Story dan Folk
Story (khususnya yang tidak tertulis), kemudian benda-benda hasil penemuan
arkeologis, bekas kota dan lain sebagainya. Kemudian bahan-bahan sekunder : 1.
Monograp 2. Bahan tertulis yang berupa bahan referensi 3. Ilmu-ilmu pembantu
terhadap sejarah, misal : epigrafi, yaitu seloka atau sajak yang barisnya tidak
banyak dan mengandung sindiran serta numismatis yaitu ilmu tentang maka uang.
Bahan-bahan tersebut dapat dimanfaatkan melalui beberapa tahap sebelum benarbenar
menjadi sumber data sejarah. Penggolongan bukti-bukti tersebut tidak mutlak,
bukti-bukti tersebut harus dilihat dengan kritis. Peneliti harus bertanya
apakah bukti tersebut asli dan isinya dapat dipercayai, karena metode sejarah
menggunakan akal yang teratur dan sistematis.Sebagai ilmu sosial dan ilmu
budaya, sejarah menelaah aktivitas manusia dan peristiwa-peristiwanya yang
terjadi pada masa lalu dalam keitannya dengan masa kini. Sebagai ahli sejarah,
tidak harus puas dengan deskripsi saja dan harus ©2004 Digitized by USU digital
library 2 berusaha untuk memakainya serta bagaimana prosesnya yang pusat
perhatiannya adalah uniknya dan khasnya peristiwa-peristiwa tersebut. Pada
sejarah hukum umum yang menjadi ruang lingkupnya adalah perkembangan secara menyeluruh
dari suatu hukum positif tertentu.[4]
Objek
khususnya adalah sejarah pembentukan hukum atau pengaruh dari sumbersumber
hukum dalam arti formil pada peraturan-peraturan tertentu. Paradigma yang
digunakan sebagai kerangka dasar penelitian adalah sumbersumber hukum dalam
arti formil yang mencakup : 1. Perundang-undangan. 2. Hukum kebiasaan. 3.
Yurisprudensi. 4. Traktat. 5. Doktrin. Masing-masing sumber tersebut ditelaah
perkembangannya serta pengaruhnya terhadap pembentukan hukum (rechtvorming).
Penelitian dapat dilakukan secara menyeluruh dan juga dapat dibatasi pada suatu
sumber tertentu. Kesimpulan : Dari uraian diatas maka dapat penulis simpulkan
bahwa salah satu kegunaan sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta
hukum tentang masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal di atas
merupakan suatu proses, suatu kesatuan, dan satu kenyataan yang diahadapi, yang
terpenting bagi ahli sejarah data dan bukti tersebut adalah harus tepat,
cenderung mengikuti pentahapan yang sistematis, logika, jujur, kesadaran pada
diri sendiri dan imajinasi yang kuat. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan
yang luas bagi kalangan hukum, karena hukum tidak mungkin berdiri sendiri,
senantiasa dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan lain dan juga
mempengaruhinya. Hukum masa kini merupakan hasil perkembangan dari hukum masa
lampau, dan hukum masa kini merupakan dasar bagi hukum masa mendatang. Sejarah
hukum akan dapat melengkapi pengetahuan kalangan hukum mengenai hal-hal
tersebut.[5]
1. Hukum dari
abad ke abad
Pendefinisian
hukum di abad XIX di dasarkan pada keadaan dunia di abad itu. Sebagaimana
diketahui, dunia pada waktu mengalami perkembangan fisik yang sangat luar biasa
di sebabkan oleh kontribusi sains dan teknologi. Pada waktu itu hukum dipanggil
untuk melegitiminasi hal-hal yang di capai oleh ilmu pengetahuan. Respons dari
ilmu hukum adalah membangun suatu tatanan hukum yang penuh dengan kepastian.
Kepastian-kepastian ini menyelamatkan produk sains dan teknologi dengan
memberikan konfirmasi. Maka era ilmu hukum pun menjadi suatu era yang penuh
dengan kepastian yang berpuncak pada kondifikasi. Kondifikasi ini
menampilkan hukum dalam bentuknya sebagai suatu skema yang tunas (finite
scheme) dan kaku (rigid). Maka kita pun menyaksikan
berbondong-bondong pemikiran yang melihat hukum seperti itu. Kontribusi yang
menonjol dilakukan oleh Hans Kelsen dengan teori hukum murninya (reine
rechtslehre) (kelsen, 1976). Demi menampilkan sosok hukum yang penuh
dengan kepastian, maka”...alles ausscheiden moehte, was nicht zu dem exakt
als Recht bestimmmten Gegenstande Gehoert. Das Heist:sie will die
Rechtswissenschaft van alles ihrer fremden Elementen befrein.” (Semua hal
yang tidak secara pasti termasuk hukum harus disingkirkan. Ini nerarti: ia
menghendaki suatu ilmu hukum yang di bebaskan dari sekalian unsur yang asing).
Itulah sosok hukum abad XIX yang di dasarkan pada asumsi tertentu. Maka
manakala keadaan yang di asumsikan itu berubah, definisi yang lama pun tidak
lagi memiliki landasan yang kokoh.[6]
Menjelang
peralihan ke abad XIX terjadi perubahan-perubahan besar lagi dalam masyarakat
Eropa. Industrialisasi telah membawa serta akibat-akibat sosial yang tidak di
bayangkan sebelumnya. Eopa yang individual pelan-pelan berubah menjadi Eropa
yang sosial. Hukum tidak dapat lagi di sterilkan dari maksudnya berbagi “fremde
Elementen”. Dikatakan oleh sosiolog hukum belanda, Hugo Sinzheimer,
bahwa pandangan klasik para juris mengenai hukum runtuh akibat perkembangan
industry (Sinzheimer, 1930). Di Eropa, hukum itu semula hukum itu kuat
di dasarkan pada asumsi individual, bahwa di masyarakat hanya ada
individu-individu. Dunia dimana para individu itu berada adalah dunia hubungan
yang sangat terbatas, yaitu terbatas antara para individu yang terlibat (zakelijk
wereld). Kekuatan yang menentukan hubungan antara individu dengan dengan
unia di luarnya adalah kemauan bebasnya. Karakteristik klasik tersebut berubah
di sebabkan oleh perubahan-perubahan dalam masyarakat, di sebabkan oleh industrialisasi
dan sistem produksi ekonomi. Kekuatan kolektif sekarang masuk untuk
mengintervensikan hubungan individu dengan dunia luar. Hubungan terbatas (zakelijk)
antara individu di dobraki oleh hubungan kolektif. Perubahan dari dunia
klasik menjadi modern menunjukan, bahwa masyarakat itu tidak hanya dihuni oleh
individu yang terisoler, melainkan muncul
penduduk baru, yaitu makhluk kolektif.[7]
2.3
PERBANDINGAN HUKUM
2.2.1
Sejarah Singkat Perkembangan Perbandingan Hukum
Jika ditelaah sejenak kembali tentang ilmu-ilmu sebagai
ilmu pengetahuan yang majemuk, maka salah satu cabangnya yaitu ilmu kenyataan
(tatsachenwissenschaft, atau seinwissenschafi). Selain itu juga, ada ilmu
kaidah dan ilmu pengertian yang keduanya merupakan norma wissenschaft, atau
sollen wissenschaft.
Bertitik tolak pada kerangka ilmu hukum tersebut,
perbandingan hukum ditempatkan sebagai salah satu dari ilmu kenyataan hukum,
disamping sosiologi hukum, antropologi hukum, pesikologi hukum, dan sejarah hukum.
Dari kerangka ilmu hukum diatas, jelaslah bahwa perbandingan hukum merupakan
cabang khususdari ilmu hukum.[8]
Apabila
dilihat dari perkembangannya semula sebagai metode pemahaman sistem hukum,
disamping sejarah hukum dan sosiologi hukum, maka perbandingan hukum pada saat
ini mudah diakui sebagai cabang khusus dari ilmu hukum. Hal ini telah
dijelaskan oleh Adolf F. Sehnitzer bahwa baru pada abad ke-19 perbandingan
hukum berkembang sebagai cabang khusus dari ilmu hukum.[9] Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ilmu hukum sebagai genus,sedangkan
perbandingan hukum sebagai species.
Apabila
perbandingan hukum ditelusuri asal usulnya, terdapat dua jalur, yaitu sebagai
berikut :
1.
Teori hukum alam (natural law theory).
2.
Orientasi pragmatis tentang hukum dari dua atau lebih Negara.[10]
Teori hukum
alam (natural law theory) ini dipelopori oleh Aristoteles dengan mengunakan
metode perbandingan untuk menganalisis system politik. Para ahli hukum alam
pada waktu itu mempelajari hukum asing dalam rangka mengembangkan teori hukum
alam. Ajaran hukum alam menjelaskan bahwa hukum itu sama menurut waktu dan
tempat, oleh karena itu manusia mempunyai akal yang sama.
Adapun
orientasi pragmatis tentang hukum dari dua atau lebih Negara ini dipelopori
oleh Montesquieu, dengan mengunakan studi perbandingan hukum untuk menunjang
saran-sarannya tentang pembaruan hukum. Beliaulah yang pertama kali menyadari,
bahwa the rule of law tidak boleh dipandang sebagai suatu latar belakang
historis dari lingkungan dimana hukum itu berfungsi,[11] sehingga
atas jasanya itu dipandang sebagai bapak atau pelopor dari comparative law
(perbandingan hukum). Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa
perbandingan hukum dan sejarah hukum mempunyai hubungan yang erat satu sama
lain.
2.2.2
Istilah dan Pengertian Perbandingan Hukum
a. Istilah Perbandingan Hukum
Istilah perbandingan hukum berasal dari kata comparative
law, comparative jurisprudence,bforeign law (bahasa inggris). Drois
compare (bahasa prancis), rechtsgelijking (bahasa belanda), dan vergleichende
rechlehre (bahasa jerman).
b. Pengertian Perbandingan
Hukum
-pengertian perbandingan hukum menurut para
ahli
·
Menurut Barda Nawawi Arief , di
jelaskan bahwa perbandingan hukum ialah studi mengenai prinsip-prinsip ilmu
hukum dengan melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum.
·
Menurut Rudlof D. Schlessinger yang dikutip oleh sudarsono , bahwa:
perbandingan hukum merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam tentang bahan hukum tertentu. Selanjutnya
dikatakan bahwa perbandingan hukum bukanlah suatu perangkat peraturan dan
asas-asas huku, bukan suatu cabang hukum,melainkan suatu cara menganggap unsur
hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum.[12]
·
Menurut Pipin Syarifin, menjelaskan bahwa perbandingan hukum adalah
suatu metode studi hukum, yang mempelajari
perbedaan system hukum antara Negara yang satu dengan Negara yang
lainnya.[13]
·
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanton ,
menjelaskan bahwa perbandingan hukum yang merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang membandingakan sistem-sistem hukum yang berlaku didalam satu atau beberapa
masyarakat.[14]
·
Menurut Soedjono Dirdjosisworo, mengemukakan bahwa perbandingan hukum
adalah metode studi hukum, yang mempelajari perbedaan sistem Negara satu dengan
yang lain.[15]
·
Menurut Romli Atmasamita berpendapat bahwa perbandingan hukum adalah
suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
secara sistematis tentang hukum dari dua atau sistem hukum dengan menggunakan
metode perbandingan.[16]
Apabila
ditelaah dari beberapa pendapat tentang pengertian perbandingan hukum
diatas, menurut penulis bahwa perbandingan hukum adalah cabang
ilmu pengetahuan hukum yang membandingkan
dengan cara mencari perbedaan dan persamaan antara sistem hukum yang
berlaku dalam satu atau beberapa Negara ataupun masyarakat.
Perbandingan
hukum yang dibicarakan sekarang ini dipergunakan dalam arti membandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain. Dilihat dari posisi yang demikian itu maka orang akan
mengatakan bahwa studi perbandingan adalah studi tentang hukum asing. Namun,
mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari hukum asing tidak sama dengan
melakukan perbandingan hukum.
Faktor yang dapat menimbulkan perbedaan diantara beberapa
tata hukum, yaitu factor geografi,iklim,nilai-nilai histiris suatu bangsa ,
kondisi ekonomi,agama,dan factor lain yang sejenis. Adapun yang membuat persamaan yaitu adanya pertukaran kebudayaan atau
factor lain yang sesuai dengan perkembangan dimasa yang akan dating.
Didalam studi perbandingan hukum, menurut J.B. Daliyo,
dan kawan-kawan dapat dilakukan dengan cara:
1.
Menunjukkan perbedaan dan persamaan yang ada dalam sistem hukum atau
bidang hukum yang dipelajari.
2.
Menjelaskan mengapa terjadi persamaan atau perbedaan dan apa
faktor-faktor yang menyebabkannya.
3.
Member penilaian terhadap masing-masing sistem yang digunakan.
4.
Member kemungkinan apa yang dapat ditarik sebagai kelanjutan dari hasil
studi perbandingan yang telah dilakukan.
5.
Memutuskan kecenderungan umum pada perkembangan hukum, termasuk
didalamnya irama dan keteraturan yang dapat yang dapat dilihat pada perkembangan
hukum tersebut.
6.
Mempelajari kemungkinan untuk menemukan asas-asas umum yang didapat
sebagai hasil dari pelacakan yang dilakukan dengan cara membandingkan tersebut.[17]
Ruang
lingkup perbandingan hukum adalah memperbandingkan sistem hukum dari satu
Negara atau beberapa masyarakat yang yang berkaitan dengan ini kaidah-kaidah,
dasar kemasyarakatannya, dan penyebabnya sehingga di dapat persamaan dan juga
perbedaannya. Perbandingan hukum tentunya tidak puas dengan pencatatan belaka
dari perbedaan dan persamaan, tetapi juga mencari keterangannya. Karena
keterangan itu hanya dapat dicari dalam sejarah maka perbandingan hukum secara ilmiah
tidak dapat dengan sendirinya harus menjadi sejarah hukum perbandingan.
Bagi dunia
pendidikan hukum, pelajaran perbandingan hukum yang tercermin dalam mata kuliah
seperti perbandingan hukum tata Negara, perbandingan hukum pidana, dan
perbandingan hukum perdata. Hal ini dinilai amat penting untuk membekali para
calon sarjana hukum memiliki wawasan pengetahuan yang luas dibidang hukum
terutama dalam tugasnya nanti didalam masyarakat, baik sebagai teoretis maupun
polisi, hakim, dan advokat dalam melaksanakan tugasnya memerlukan peranan
perbandingan hukum.
2.2.3.Tujuan dan Manfaat
Perbandingan Hukum
a.Tujuan Perbandingan Hukum
Sebenarnya
tujuan perbandingan hukum itu belum ada kesepakatan antara para ahli. Misalnya
Pollack mengatakan bahwa tujuan perbandingan hukum adalah membantu menyelusuri
asal usul perkembangan dari konsepsi hukum yang sama diseluruh dunia. Sedangkan
Randall mengatakan bahwa tujuan dari perbandingan hukum adalah:
a.
Usaha mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum asing.
b.
Usaha mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam studi hukum
asing dalam rangka pembaruan hukum.[18]
Selanjutnya
Van Apelldoorn yang dikutip Romli Atmasasmita menjelaskan bahwa tujuan
perbandingan hukum adalah : ada yang bersifat teoretis dan ada yang bersifat
praktis. Tujuan yang bersifat teoretis menjelaskan bahwa hukum sebagai gejala
dunia (universal). Oleh karena itu, ilmu pengetahuan hukum harus dapat memahami
gejala dunia tersebut, dan untuk itu kita harus memahami hukum di masa lampau
dan pada masa sekarang. Tujuan yang bersifat praktis dari perbandingan hukum
merupakan alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaruan pada hukum
kita sendiri dan memberikan pengetahuan berbagai peraturan dan pikiran hukum
kepada pembentuk undang-undang dan hakim.[19]
Selanjutnya
Van Apelldoorn menjelaskan lagi bahwa perbandingan hukum dapat mendukung
kesatuan hukum dari berbagai Negara, juga walaupun ini tidak dicita-citakan.
Jika perbandingan hukum menggunakan pendekatan fungsional, maka tujuannya
adalah untuk menemukan jawaban tepat atas problema hukum yang nyata dan sama.
Oleh karena itu perbandingan hukum tidak bertitik tolak pada norma hukum,
tetapi pada fungsi, yaitu mencari identitas dari fungsi norma hukum.
Kemudian
Romli Atmasasmita telah merinci beberapa tujuan perbandingan hukum, yaitu :
Praktis, sosiologis, politis, dan pedagosis.[20]
1.
Tujuan yang bersifat praktis ini sangat dirasakan oleh para ahli hukum
yang harus menangani perjanjian Internasional.
2.
Tujuan yang bersifat sosiologis dari perbandingan hukum adalah
mengobservasi suatu ilmu hukum yang secara umum, ia menyelidiki hukum dalam
arti ilmu pengetahuan.
3.
Tujuan yang bersifat politis dari perbandingan hukum adalah mempelajari
perbandingan hukum untuk mempertahankan status que.
4.
Tujuan yang bersifat pedagosis dari perbandingan hukum adalah untuk
memperluas wawasan mahasiswa sehingga mereka dapat berfikir secara
interdisipline, dan untuk memperoleh input bagi pembaruan dan pembentukan hukum
nasional di masa yang akan datang.[21]
b.
Manfaat perbandingan hukum
Dalam perbandingan hukum ada kecenderungan untuk
mempelajari sistem hukum asing. Manfaat mempelajari perbandingan hukum menurut
R. Soeroso adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat ilmiah
2.
Manfaat praktis
3.
Manfaat bagi unifikasi hukum
4.
Manfaat bagi usaha menumbuhkan saling pengertian suatu bangsa.
5.
Manfaat bagi usaha memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai
hukum kita sendiri.
6.
Manfaat bagi pelaksanaan hukum perdata internasional.[22]
Adapun
kegunaan mempelajari perbandingan hukum menurut Soedarto yang dikutip oleh
Romli Atmasasmita adalah untuk :
1.
Unifikasi hukum.
2.
Harmonisasi hukum.
3.
Mencegah adanya cauvinisme hukum nasional (secara negative) dan menempuh
kerjasama internasional (secara positif).
4.
Memahami hukum asing (contoh, pasal 5 ayat 1 sub ke-2 KUHP).
5.
Pembaruan hukum nasional.[23]
Apabila
ditelaah masing-masing manfaat mempelajari perbandingan hukum sebagai mana
telah disebutkan di atas, maka dapat dilihat sebagai berikut.
1.
Manfaat ilmiah, manfaat ilmiah dari bidang hukum dimaksudkan memperoleh
adanya persamaan dan perbedaan antara sistem atau lembaga yang diperbandingkan.
2.
Manfaat praktis, manfaat praktid dari perbandingan hukum yaitu dapat
menunjang dalam upaya pembentukan hukum nasional, serta dappat menaruh harapan
akan terbentuknya unifikasi hukum.
3.
Bermanfaat bagi unifikasi hukum berarti berlakunya satu macam hukum
untuk berbagai golongan masyarakat dan unifikasi ini dapat bersifat nasional
maupun internasional.
4.
Bermanfaat bagi usaha menumbuhkan saling pengertian suatu bangsa dapat
diwujudkan dengan melakukan perjanjian internasional, perjanjian tersebut harus
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan kesalahpahaman.
5.
Bermanfaat bagi usaha memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai
hukum kita sendiri dengan jalan perbandingan hukun, kita dapat belajar tentang
bagaimanakah keadaan dan halnya setelsel hukum lain daripada kita sendiri.
6.
Bermanfaat bagi pelaksanaan hukum perdata internasional tanpa
perbandingan hukum, hukum perdata internasional itu kosongdan buta. Dalam hal
ini Sudargo Gautama menjelaskan, bahwa perbandingan hukum membantu hukum
perdata internasional dalam pelaksanaannya.
7.
Harmonisasi hukum Menurut Pasal 54 Traktat PBE, Dewan Menteri PBE dapat
menentukan pedoman dengan tujuan untuk mengkoordinasikan jaminan yang
diharapkan dari perseroan dagang untuk melindungi kepentingan dari orang yang
mengambil bagian dari perseroan tersebut maupun kepentingan pihak ketiga.
8.
Mencegah adanya chauvinisme hukum nasional maksudnya dengan mempelajari
hukum asing dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai hukum nasional yang
berlaku.
9.
Memahami hukum asing dalam hal ini tampak jelas apabila dikaitkan dengan
ketentuan berlakunya hukum pidana Indonesia menurut tempat dan Menurut Pasal 5
Ayat (1) sub 2e KUHP disebutkan: “ketentuan pidana dalam undang-undang
Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan diluar Indonesia:
suatu perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan menurut ketentuan undang-undang
negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.[24]”
10. Untuk pembaruan hukum nasional hal ini harus diartikan melalui perbandingan
hukum para ahli hukum terutama pembentukan undang-undang dapat berpedoman
kepada asas, sistematika dan isi hukum tertentu (seperti hukum perdata, hukum
pidana, hukum acara pidana, dan hukum acara perdata).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
hukum adalah aturan-aturan yang menjadi peraturan
hidup suatu masyarakat yang berupa perintah dan larangan yang sifatnya
mengatur, mencegah, mengikat, memaksa, dan harus dipatuhi, yang menimbulkan
sanksi, guna untuk mengatur tingkah laku mannusia. Perbandingan hukum adalah
metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam tentang bahan hukum tertentu. Faktor yang dapat menimbulkan perbedaan
diantara tata hukum, yaitu faktor geografi, iklim, nilai-nilai histiris suatu
bangsa. Tujuan perbandingan hukum yaitu bersifat praktis, sosiologis, politis,
dan pedagosis. Manfaatnya diantaranya manfaat ilmiah, manfaat praktis, manfaat
bagi univikasi hukum, manfaat bagi usaha menumbuhkan saling pengertian suatu
bangsa, manfaat bagi usaha memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai
hukum kita sendiri, manfaat bagi pelaksanaan hukum perdata Internasional.
3.2 Kritik dan Saran
Di negara kita Indonesia masih
banyak hal-hal yang harus diperbaiki demi mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Indonesia adalah negara hukum, akan tetapi masih banyak masyarakat Indonesia
yang melanggar hukum, bukan hanya masyarakatnya saja, teapi juga pemerintanya.
Seharusnya hukum di Indonesia lebih ditegakkan lagi
kepada masyarakat terutama pemerintah, agar lebih menghargai hukum yang
terkandung dalam UUD 1945 pada alenia 4. Serta agar terciptanya masyarakat yang
sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita,Romli, loc, cit.
Atmasamita,Romli, ibid.
Apeldroon, Van, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT.
Pradnya Paramita.
Atmasasmita,Romli, Asas-Asas
Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989).
Atmasasmita,Romli, op, cit
DirdjosisworoSoedjono, Pengantar
Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 19947.
DaliyoJ.B, dkk, Pengantar Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994)
Intermasa,1995.
Mru, Ahmadi, Hukum Kontrak dan Purbacaraka,Purnadi, Soekanto,Soerjono,
Perihal Kaidah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982).
Nawawi Arief,Barda, op.. Pubacaraka,Purnadi.
Sohnitzer,Adolf F, dalam Banda Nawawi
Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998).
Sudarsono, op, cit.
Syarifin,Pipin,
Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999).
Pubacaraka,Purnadi.
Soekanto,Soerjono,
loc, cit.
).
Soeroso,R,op, cit.
Soedarto, dalam Romli
Atmasasmita, op, cit.
Soesilo,R, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia,
tt).
Soekanto, Soerjono,1986,
Pengantar Sejarah Hukum, Bandung,
Alumni.
Sudarsono, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka Cipta. Warsani, 2001
Soekanto, Soerjono,1986,
Pengantar Sejarah Hukum, Bandung,
Alumni.
Wingjosoebroto, Soetandjo,
Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional,
(Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Perancangan
Kontrak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007).
[4]. Prof.
Warsani, SH, 2001, Bahan Kuliah.
[5]. Soetandjo
Wingjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali
Press, 1995), hlm.56
[7] Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.4
[8] Purnadi Purbacaraka,
Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), 10 dan
11.
[9] Adolf F, Sohnitzer, dalam Banda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum
Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 1.
[10] Romli Atmasasmita, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta:
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989), 24.
[17] J B, Daliyo, dkk, Pengantar
Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994),
138, 139.
[24] R, Soesilo, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, tt), 33.
No comments:
Post a Comment